🍹 Dua Puluh Lima

173 37 4
                                    

Minhee tidak tahu sudah berapa hari berlalu sejak si Hwang dengan nama tengah sialan itu mengurungnya dalam kamar di dalam rumah besar itu. Ia terlalu malas untuk memikirkannya karena gerakannya benar-benar dibatasi di sana. Ia tidak bisa keluar dan kesulitan untuk sekedar melihat sesuatu di balik pintu. Di balik pintu kaca menuju balkon itu juga hanya sesuatu yang membosankan. Dan tentu saja, ia bosan.

Tapi, diam saja seperti itu tidak merugikan juga untuknya. Setidaknya si Hwang itu memberinya makan dengan jauh lebih baik—membuatnya tidak perlu lelah berpikir akan makan apa hari ini dan bekerja untuk itu.

Dan oh ya, selama beberapa hari ini Yunseong juga sama sekali tidak menemuinya. Itu juga keuntungan yang lain karena emosinya tidak dipermainkan oleh lelaki yang lebih tua darinya itu.

Singkatnya, walau sedikit membosankan, Minhee menikmati hidupnya saat ini.

Oh ya, tentang Yunseong dan Hyeop—Hyeop saja lebih tepatnya—Minhee tidak terlalu mengambil pusing untuk memikirkan lelaki itu. Ia tidak tahu apa hasil perbuatannya sebelum diseret ke penjara itu masih berefek atau tidak pada hubungan dua orang itu, tapi ia tidak mau peduli. Kalaupun sudah tidak berefek lagi, ia sudah punya rencana lain untuk menghancurkan mereka saat ia bisa keluar dari kamar itu.

Sekarang sudah malam, Minhee tidak tahu sudah jam berapa. Ia baru saja bangun setelah menghabiskan waktu dengan membaca—setelah makan siang—dan jatuh tertidur. Tapi ia sama sekali belum bergerak dari posisinya. Ia masih diam dalam balutan selimut di atas tempat tidur. Sepertinya belum terlalu larut karena belum ada makanan yang biasanya sudah diletakan di atas nakas di sisi tempat tidurnya. Padahal, ada jam di kamar itu, tapi pemilik marga Kang itu terlalu malas untuk memikirkannya.

Di tengah diamnya, suara pintu yang dibuka terdengar. Lalu, saat ia menoleh ke sana, pemilik marga Kang itu dapat menangkap eksistensi seorang pelayan yang masuk dengan membawa sebuah nampan. Oh, jam makan malam baru saja datang.

Tapi, sesuatu membuat kening si manis Kang itu berkerut. Ke mana pengawal yang biasanya ikut masuk saat ada pelayan yang mengantar makanan? Kenapa malam ini hanya pelayan itu seorang yang masuk? Apa ia akan segera dikeluarkan dari ruangan itu?

Ck, sialan!

Mendengus malas saat maniknya menangkap eksistensi Yunseong di ambang pintu setelah pelayan tadi keluar. Rasa malasnya semakin bertambah dan kini bertambah kesal karena melihat lelaki Hwang itu. Padahal ia sudah cukup senang karena tak melihat lelaki itu belakangan ini.

Lalu, kenapa hari ini Yunseong datang?

“Bangun, heh! Lo udah kayak babi, kerjaannya makan tidur doang.”

Minhee mendengus lagi saat suara si Hwang itu terdengar. Detik berikutnya, ia menendang selimut sebelum beranjak dari posisinya.

“Lo pikir siapa yang buat gue kayak gini?”

Yunseong tidak menjawab. Si Hwang itu hanya mengendik acuh dan berjalan mendekat ke ranjang. Tentu mengundang kesal si manis semakin bertambah. Apalagi saat pemilik rumah itu mengambil tempat untuk duduk di sampingnya—Minhee rasanya ingin mengacak-acak seluruh dunia.

“Kenapa lo duduk di sini?” Tanya si manis itu kemudian, nadanya tidak senang sama sekali.

“Ini kasur gue.” Jawab yang lebih tua masa bodoh.

Minhee berdecak. “Kenapa lo ke sini?”

“Ini kamar gue.”

Sialan, pembicaraan macam apa ini?

“Terus kenapa gue di sini?”

Minhee tidak tahu pembicaraan macam apa yang sedang mereka lakukan. Tapi, ia mengajukan pertanyaan itu bukan tanpa alasan. Lagi pula, itu benar kan? Jika ini kamar Yunseong, kenapa ia ada di sana?

Tapi, lelaki Hwang itu sama sekali tidak memberikan jawaban untuknya. Nyatanya, yang Minhee dapat hanya sebuah endikan bahu yang membuatnya mendengus malas. Detik berikutnya, ia pilih untuk mengabaikan Yunseong sepenuhnya. Lebih baik ia makan dari pada repot memikirkan lelaki itu.

“Gue liat-liat, lo kayaknya cukup menikmati hidup lo di sini ya.”

Lalu, saat si manis itu sudah mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, Yunseong kembali membuka mulutnya untuk katakan sesuatu yang sukses mengambil perhatian si manis itu.

“Mata lo menikmati.” Jawab Minhee setelah ia menelan makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya. “Gue tersiksa ya, jingan.”

“Kenapa?”

“Lo nanya?” Jelas pemilik marga Kang itu akan melemparkan tatapan tak percayanya pada yang lebih tua. Rasanya ia juga ingin melempar piring di tangannya ke kepala lelaki Hwang itu. “Lo ngurung gue di sini, sialan. Bagian mana yang bisa buat gue nikmatin hidup gue?”

Jawaban tidak langsung Yunseong berikan. Dapat Minhee lihat jika lelaki itu hanya memasang wajah datar sambil mengangguk malas. Sialan, Minhee benar-benar ingin menendangnya.

“Terus, lo mau apa?”

Pertanyaan itu tidak berguna, Minhee jelas tahu. Apapun yang akan ia katakan, Yunseong tak akan mengabulkannya.

“Gue mau keluar dari sini.” Tapi, jawaban itu tetap ia berikan.

“Gue gak akan lepasin lo.” Nah kan.

“Ya serah lo, jingan. Tapi, biarin gue keluar dari kamar ini, gue bosan.”

“Ya, keluar.”

Apa?

Apa?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

















Haiiii....

Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueWhere stories live. Discover now