🍹 Tiga Puluh Delapan

134 31 2
                                    

Hari sudah berganti dan Yunseong harus tetap menjalani harinya seperti biasa. Ia harus tetap ke kantor dan mengurus pekerjaannya juga mengurus beberapa masalah yang terjadi belakangan ini. Dan semua yang ada di rumahnya masih sama.

Ah, seharusnya masih sama.

Karena semua tidak benar-benar sama.

Setelah kejadian beberapa hari yang lalu saat orang tuanya datang, Yunseong hampir tak pernah melihat rupa Minhee di rumahnya. Bocah Kang itu tidak pergi—Yunseong tahu jika kamar yang ditempati Minhee masih berpenghuni. Bibi Shin juga memberikan kesaksian jika Minhee masih tinggal di rumahnya.

Tapi, mereka nyaris tak bertemu.

Saat ia keluar kamar dan sarapan untuk bersiap ke kantor, Minhee tidak ada. Saat ia pulang pun ia tak melihat bocah itu. Bahkan ketika ia tak sengaja kembali di jam kerja karena ada hal yang tertinggalpun, ia tak melihat Minhee. Ia hanya beberapa kali melihat bocah itu saat ia masih sibuk dengan pekerjaannya di tengah malam dan terpaksa keluar untuk mengambil minum di dapur. Bocah itu biasanya ia lihat ada di balkon.

Tapi, Yunseong tak ingin menganggunya. Ia tahu banyak kesalahan yang ia lakukan pada pemilik marga Kang itu dan ia tengah berusaha untuk menebus kesalahnnya. Dan hingga nanti, ia akan tunggu hingga bocah itu yang kembali menatapnya—walau dengan tatap penuh benci sekalipun.

“Seong?”

Kegiatan Yunseong memikirkan hari-harinya dan Minhee tiba-tiba diinterupsi saat sebuah suara tak asing terdengar. Lalu saat ia mendongak, maniknya langsung bertemu dengan manik Yoshi yang kini berdiri di depan pintu ruang kerjanya di kantor. Ngomong-ngomong tentang temannya yang satu itu, mereka sudah lama tak bertemu. Bukan tanpa alasan jelas saja—Yoshi menghilang karena permintaan tolong yang ia layangkan.

“Gimana?”

Pertanyaan itu langsung Yunseong ajukan ketika Yoshi sudah duduk di kursi di hadapannya. Hal itu sukses membuat sang teman terkekeh kecil.

“Gak sabaran amat, bro.” Komentar lelaki Jepang itu kemudian.

Yunseong tak langsung menjawab. Lelaki Hwang itu menyandarkan kepalanya ke kursi lalu mengusap wajahnya frustasi. “Terlalu banyak hal yang salah belakangan ini, gue stres banget.”

“Dih, gaya lo kayak yang paling banyak beban hidup aja.”

“Emang banyak.”

Yoshi mengibaskan tangan di depan wajahnya. Dua detik kemudian, lelaki itu meletakan sebuah map yang memang dibawanya masuk ke ruangan Yunseong itu.

“Udah sih, santai. Jangan terlalu banyak mikirin beban hidup! Btw, gue ada kabar baik buat lo.”

Yunseong mengangguk seadanya. Ia sebenarnya antusias saat mendengar apa yang baru saja Yoshi katakan. Tapi, kepalanya terlanjur pusing memikirkan apa yang terjadi antara dirinya dan Minhee sehingga ia hanya bisa memberi respon seadanya. Ia bahkan belum berniat untuk meraih map yang dibawa Yoshi tadi.

“Apa?”

“Orang-orang gue berhasil dapatin salah satu orang yang dibayar buat bunuh dan bawa tuan Ahn ke lokasi bangunan baru lo itu. Kita berusaha korek informasi dari dia tapi dia milih buat bungkam.”

“Bayar aja. Berapapun biar dia buka mulut.”

“Oke, gue tahu banget yang itu.” Jawab Yoshi tenang. “Tapi, dia kayaknya gak yakin kalo kita bisa bayar dia lebih dari yang bosnya alias otak pembunuhan itu kasih ke dia, makanya dia tetap gak mau. Jadi gue suruh orang-orang gue cari sesuatu yang bisa dipakai buat ngancam dia biar dia buka mulut—sementara itu tetap cari orang lain lagi yang terlibat kejadian malam itu.”

“Terus?”

“Orang-orang gue dapat satu orang lagi. Yang satu ini lebih gampang diajak kerja sama, dia udah ngasih beberapa informasi walaupun bosnya ini belum dikasih tahu siapa jelasnya.”

“Oke, tetap lanjutin penyelidikan lo.”

“Dan ada satu lagi, Seong.” Yoshi berucap lagi, membuat Yunseong yang akan meraih map yang dibawa sang teman tadi untuk disimpan kembali menatap temannya. “Ini juga yang gue sebut kabar baik buat lo.”

“Apa?”

“CCTV milik rumah yang ada di depan rumahnya tuan Ahn, yang sebelumnya disebut mati pas kejadian, ternyata gak mati. Sebelumnya ada kekeliruan pas orang-orang gue minta buat lihat rekaman pas waktu kejadian, ternyata mereka buka rekaman sehari sebelumnya. Sehari sebelum kejadian, CCTVnya emang mati. Dan pas kejadian, CCTVnya udah balik nyala lagi, cuma gak ngarah ke jalan tepat di depan rumahnya tuan Ahn. Arah kamera CCTVnya miring sekitar tujuh puluh sampe delapan puluh derajat ke kiri.”

“Miring ke kiri?”

Yoshi mengangguk cepat. “Orang-orang ini kayaknya ambil antisipasi kalau-kalau mereka gagal ngehack kameranya. Jadi mereka atur posisi kameranya dulu. Yang mereka perhitungkan, kalo mereka gagal ngehack buat matiin CCTVnya atau ngambil datanya, kamera ini gak nangkap langsung ke lokasi kejadian. Kenapa gue bilang mereka takut gagal buat hack CCTVnya? Karna dari informasi yang udah gue korek dari orang bisa diajak kerja sama ini, dia bilang mereka beneran cuma berlima—yang disuruh itu. Salah satunya emang bisa ngehack, tapi gak jago sama sekali. Jadi, mereka ambil jalan itu.”

“Terus, apa yang lo dapat dari rekaman CCTV itu.”

“Kamera CCTV itu nangkap ada satu mobil dengan satu orang saksi pas kejadian. Foto-fotonya ada di dalam map itu. Kalo lo butuh yang lebih jelas, gue juga udah ngirim rekamannya ke email lo.”

“Oke. Thanks banget ya, Chi.”

“Aman. Btw, semoga lo gak kaget banget ya, Seong, sama yang satu ini.”

”

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.














Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueOnde histórias criam vida. Descubra agora