🍹 Empat Puluh

214 40 1
                                    

“Ini maksudnya apa, Yunseong?”

“Ya apalagi?”

Bukan Yunseong yang memberikan tanggapan untuk pertanyaan yang baru saja Jihoon ajukan. Tapi itu datang dari Yoshi. Mereka bertiga saat ini sedang duduk bersama di bawah sebuah pohon rimbun di area bangunan baru milik Yunseong—Minhee—sambil menunggu pemilik marga Kang itu selesai dengan urusannya.

Kenapa bisa sampai di situ?

Karena Yoshi yang meminta bertemu untuk memberikan beberapa informasi membuat Yunseong meminta sang teman untuk datang ke area itu—karena si Hwang tidak pergi ke kantor hari ini. Lalu, Jihoon yang kebetulan ingin membahas beberapa masalah pekerjaan dengan Yunseong juga ikut ke sana.

“Dia bilang ke Yunseong kalo dia gak tahu apa-apa soal pembunuhan itu. Terus bikin spekulasi palsu kalo Minhee yang bunuh orang yang dia sebut sebagai pemilik tanah ini. Padahal waktu kejadian, bukan Minhee yang ada di lokasi, tapi dia. Sekalipun dia bisa dijadiin saksi, orang-orang pasti tetap akan nanya, kenapa dia diam aja ngeliat orang itu diculik dan dibawa pergi. At least, dia harusnya menghubungi polisi kan? Kalo dia beneran gak ada sangkut pautnya dan gak tahu apa-apa soal pembunuhan itu, dia pasti punya inisiatif buat nolongin orang itu. Tapi kenapa dia hanya diam dan menonton, seakan-akan dia adalah penulis dari skenario pembunuhan malam itu.”

“Terus motifnya?”

“Ya karna dia merasa terancam. Sertifikat asli tanah ini ada di Minhee—karna emang Minhee yang punya. Pihak pertanahan bahkan udah mastiin itu—di depan Yunseong. Sebenarnya posisinya terancam bukan di depan Minhee, tapi di depan Yunseong. Karna yang dia tipu di sini itu Yunseong. Karna perasaan terancam itu, dia harus ngelakuin sesuatu buat nyingkirin Minhee. Kenapa Minhee padahal dia sebenarnya takut sama Yunseong? Karna kalo Minhee tetap bener, Yunseong yang balik lawan dia.”

“Jadi, dia pakai cara pembunuhan ini buat nyingkirin Minhee?”

“Bener. Kenapa dia langsung nekat pake pembunuhan? Karna hukuman buat pelaku pembunuhan jelas gak main-main. Selain itu, dengan bunuh satu orang ini, dia udah nyingkirin satu bukti dan satu saksi. Sekalipun orang yang dibunuh ini gak tahu apa-apa soal tanah ini, kehadirannya tetap memberatkan si pelaku utama.”

“Oke, gue paham. Gue juga udah bisa ngira gimana alurnya sampe Minhee yang akhirnya dituduh sebagai pembunuh orang itu. Tapi, ada satu yang masih gue gak paham di sini?”

“Apa?”

“Waktu itu polisi bilang, antara waktu kematian korban sama waktu Minhee ngelaporin kejadian malam itu, ada jeda waktu cukup panjang. Sebenernya itu kenapa?”

Di tempatnya Yoshi mengendik, “cari tahu apa yang dilakuin Minhee lebih susah dari si pelaku utama ini. Malam itu gak ada siapa-siapa dan nanya sama Minhee gak ada jawabannya—dia gak akan ngasih apapun ke temen-temennya Yunseong, lo ingat. Jadi ya, gak tahu. Bisa aja dia lagi berusaha buat nyelamatin orang itu.”

“Mau diselematin gimana? Pas Minhee ketemu kan udah mati tuh orang.”

“Ya mana gue tahu dia ngapain? Lo kalo bisa nanya sendiri sana, kalo dia jawab gue traktir lo sebulan.”

“Oke.”

“Minhee takut darah.”

Di antara percakapan Yoshi dan Jihoon, Yunseong yang sejak tadi hanya diam akhirnya bersuara. Suaranya tidak terlalu keras, tapi itu cukup untuk mengambil perhatian dua teman baiknya itu.

“Gimana, Seong?”

Pertanyaan itu datang dari Jihoon dan Yunseong langsung lemparkan tatapan seadaanya pada si manis Park itu.

“Minhee takut darah.” Jawabnya kemudian—masih dengan volume suara yang sama. “Dia gak ngapa-ngapain, sampe dia ngerasa lebih baik. Baru setelah itu dia pergi buat lapor polisi.”

“Masuk akal sih.”

“Bukan cuma masuk akal, tapi itu emang kenyataannya.”

“Btw...”

“Ini kunci ruang rahasia di rumah gue.”

Jihoon belum selesaikan ucapannya, tapi sebuah kalimat dari sebuah suara lain terdengar begitu saja. Bersamaan dengan itu, sebuah kunci dengan gantungan berbentuk daun teracung di depan Yunseong. Lalu, saat ketiganya mendongak, sudah ada Minhee yang berdiri di depan mereka dengan tangan yang memegang sebuah map. Di belakang bocah itu, ada Dongpyo yang berdiri tenang.

“Apa?” Tanya Yunseong yang tak paham.

“Kunci ruang rahasia di rumah gue—yang sekarang ditempatin Hyeop dan keluarganya.” Jawab Minhee begitu saja. “Di sana ada bukti kecelakaan orang tua gue yang sebenernya dan bukti-bukti lain yang lo perluin buat jeblosin mereka semua ke penjara.”

Yunseong tidak langsung meraih kunci yang ada di tangan Minhee itu. Ada sebuah pertanyaan lain yang muncul di kepalanya karena apa yang baru saja si manis katakan.

“Bukti-bukti? Lo udah punya bukti itu dari lama?” Tanya lelaki Hwang itu kemudian.

“Iya.” Jawab Minhee tenang. “Bahkan sebelum gue diusir dari sana.”

“Terus kenapa lo gak pake itu dari dulu?”

“Karna gue harus dapetin lo dulu.” Jawaban Minhee masih terlampau tenang. “Seperti apa yang lo bilang ke orang tua lo, gue cuma bakal bikin masalah baru kalo ngelakuin semuanya sendirian. Gue butuh paling gak satu orang buat masuk balik ke rumah gue dengan kekuasaan lebih banyak biar semuanya jadi gampang. Dan kenapa gue pilih lo? Karna sejak awal, harapan gue ya emang cuma lo.”

“Jadi ini kenapa lo lebih sibuk ngerusakin hubungan gue sama dia?”

“Oiya jelas. Dan gue gak mau kalah di mata dia. Dia bisa ambil semuanya dari gue. Tapi dia gak bisa ambil lo.”

”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.














Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueWhere stories live. Discover now