🍹 Empat Puluh Tiga

50 7 0
                                    

Hari sudah berganti. Pagi ini Minhee sengaja keluar kamar lebih awal. Ia tidak menunggu Yunseong berangkat ke kantor lebih dulu baru keluar. Pemilik marga Kang itu keluar ketika sang pemilik rumah tengah duduk menikmati sarapannya.

Suasana ruang makan sepi. Hanya ada Yunseong sendiri yang duduk menghadap meja dengan sebuah piring berisi roti lapis. Sebuah cangkir—dengan isi yang tak mau Minhee duga-duga—ada di sisi piring itu. Sang tuan sendiri sedang sibuk menatap layar iPad di tangan kanannya, tangan kirinya memegang satu buah roti.

Pemandangan Yunseong itu membuat Minhee mendengus. Hwang Yunseong ini banyak gaya sekali. Lihat saja lengan kemeja hitamnya yang sengaja digulung itu. Dia mau menarik perhatian siapa? Mohon maaf saja ya, Minhee sama sekali tidak tertarik. Baginya Yunseong sama sekali tidak keren.

Mengalihkan tatapannya dari Yunseong, Minhee lalu berjalan melewati meja makan begitu saja. Kakinya ia bawa melangkah ke dapur untuk menghampiri bibi Shin. Wanita itu tengah sibuk dengan pekerjaannya menyiapkan bahan makanan untuk dimasak menuju makan siang nanti. Tidak mau mengganggu wanita itu, Minhee dengan cepat membuat segelas susu untuk dirinya sendiri. Selanjutnya, ia bawa susu itu ke meja makan sebelum bergabung bersama Yunseong di sana.

Minhee awalnya akan duduk di pada kursi dengan jarak yang paling jauh dengan Yunseong. Tapi melihat bagaimana lelaki itu seperti tidak peduli pada kehadirannya membuatnya malas sendiri. Ini terasa aneh. Yunseong memang selalu kesal padanya, tapi sungguh ia merasa itu lebih baik dari pada apa yang tengah ia alami saat ini.

Kembali mendengus—dengan segelas susu di tangannya—Minhee melangkah untuk mendekat pada Yunseong. Tidak tanggung-tanggung, ia mengambil tepat di samping lelaki Hwang itu. Saat ia meletakan gelas susunya ke atas meja, Yunseong masih diam di tempatnya. Lalu saat kursi ia tarik, lelaki Hwang itu sempat meliriknya sekilas sebelum sibuk lagi dengan apa yang ada di layar laptopnya.

Berusaha untuk mengabaikan apa yang ia rasakan, Minhee lalu duduk dengan tenang di samping lelaki itu. Ia sempat menatap menu sarapan Yunseong sebelum sungguh-sungguh hanya menatap lelaki itu saja. Susu yang seharusnya ia minum ia abaikan, ia kini hanya fokus pada wajah Yunseong yang tengah sibuk—entah mengurus apa.

Eih, apa-apaan ini?

Mengalihkan tatapannya dari Yunseong, Minhee mencebik kecil sebelum berakhir menatap lelaki itu lagi. Hal serupa terjadi beberapa kali hingga akhirnya ia menyerah dan tetap mengarahkan matanya pada lelaki Hwang itu.

Tapi Yunseong sendiri bagaimana?

Si Hwang itu memang memiliki nama tengah sialan. Bagaimana bisa dia mengabaikan Minhee dengan sesempurna ini? Sebelumnya, apapun yang Minhee lakukan selalu berhasil menariknya untuk memaki. Bahkan Minhee bernapas saja sudah salah di matanya. Lalu, apa ini?

Minhee rasanya ingin berteriak dan memaki. Tapi tidak ada satu suarapun yang ia keluarkan. Hingga hampir tujuh menit berlalu dan Yunseong akhirnya menoleh padanya. Tatapan lelaki itu datar, wajahnya juga sama sekali tidak menunjukan ekpresi apapun. Tidak! Minhee sama sekali tidak suka ini.

“Apa?” Lalu itu adalah satu kalimat yang paling terdengar memuakan.

“Lo diemin gue?” Dan Minhee yang tidak suka situasi itu jelas tidak akan menunggu untuk mengajukan pertanyaan itu.

“Gue gak diem, gue kerja.” Jawaban macam apa itu?

“Tapi lo diemin gue.”

“Kita juga gak ada di situasi di mana kita harus ngobrol kan?”

Wah! Apa ini?

Minhee yang tidak menyangkah akan mendengar kalimat itu rasanya ingin meledak. Tangannya yang terlipat rapi di atas meja bergerak cepat dan tidak sengaja menyenggol piring Yunseong. Piring itu juga menyenggol cangkir di sisinya dan menciptakan bunyi berdenting yang menyebalkan. Minhee tidak suka situasi ini.

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueWhere stories live. Discover now