Dean Sakit

14K 1.6K 168
                                    

"Abang, ih sumpah ya lo gak punya hati banget sih. Bawa Dean ke kantin tapi ditinggal gitu aja, dasar!" Sasa mengikuti langkah Satya masuk ke kelasnya.

"Apa sih, Sa. Orang dia aja gak marah."

"Lo itu sok bijak ya, materi lo oke, tapi praktik lo gatot, gagal total. Bilang jangan menyakiti hati orang lain, tapi baru aja lo buat sakit hati itu cewek. Inget ya, Bang, terkadang kita diam aja bisa buat orang lain terluka, apalagi kayak lo tadi."

"Ya terus gue harus gimana? Minta maaf? Oke iya nanti gue minta maaf sama dia."

"Emang dasar buaya, gampang banget minta maafnya, ntar juga nyakitin lagi."

"Sarapan apa sih lo, ngomel-ngomel mulu." Satya menepuk pelan bibir Sasa dengan tangannya.

[]

Salsa menatap suaminya yang tengah berfokus pada layar laptopnya. Dia ambil ponsel dari dalam tasnya, lalu memotret Juna yang begitu fokus. Terlintas pemikiran yang sangat random di otak Salsa, "Juna, aku masih suka ga nyangka deh kita jadi suami istri. Sumpah ya dulu aku gedeg banget sama kamu, suka banget mengganggu hari-hariku. Tapi sekarang kita punya 2 anak, udah besar-besar, dan ini ada lagi di perut aku."

"Woi lah ngapain liatin aku kayak gitu?"

Lamunan Salsa langsung buyar. Dilihatnya Juna kini menatap dirinya seperti orang aneh. "Apa?"

"Ngapain liatin aku kayak gitu tadi? Serius banget." Ucap Juna. "Terpesona lo sama gue? Yaelah sok-sokan bilang gue udah tua, gak boleh macem-macem, tapi masih aja kesemsem." Pungkasnya.

"Apa sih, Juna. Emang gak boleh lihat suami sendiri? Sombong amat." Salsa menyandarkan punggungnya di kepala sofa. "Lagian tatapanku juga gak mungkin menyedot kegantengan mu, iya kan?"

"Iyain aja kasihan. Eh tapi ngomong-ngomong, tua gini aku masih ganteng gak? Jujur coba."

"Ganteng lah. Buat aku sampai kapanpun kamu itu top banget." Salsa mengacungkan dua ibu jarinya untuk sang suami.

Juna mendekat pada Salsa lalu duduk di sebelahnya. "Sal, jadi inget zaman SMA. Kamu sok-sokan jutek sama aku. Padahal mah aslinya juga seneng kan aku godain gitu? Ngaku deh. Sok-sokan apa sih Juna ihhhh apa sih apa sih, padahal kesenangan kan aku godain?"

"Woi gak usah terlalu PD bisa gak sih? Dulu itu aku bener-bener risih kalo kamu di deket aku. Soalnya kamu orangnya banyak tingkah, playboy pula, aku gak mau tersakiti."

"Emang aku mau nyakitin kamu? Orang enggak kok. Dari awal aku udah punya cita-cita buat bahagia'in kamu."

"Kan kan kan, mulai lemes mulutnya. Dasar buaya! Udah kerja sana, malah ndusel-ndusel." Salsa menjauhkan tubuh Juna darinya.

"Mau, Yang."

Salsa merasakan hawa-hawa tidak enak menyelimutinya. Bencana tengah mengelilinginya. "Udah gak usah aneh-aneh, Arjuna Megantara. Kamu lanjutin kerjaannya, jangan banyak tingkah, malah gak selesai-selesai itu nanti."

"Cium bentar, biar aku semangat." Juna menarik tengkuk Salsa mendekati wajahnya. Diciumnya bibir merah muda dengan aroma khas stoberi itu.

"Jun—mppph."

"Bisa diem aja gak sih kalo dicium itu ih. Orang bentar doang masa gak boleh, pelit amat. Gak akan aku habisin itu bibir, masih utuh tenang aja."

Salsa sudah kepikiran sebelumnya. Kalau Arjuna Megantara berkata 'cuma sebentar' itu artinya gak tau waktu. Tapi kebalikannya, kalau dia bilang 'bakal lama' belum satu menit pasti selesai.

Salsa memukul-mukul dada suami nakalnya itu agar berhenti mengecup bibirnya berulang-ulang. Juna terus mendorong tubuhnya hingga Salsa kini terbaring di bawahnya, di atas sofa.

"Astaga³ kalian ini berdosa banget."

Juna dan Salsa langsung kaget dong. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Saras ada di balik pintu sana. "Lo yang berdosa anjir. Masuk gak ketuk pintu dulu." Juna terlihat sensi.

"Ya maaf."

"Permintaan maaf tidak diterima. Gue merasa terganggu. BANGET. Sekarang, lu mau apa?" Juna bersikap layaknya dia bukan sebagai bos, dan Saras bukanlah sekretaris, tapi teman biasa.

"Ini nih, ada berkas yang harus pak Bos tanda tangani."

"Taruh meja aja, sekarang keluar, jangan ganggu lagi. Kalo perlu, kasih plang di depan pintu tuh, gak boleh ada yang masuk, bos lagi sibuk."

"Sibuk nganu sama istrinya?"

"Saras ih." Salsa geli mendengarnya.

"Iya iya gue keluar hahaha, lanjutin." Saras menutup pintunya kembali setelah meletakkan file di atas meja kerja bos-nya.

[]

Jam istirahat pertama, Sasa mengajak Satya untuk ikut bersamanya ke kantin. Sebenarnya Satya kurang minat ke kantin, dia ingin ke kelas Ranti untuk melakukan pendekatan diri. Namun adiknya yang satu ini begitu memaksanya untuk ikut.

"Ini kenapa tangan gue digandeng terus sih?" Tanya Satya, pasalnya dari tadi Sasa terus menggandeng lengan kiri abangnya.

"Nanti Abang kabur."

"Yaelah, gak bakal—"

Belum juga Satya merampungkan kalimatnya, suara cempreng terdengar dari balik badan mereka. "Megantaraaaaa!"

"Astagfirullah tiga tiga kali." Satya mengelus dadanya, kaget akan teriakan legend itu.

"Kenapa sih, Bu? Suka banget teriak-teriak dari jauh? Mendekat dulu gitu loh, baru ngomong."

"Jangan gandengan tangan seperti ini. Bukan muhrim."

"Ibu lupa kalo saya sama Satya adik kakak?"

"Gak lupa, sorry to say, but saya gak pikun. Saya tau kalau saudara kandung, saudara kembar, saudara kandung, tapi ya jangan pegangan tangan gini. Gak sopan!"

"Iyain aja soalnya umur gak ada yang tau." Satya mencoba berbicara se-pelan mungkin, tapi telinga ibu gurunya itu masih berfungsi dengan baik.

"APA KAMU BILANG?!"

"IBU CANTIK BANGET." Karena refleks aja sih, Satya juga ikut berteriak lantang.

"Mau ke mana?" Tanya guru itu.

"Kantin."

"Habis dadi kantin ke BK!"

Setelah itu, guru yang terlihat separuh umur itu meninggalkan mereka. "Ingat jangan gandengan tangan lagi!"

ABCD GENERATION [Sequel Of Arjuna]Where stories live. Discover now