Bagian 18

109K 16.3K 3.7K
                                    

Part ini khusus untuk menceritakan permasalahan keluarga Seyra. Jadi, disini nggak ada Gara atau Adam.

Love u

_____

Saat ini Seyra dalam perjalanan pulang dengan Pak Imran sebagai supirnya. Wajah gadis itu masih kusut mengingat kejadian dilapangan tadi. Sedari dulu Seyra memang tidak pernah tahan panas. Jika terlalu lama berada di bawah sinar matahari ia akan merasa pusing dan lemas. Saat dilapangan tadi sejujurnya dia cukup kesal dibentak di depan umum oleh Gara, ia malu dan tidak suka melihat tatapan kasihan dari teman-teman sekelasnya. Jika saja situasi dirinya baik-baik saja mungkin ia sudah membentak balik Gara. Cowok itu entah kenapa tidak ada seharipun tidak membuatnya emosi.

Kenapa bisa Seyra asli bisa menyukai cowok menyebalkan seperti itu. Gara, selain kaya dan tampan, selebihnya minus. Jika tidak menuduhnya yang tidak-tidak dia pasti akan mengejeknya dan mengatakan hal yang buruk tentangnya, seolah cowok itu memang ditakdirkan untuk membuatnya kesal setengah mampus.

Seyra tahu, cowok itu marah kerena ia telah membuat Mentari pingsan, tapi Seyra tidak melakukan itu dengan sengaja ia mana tahu bola voli itu akan mengenai Mentari. Terlebih, ia bukan Seyra asli yang akan melakukan perbuatan buruk untuk membuat Mentari menderita kerena menghalangi cintanya pada Gara. Ia tidak pernah mencintai Gara atau mengingin cowok itu untuknya. Ia juga tidak sekurang kerjaan itu mencari masalah dengan Mentari selama gadis itu tidak mengganggunya. Tujuannya saat ini adalah bertahan hidup bukan memikirkan masalah percintaan yang semu.

Sesampainya di rumah Seyra sudah disuguhkan penampakan Damian yang sedang duduk diruang tamu. Sepertinya sengaja menunggunya pulang, terlihat dari gerakan tubuh lelaki paruh baya itu yang langsung berdiri dari duduknya setelah melihatnya masuk.

Seyra menghela napas panjang ketika mendapat tatapan tajam dari Damian, sepertinya ini akan cukup melelahkan.

"Papi benar-benar nggak habis pikir sama kamu, Seyra."

Damian melangkah mendekat dengan suara beratnya yang membuat Seyra memalingkan wajah.

"Kenapa kamu nggak bisa membiarkan Mentari tenang, Seyra.  Kalau kamu kecewa sama Papi jangan kamu lampiaskan sama dia!" Damian berucap dengan nada marah.

Seyra mengerti, ini masih masalah yang sama mengenai Mentari yang terkena lemparan Bola-nya.

Dia tersenyum kecut, "Aku nggak sengaja." kata Seyra tanpa menatap wajah Damian. Entah kenapa ia selalu muak jika terlalu lama menatap wajah lelaki paruh baya itu.

"Nggak sengaja? Selalu itu yang kamu jadikan alasan. Ini bukan pertama kalinya Seyra! Sebelumnya Mentari yang membiarkan kamu begitu saja, dia yang memohon pada Papi untuk tidak memarahi kamu. Tapi apa yang kamu lakukan, bukannya intropeksi diri kamu malah semakin menjadi." Marah Damian hingga suaranya menggema memenuhi ruangan.

Seyra membasahi bibirnya yang kering, ia kembali menghela napas. "Dan selama itu, sekalipun Papi nggak pernah percaya sama aku." Seyra menatap Damian dengan dahi mengkerut. "Semua alasan yang aku kasih, nggak ada satupun yang Papi percaya entah itu benar atau salah. Papi nggak pernah mau coba percaya sama aku, sedikitpun. Baik buruknya aku cuman ada satu kesimpulan di mata Papi, aku hanya orang yang paling bersalah." Seyra menatap Damian dengan eskpresi datar.

Damian terdiam untuk sesaat. Dia kemudian kembali berucap. "Papi menyalahkan kamu bukan tanpa alasan, Seyra! Berulang kali kamu berusaha mencelakai Mentari, dan Papi tahu itu dilakukan dengan sengaja. Papi nggak bisa membela orang yang salah sekalipun itu Putri Papi sendiri. Bagaimanapun Mentari anak Papi saudara kamu, kalian berdua mempunyai tempat yang sama di hidup Papi." ucap Damian dengan suara rendah.

Another Seyra! Antagonist Girl [End]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz