#15 Kekhawatiran Zefano

2.1K 230 19
                                    

"Akhhhhhhhhh!" jerit Aya.

"Non Aya!"

Melihat majikannya tergelinding dari tangga, membuat Bi Lala bergegas menghampiri dengan hati hati karena memang lantainya masih licin.

"Aw, bi kaki Aya sakit!" ringis aya disertai isakan. 

Terlihat jelas bahwa tangan Aya penuh goresan dan sedikit darah akibat bersentuhan dengan lantai tangga.

Namun untung saja kepala aya tidak sedikitpun mengeluarkan darah, hal itu terjadi karena dengan sigap Aya melindungi kepalanya dengan tangannya. 

"Non ini teh gimana? Maaf bibi gak bilang bilang kalau mau ngepel."

Bi Lala merasa berasalah melihat  majikannya mengaduh kesakitan seperti ini.  Andaikan ia bilang dari awal kalau mau mengepel, dan tidak ikut mengepel tangganya pasti ini semua tidak akan terjadi.

"Bi, kaki Aya sakit sekali, tangan aya juga perih."

"Kita ke kursi aja ya non, diselonjorin disana."

Bi Lala menbantu Aya untuk berdiri, sedangkan Aya hanya pasrah saja.  Namun saat sudah berdiri Aya kembali menjatuhkan tubuhnya ke lantai. 

"Gak bisa, kaki Aya sakit bi."

Aya terisak merasakan kakinya yang teramat sangat sakit. Ia tak bisa melangkah sebab rasanya berat sekali melangkahkan kakinya ini.  Namun jika dilihat kaki Aya sama sekali tidak mengeluarkan darah. 

"Aduh non, tahan atuh ya.  Bibi telfonin Aden Zefano aja ya, dia kan dokter."

Tanpa menunggu persetujuan Aya, Bi Lala sudah lari mengambil telepon rumah dan menghubungi Zefano.

*****
Zefano tersenyum dengan memandang kotak makan yang telah tandas isinya itu. Ia senang dibawakan bekal seperti ini, serasa diperhatikan istri.

Zefano mengira Aya tak pintar memasak, namun dugaannya salah, justru masakan yang Aya buat selalu enak dan rasanya sangat pas dilidahnya yang lumayan pemilih.

"Kamu tahu gak Ay, kamu itu gemesin dimataku, dan satu juga yang belum kamu ketahui..."
Zefano menjeda monolognya. 

"Aku mencintaimu."

Setelah mengatakan itu Zefano kembali tersenyum tipis.  Entahlah Zefano tak tahu pasti kapan rasa itu hadir dalam hatinya. 

Senyum Zefano terlihat lebih lebar saat mendapati hpnya berbunyi dan tertera nomor rumah yang menelfonnya.  Ia yakin ini pasti Aya yang menelfonnya, yah paling untuk menanyakan bekalnya sudah dimakan apa belum.  Eh tapi apa Aya segabut itu kah?

"Halo."

"Halo den ini bibi, itu den non Aya... "

Suara bi Lala nampak ngos ngosan dan terbata bata.  Namun Zefano mengernyit bingung kenapa pembantunya bersikap demikian seraya menyebut nama istrinya. 

"Aya kenapa bi?"

"Non Aya jatuh dari tangga den, kakinya sakit gak bisa digerakin!"

Bagai disambar petir disiang bolong, orang yang sedang dirinya pikirkan sedari tadi ternyata sedang terluka sekarang. 

"Fano pulang sekarang," putus Zefano dengan hendak menutup teleponnya, namun tertunda karena ucapan bibi yang disebrang. 

"Gausah pulang den, Aden sebaiknya tunggu aja dirumah sakit tempat aden kerja dan urus berkas pendaftarannya,  biar bibi dan Pak Kardi yang bawa Non Aya kesana."

Akhirnya Zefano menyetujui ucapan pembantunya itu.  Setelah memutuskan sambungan telephone, dengan segera Zefano menuju tempat administrasi dan pendaftaran dirumah sakit ini.

TAKDIRWhere stories live. Discover now