Mami Marah?

67K 4K 1K
                                    

Salsa turun dari mobilnya dan bergegas sambil terus komat-kamit. Mulutnya tak berhenti berceloteh. "Barbarnya diwarisin juga ternyata, heran gue."

Salsa mendongak ke atas. Benar, ini ruang kepala sekolah. Salsa melangkah masuk setelah mengetuk pintu dan mengucapkan selamat pagi. Ya pagi, ini masih pagi loh, tapi jiwa dan raganya sudah sampai di ruangan ini.

"Miiiiii hiksss hiksss." Oke. Pertama, dia disambut oleh tangisan anak perempuannya. Lalu apa lagi?

"Silahkan duduk, Bu." Dia persilahkan duduk oleh kepala sekolah.

"Sebenarnya, apa yang terjadi, Bu? Kenapa anak saya sampai terlibat perkelahian?" Tanya Salsa langsung tanpa harus basa-basi. Salsa bukan tipe yang menye-menye terlebih dahulu, tapi langsung on point.

"Sasa—" Hampir saja anak laki-lakinya itu menjawab pertanyaannya.

"Kamu sudah tujuh tahun Satya, seharusnya sudah tau, pada siapa Mama bertanya kan? Mama sudah ajarkan, apa Satya lupa?"

"Tidak. Maaf, Mam." Tunduknya patuh.

"Jadi begini, Bu. Menurut laporan dari wali kelas dan teman-temannya, Satya terlibat tawuran—"

"Mohon maaf sebelumnya. Maaf saya memotong perkataan anda. Saya pikir, kata tawuran itu kurang cocok untuk mendeskripsikan tindakan anak seusia mereka. Lebih baik pertengkaran, saya rasa lebih baik."

"Oh iya, baik. Satya terlibat pertengkaran dengan kakak kelasnya karena adik perempuannya, Bu. Saya tau kronologisnya dari beberapa saksi mata, namun ada baiknya terlebih dahulu Satya sendiri yang menjelaskan. Itu semua dilakukan agar kita tau, seberapa jujur anak Ibu. Saya tidak memaksa, namun itu hanya saran."

"Baik. Satya, sekarang Mama kasih Satya kesempatan untuk cerita sama Mama."

"Mereka semua gak ada otak, Ma." Oke, Salsa tak percaya bahwa yang berucap demikian adalah anaknya. Gak ada otak, Ma? Oke, Salsa terngiang-ngiang dengan kalimat itu.

"Mereka melecehkan Sasa, Ma. Mereka itu kayak anak SD zamannya Mama, suka buka-buka rok cewek hanya untuk bahan tertawaan. Humor mereka sampah!"

"Wait wait, tau dari mana kamu kalau zaman SD Mama seperti itu?"

"Dari Papa." Oke, dari Papa.

"Terus, apa yang Satya lakukan setelah itu?"

"Sasa nangis karena Sasa malu. Lalu Sasa bilang ke Satya, Satya gak terima. Selama tujuh tahun, Satya belum pernah buat Sasa nangis, kenapa orang lain itu lancang? Satya langsung cari mereka ke kelasnya, setelah ketemu langsung Satya tinju. Satya gentle kok, Ma. Mereka tiga orang, Satya cuma satu."

"Bisa dibicarakan baik-baik, Sayang. Gak harus tinju-tinju gitu ih. Tinju di ring."

"Kata Papa gak apa-apa. Kalau kita memang gak salah, kita boleh kasih pelajaran ke mereka yang salah. Papa bilang, kasih dia paham! Gitu, Ma."

Salsa memejamkan mata dan memijat pelipisnya. Jadi selama ini anak laki-lakinya berhasil berguru pada papanya. Sepertinya semua apa yang keluar dari mulut papanya sudah terserap sempurna oleh seorang Satya Sha Megantara.

"Oke, Mama tau mereka salah. Mereka gak sopan sama adik kamu. Tapi, gak semua hal bisa diselesaikan dengan kekerasan, Sayang. Kamu paham kan?"

"Paham, Ma. Tapi apapun akan Satya lakukan untuk Sasa, dia adik Satya. Satya gak rela Sasa keluar air mata karena mereka. Pertanyaannya, kenapa hanya Satya dan Sasa yang masuk ruang kepala sekolah? Mereka mana? Mereka juga salah. Kata Papa, baik yang salah maupun yang benar tetap harus ada saat diinterogasi seperti ini."

ABCD GENERATION [Sequel Of Arjuna]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن