ABCD

10.2K 1.3K 163
                                    

Marteen mengantar Sasa pulang sampai rumahnya. "Gak usah masuk, kapan-kapan aja," ucapan Sasa baru saja membuat Marteen mengangguk paham. Itu artinya, dia tak diizinkan untuk bertamu. "Bukan apa-apa, tapi nanti malam ada acara di rumah, jadi kamu bertamu pun bakal dikacangin. Kapan-kapan aja kalau free," sambungnya.

Marteen mengangguk paham, "oke, aku antar sampai sini aja ya. Salam buat Papa, Mama, sama Abangmu."

"Iya nanti aku salamin. Makasih traktirannya, aku masuk dulu, bye," Sasa melenggang pergi membawa dua kantung kresek di tangannya. Berhenti sejenak dan menatap Marteen, "hati-hati," lalu melangkah masuk ke dalam rumah.

Betapa kagetnya Sasa, saat dia membuka pintu, Satya langsung berdiri di depannya. "Atatata tahh sakit, Abang ishhh," Sasa mengaduh kesakitan saat telinganya dipelintir oleh Satya.

"Dari mana aja lo? Gue tungguin di gerbang sekolah gak keluar-keluar. Keluyuran dari mana?"

"Dih siapa yang keluyuran. Nih, aku beli makanan buat kalian," ditunjukkan dua bungkusan yang dibawanya. "Lagian lo lama banget, gue tungguin sepuluh menit gak dateng-dateng. Mana gue digodain cowok brengsek lagi."

"Lo diapain? Lo gak kenapa-kenapa kan? Ada yang luka gak?"

"Ih gak usah lebay, gue baik-baik aja. Gue kan jago bela diri. Oh ya, nih dimakan," Sasa menyerahkan makanan itu pada Satya.

"Bedehhh tumben baik pisan adek aku nihhh, jadi makin sayang aku emuahh," Satya mencium pipi adiknya. "Mandi, Sa, habis ini ikut Abang beli camilan buat nanti malam," ucap Satya saat Sasa menaiki tangga.

***

"11 Maret diriku masuk penjara
Awal ku menjalani proses masa tahanan
Hidup di penjara sangat berat kurasakan
Badanku kurus karena beban pikiran
Kita orang yang lemah, tak punya daya apa-apa
Tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor
Andai ku Gayus Tambunan yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya pasti bisa terpenuhi
Lucunya di negeri ini hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah, pasrah akan keadaan, oh-oh,"

Petikan gitar Candra dan merdunya suara Juna, Bayu, dan Dandi selalu terdengar saat mereka semua berkumpul. Mengingat betapa indahnya dulu masa-masa sekolah, membuat onar, tawuran yang menantang dan adu gengsi, muter-muter sekolah, semuanya mereka rindukan. Hanya rindu semacam itu yang tak pernah bisa membawa kita kembali ke masa indah itu.

Orang bilang masa SMA adalah masa-masa yang sangat menyenangkan, masa yang indah, masa sejuta kisah kasih dan cinta. "Inget zaman sekolah dulu, gue jadi kangen nongkrong di rooftop cuk," Candra menghentikan genjrengan gitarnya.

"Kangen Bu Endang," tambah Juna.

"Lu aja gua kagak," Candra langsung menyangkal. "Gua lebih kangen suasananya aja. Gue tanpa beban, meskipun jomblo gue tetep asoy," lanjutnya.

"Gue kangen diteriakin adek-adek dan kakak kelas cuk. Kak Arjunaaaa ganteng banget sih, kak... Junaaaa ahhhh gantengnya--"

"Ya gak pakek ahhh juga, geblek! Ambigu banget jatuhnya," Dandi meneloyor kepala sepupu iparnya itu. Menurutnya Juna sedikit berlebihan. Padahal sepertinya dulu selengket-lengketnya mereka jalan bareng, makan di kantin bareng, dan main bareng di lapangan, gak ada tuh yang teriak-teriak gitu. Itu sih karangan Juna sendiri.

"Jujur ya, di antara kalian berempat, siapa yang mantannya paling banyak?" tanya Saras yang notabenenya beda sekolah.

"JUNAAA!"

Juna menatap mereka semua satu persatu, bahkan istrinya sendiri ikut menunjuknya. Sepertinya mereka semua bersekongkol ingin Juna terlihat berdosa malam ini. "Gak usah fitnah hahaha."

ABCD GENERATION [Sequel Of Arjuna]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang