Bagian 13

129K 13.5K 2.8K
                                    

"Eh, gimana kemarin? Lo kayanya makin lengket aja sama Ka Gara." Mentari menahan senyum mendengar ucapan temannya. "Lo keren banget tahu, Tar. Baru pindah ke sini langsung dapetnya Most Wanted sekolah kita," ucap temannya lagi antusias sekaligus takjub.

Perkataan penuh godaan itu membuat Mentari menunduk dengan semburat merah menghiasi wajahnya. Saat ini mereka sedang berada di toilet setelah mengganti baju seragam dengan pakaian olah raga.

Tetapi kemudian Mentari menghela napas. "Aku nggak yakin," Dia menggigit bibir bawahnya. "Setiap aku ada di samping Kak Gara, aku selalu ngerasa nggak pantes buat dia." Mentari mendongak menatap sahabatnya, Gina, dengan raut wajah sendu.

Gina menghela napas mendengar ucapan tidak percaya diri Mentari. "Jangan pesimis gitu dong, Tar. Lo ingetkan kejadian di kantin pas kak Gara ngakuin lo sebagai pacarnya di hadapan banyak orang. Kalau dia ngerasa lo nggak pantes, Kak Gara nggak mungkin ngelakuin hal kaya gitu."

"M-Menurut kamu Kak Gara beneran suka sama aku?" tanya Mentari memerah dan gugup.

Anggukan tegas Gina membuat jantung Mentari berdetak cepat. "Jelas! Siapa yang nggak suka sama lo, Tari. Lo itu cantik, baiknya kebangetan, pintar juga, cowok mana yang nggak mau coba." Gina tertawa meledek diakhir kalimatnya.

Senyum malu-malu terbit di bibir Mentari. Tidak bisa dipungkiri kebersamaannya dengan Gara belakangan ini membuat sesuatu muncul tanpa bisa dicegah. Mentari akan merasakan jantungnya berdetak tak terkendali ketika berdekatan dengan Gara. Dia suka ketika mereka menghabiskan waktu bersama meskipun tidak selalu ada pembicaraan yang berarti.

Mentari menghembuskan napas kasar melihat pantulan dirinya di cermin. "Tapi, kadang-kadang aku ngerasa nggak enak sama Kak Seyra, Gin. Selama ini aku berusaha buat deket sama dia, karna masalah ini Kak Seyra malah makin benci sama aku." Mentari tersenyum miris.

Gina berdecak, malas sekali mendengar nama Seyra. "Mentari, berhenti peduliin dia! Toh, selama ini dia juga nggak pernah mikirin lo sedikit pun." Tangan Gina mengusap pundak sahabatnya. "Sebelum lo pindah ke sekolah ini Ka Gara emang udah nggak suka sama Ka Seyra. Bukan salah lo, Tar. Kalau Ka Gara malah sukanya sama lo bukan sama dia," jelas Gina. Seluruh warga sekolah menjadi saksi bagaimana Gara terus menerus mendorong Seyra mundur entah dengan cara halus maupun kasar.

Mendengar ucapan Gina, tidak membuat aura murung Mentari menghilang. "Aku udah berusaha ngeyakinin semua ini bukan salah aku. Tapi tetap aja, setiap ngeliat betapa besarnya perasaan Kak Seyra. aku selalu ngerasa bersalah," ucap Mentari pelan.

Gina melihat temannya kasihan. Mentari itu terlalu baik untuk terluka, gadis itu selalu mengutamakan orang lain sebelum dirinya sendiri. "Rasa bersalah lo ini cuma buat lo makin menderita, Tari. Jangan selalu ngalah sama dia. Dia nggak pernah peduli sama lo, sekali-kali jadi egois buat kebahagian lo sendiri itu nggak papa, Tari." Gina berkata seperti itu untuk menyadarkan Mentari bahwa terlalu baik kepada orang lain tidak selamanya baik. 

Sejak Mentari menginjakan kaki di sekolah ini entah sudah berapa kali Seyra merundung gadis malang itu, padahal Mentari tidak pernah berbuat salah. Apalagi setelah kedekatan Mentari dengan Gara, Seyra semakin menjadi-jadi.  Namun, setelah semua itu, tidak sedikit pun Mentari membenci Seyra dia malah selalu membela Seyra ketika semua orang menyalahkan gadis itu.

Gina menghela napas panjang kemudian kembali berucap. "Lagian, wajar selama ini Kak Gara nggak pernah ngerespon dia. Lo bayangin aja mana ada cowok yang mau sama cewek jahat, arogan, kasar, dan nggak berperasaan macem Kakak tiri lo itu. Cowok normal pasti nggak akan mikir dua kali langsung milih kabur dari pada harus sama dia." Ucapan ceplos Gina membuat Mentari mendongak kaget.

"Gina aku nggak suka ya kamu ngomong kaya gitu tentang kak Seyra, tegur Mentari tidak suka.

Gina memutar bola mata malas. "Emang gitu 'kan kenyataannya."

Mentari mengerutkan dahinya lalu menggeleng tegas. Dia kembali siap membuka mulut untuk memperingati Sahabatnya. Namun, suara decitan pintu yang terbuka dari salah satu bilik toilet membuat Mentari menutup bibirnya dengan ekspresi kaku.

"K-Ka Seyra." Mentari mengerjap kaget. Melihat orang yang keluar dari balik pintu toilet itu.

Seyra berdiri santai membenarkan baju seragamnya yang sedikit kusut. Ia mendongak kemudian tersenyum tipis ketika melihat dua orang gadis yang menatapnya dengan ekspresi horor seolah sedang melihat hantu.

"Oh, Hai!" Sapa Seyra dengan senyuman lebar yang cantik, tapi mampu membuat ke dua gadis itu menahan napas.

Mentari berdiri cemas melihat Seyra mulai melangkah mendekat ke arah mereka, mata Seyra menatap intens Gina yang sedang berdiri kaku. Seyra pasti mendengar semua pembicaraan mereka terutama ucapan terakhir Gina. Mentari melirik Gina yang juga menatap Seyra dengan sedikit ketakutan disana.

Dengan kaki gemetar, Mentari melangkah menghadang Seyra yang semakin mendekat pada Gina. "Kak Seyra! I-Ini salah aku, aku minta maaf. Gina nggak bermaksud bilang kaya gitu, aku ... kita minta maaf, Kak," Mentari berdiri di tengah-tengah antara Seyra dan Gina.

Gina meremas tangannya mendengar Mentari berulangkali mengucapkan permintaan maaf berusaha melindunginya.

Dengan sedikit keberanian Gina menatap Seyra penuh permusuhan. "Mentari stop! Kita nggak salah apa-apa, lo nggak usah minta maaf sampai kaya gitu. Semua yang gue ucapin itu emang fakta!" Gina menarik lengan Mentari agar menyingkir, dia menatap Seyra yang masih berdiri santai dengan seulas senyum kecil di bibirnya.

Mentari menggeleng panik pada Gina,berusaha mencegah apapun yang akan diucapkan sahabatnya. "Gina
...," panggil Mentari dengan suara memelas.

Kaki Seyra kembali melangkah mendekat ke arah Gina. Tepat saat mereka berhadapan, tangan Seyra terulur melewati tubuh Gina untuk mengambil tisue yang terletak di belakang tubuh Gina.

Seyra mengangkat tisu-nya di depan wajah Gina sambil tersenyum miring. Gina tertegun. Seyra mengalihkan tatapannya pada Mentari yang masih terlihat cemas. "Ada baiknya lo dengerin kata temen lo ini. Jangan terlalu banyak minta maaf kalau emang ngerasa nggak salah. Kadang-kadang kata 'Maaf' nggak selalu nyelesain masalah, bisa jadi malah tambah bikin masalah," ucap Seyra tenang membuat Mentari terdiam.

Kemudian Seyra memiringkan kepalanya menatap Gina. "Lo..." Mata Seyra bergulir melirik name tag di seragam gadis itu. "Regina Haspari." Seyra mengeja nama lengkap Gina sambil mengangguk-ngangguk.

Kemudian mundur selangkah, "Jangan kaget, kalau nanti pacar lo manggil gue sayang," ucap Seyra tersenyum smirk.

Mendengar itu, sontak mata Gina menyala marah. "Maksud lo apa, Ha! Lo mau ngerebut pacar gue!" Sentak Gina sambil menunjuk-nunjuk Seyra. 

"Gina, please kamu jangan kaya gini." Mentari berusaha menahan tangan temannya yang akan menyerang Seyra.

"Why not?"  Seyra kembali bersuara sambil Mengangkat alis, terlihat menyebalkan.

Gina tertawa sinis. "Setelah sekian lama nggak pernah dilirik Kak Gara sekarang lo beralih ke pacar gue! Ternyata omongan kak Raven nggak sepenuhnya salah, lo cuma cewek murahan yang suka ngerebut kebahagian orang lain!" tunjuk Gina dengan emosi yang menggebu.

"Gina!" Sentak Mentari takut dengan omongan Gina yang akan semakin memancing Seyra.

Seyra malah terkekeh kecil kemudian menepis kencang telunjuk Gina. "Kenapa? Kelihatannya lo takut banget cowok lo gue ambil, hm? Nggak usah takut, tenang aja, lo sendiri yang bilang cowok normal nggak akan mau sama gue," ucap Seyra tanpa ekspresi yang berarti.

Seyra berjalan melewati ke dua gadis itu, dia berhenti tepat di samping Gina lalu berbisik pelan. "Pastiin aja, cowok lo harus selalu normal." Seyra tersenyum culas lalu melangkah pelan meninggalkan mereka.

Gina merapatkan bibirnya dengan mata merah. Seluruh badannya kaku, tangannya terkepal menahan emosi.


-------

Another Seyra! Antagonist Girl [End]Where stories live. Discover now