Bagian 08 || Amira?

34.8K 2.8K 47
                                    

Arsha meneguk ludah, guna melancarkan tenggorokannya yang tercekat. Juga membasahi bibir atasnya.

"N-Nana?" satu kata itu berhasi terlontar dari mulutnya.

Benarkah, dia adalah Nananya? Bukankah, dia sudah pergi untuk selamanya?

Perempuan itu mengernyitkan dahinya bingung.

"Nana, siapa?" tanyanya.

"K-kamu beneran Nana? Anara Maurendarhyna?" tanya Arsha memastikan.

"Saya bukan Nana, saya Amira Laurence Athala. Maaf, saya buru-buru, permisi." perempuan itu berlalu begitu saja. Meninggalkan Arsha yang masih tercengang.

Benarkah bukan Nana? Kenapa parasnya 99% mirip dengan Ana?

'Tidak mungkin antara Ana dan Amira tidak memiliki hubungan darah. Di dunia ini tidak ada kemiripan yang benar-benar mirip, kecuali ... kembar identik,'

"Bima ... ya, dia pasti bisa membantu."

***

Dua orang laki-laki yang seumuran itu tengah berbicara serius di sebuah apartemen. Ya, apartemen milik Bima. Sahabat sekaligus bawahannya yang sangat ia percaya. Keduanya memang akan berbicara informal jika di luar kerjaan.

"Sumpah, ini mah emang mirip pake banget sama sih Ana!" pekik Bima, setelah melihat rekaman cctv, yang sempat Arsha pinta, setelah kejadian tadi.

"Oke, berhubung lo udah liat videonya, lo tahukan harus berbuat apa?" Arsha mengangkat sebelah alisnya.

"Yoi. Jelas tahu, gue bakal stalker ampe ke akar-akarnya. Siapa tadi namanya?"

"Amira Laurence Athala." ucap Arsha dengan senyum tipisnya.

"Ekhem, namanya bagus. Btw Lo ... juga suka sama tuh cewek? Parasnya 'kan juga mirip banget sama sih Ana,"

"Bagi gue, gak ada yang bisa gantiin posisinya Nana di hati gue, bahkan jika ada 1000 orang yang menghadap ke gue dengan tampang yang sama, tetap gak bisa. Nana terlalu spesial." ucapnya dengan senyum sendu. Sungguh cinta pria itu memang terlalu besar untuk gadisnya. Terdengar lebay memang, tapi itulah kenyataannya, bertahun-tahun pun belum sama sekali berniat untuk muveon, bahkan fotonya masih terpajang apik di salah satu ruangan di rumahnya.

"Kalo boleh jujur, gue ngerasa ada sedikit beban yang hilang dari hati gue setelah ngeliat dia, mungkin karena dia mirip sama Nana, rasa rindu gue sedikit terobati,"

"Belajar menerima kenyataan bro, ikhlas bukan berarti harus melupakan, gak ada yang nyuruh lo menghapus perasaan lo buat Ana, yang penting lo mau memberi sedikit ruang di hati lo bagi orang yang benar-benar bisa bikin lo melupakan apa itu artinya luka, udah cukup. Don't get too caught up in the pain you feel." Bima menepuk pelan pundak sahabatnya dari zaman SMP itu. Memberi sedikit pencerahan, agar tak terlalu larut dalam masa lalu.

"Thanks, oh ya. Gue kasih lo waktu sampai besok pagi, buat dapetin info detail nya. Gak ada negosiasi,"

"Siap, sebelum besok pagi juga, gue pasti udah dapetin apa yang lo mau." ucapnya dengan mengangkat sedikit kepala, bermaksud menyombongkan diri.

"Sombong amat!"

"Ehh, sirik ae lo. Btw hubungan lo sama sih bitch itu gimana? Gak ada niatan mau cerein dia gitu?"

"Biasa aja, gue tetep anggap dia benalu di hidup gue. Bahkan rasa benci gue ke dia gak kurang sedikitpun, cuma gue sempet ngerasa kasihan aja beberapa waktu lalu." ucap Arsha seraya meminum minuman soda di tangannya.

"Kasihan kenapa? Cerita dong, jangan-jangan lo udah mulai suka lagi sama cewek kampungan itu?"

Cleank!

ARSHAWA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang