Queen

10.6K 1.6K 792
                                    

Bau khas rumah sakit masuk ke dalam indera penciuman Satya. Saat dia belum benar-benar bisa membuka matanya, dia sudah ingin sekali mencari seseorang yang bernama Erlangga, Bisma, dan Alex. Sudah dibilang, Satya tidak ingin ke rumah sakit, tapi tetap saja ujung-ujungnya dia bangun dan membuka mata di tempat ini. Menyebalkan sekali.

Matanya terbuka sempurna, dia tak melihat siapapun ada di dalam ruangan ini. Dia benar-benar sendiri, tanpa dokter, tanpa suster, tanpa teman dan tanpa keluarga. Seluruh ruangan serba putih, hanya dirinya yang memakai baju biru milik rumah sakit.

"Jangan-jangan, gue di alam lain? Sepi banget, orang-orang pada kemana sih?" Satya memutuskan bangun dari tidurnya. Walaupun dia bisa merasakan bahwa badannya sakit, tapi dia tetap berjalan keluar raungannya dengan menentang kantung infus.

Saat ke luar dan melihat sekitar, ternyata sudah malam. Sepuluh menit dia keliling-keliling rumah sakit, sampai dia lelah berjalan. "Jam berapa ya?" monolognya sambil duduk di bangku taman.

"Ranti biadab!" ucapnya, tiba-tiba menghentakkan kakinya ke tanah. "Awas aja loh ya, gue sumpahin lo dapet cowok bejat, sama kayak lo! Gara-gara lo, semuanya jadi kayak gini. Dean juga, sialan!" dia terus saja mengomel sendirian. Tanpa dia ketahui, ini sudah jam setengah satu malam.

"Kenapa semua jadi gini sih? Sasa pasti benci banget sama gue," mengingat hal itu, Satya jadi tertunduk lesu. Dia tidak bisa membayangkan, bagaimana saat dia bertemu dengan adiknya nanti. Apa Sasa masih mau menyapanya? Apa Sasa masih mau tersenyum padanya? Apa Sasa masih mau bicara, bersenda gurau, tertawa, dan berbagi cerita dengannya, sepertinya sebelumnya? Memikirkan hal itu, kepala Satya mau pecah rasanya.

Dia sadar bahwa kali ini dia sungguh keterlaluan. Segala apa yang keluar dari mulut adiknya, selalu dia sangkal. Lebih parahnya lagi, beberapa kali Satya main tangan pada adiknya itu.

Tanpa disadari, air mata mengalir begitu saja membasahi pipinya. Sengaja dia tidak menghapus air mata itu. Menangis memang tidak bisa menyelesaikan masalah, tapi setidaknya beban yang dia tanggung sedikit berkurang.

"Abang rela ngelakuin apapun supaya kamu mau maafin Abang, Sa, maaf," dadanya semakin sesak ketika dia terus mencoba untuk menahan tangisnya. Satya menyentuh dadanya dengan telapak tangannya, rasanya sakit sekali.

Sementara di tempat lain, mereka semua panik mencari Satya. Salsa yang sudah bingung karena Sasa, kini makin bingung karena Satya. "Akhh," Salsa memegang perutnya, membuat Juna khawatir.

"Sal, are you okay? Jangan terlalu khawatir ya, pikirin anak yang ada di kandungan kamu, Sayang. Kita duduk aja dulu ya, biar mereka yang cari Satya," Juna memapah Salsa untuk duduk di kursi panjang depan ruang rawat inap.

"Tolong cari Satya ya, Lang. Om minta tolong."

"Oke, Om."

Mereka berjalan beriringan mencari Satya keliling rumah sakit. Semuanya mereka telusuri, tak terkecuali ruang jenazah. "Masuk sana, lo duluan baru kita. Lo kan paling muda di antara kita," Alex mendorong-dorong tubuh Bisma untuk masuk ruang jenazah.

"Enak aja, yang lebih tua yang memimpin dong. Ayo maju, tunjukkan jalannya. Ingat semboyan Ki Hajar Dewantara, kan?" Bisma berusaha membantah.

"Kali ini gue setuju sama Bule. Lo bocil, lo dulu. Kita kasih arahan dari belakang," Langga ikut-ikutan mendorong Bisma.

"Punten."

"WOI LAH ANJIR!" Teriak ketiganya sampai meloncat karena kaget. Petugas cleaning servis itu juga ngapain malam-malam ngepel?

"Bang, kayak besok gak ada hari aja, ngepel malem-malem. Orang mati gak bakal gerak, jadi gak bakal kotor tempatnya, yaelah," ujar Langga seraya mengelus dadanya yang berdetak tak karuan.

ABCD GENERATION [Sequel Of Arjuna]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt