Bagian 30 || Saya Bilang Pergi!

53.1K 3.5K 49
                                    

Vote dulu sebelum baca. Hayuks, cuma satu detik buat mencet tuh bintang :*
Btw, kalo lupa alurnya, baca ulang bab sebelumnya. Okay?



Hanya tatapan kosong yang ada. Air mata luruh tanpa isaknya. Tangannya masih menggenggam tangan yang terasa dingin itu.

"Kenapa belum bangun juga ...?" ia menenggelamkan wajahnya, pada lipatan tangan sebelah kirinya. Menangis disana.

"Kamu belum pergi, aku yakin itu. Kamu pasti cuma bobo sebentar doang kan? Iya, kan? Kamu capek sama aku, makanya bobo terus dan gak mau natap aku ya?" suara serak khas baru nangisnya, teredam di bawah sana.

'Ya rabb, jika kali ini kau mengembalikannya pada ku lagi, aku janji ... aku tak akan melakukan hal bodoh itu kembali,' batin laki-laki itu.

Satu menit setelah itu, ia merasakan pergerakan pada tangan yang di genggamnya. Ia mengangkat kepalanya, ketika mendengar lirihan pelan di ucapkan gadis di depannya.

"H-Hanawa ..." raut bahagia terpancar di wajahnya. Dengan buru-buru, ia keluar memanggil dokter.

"Arsha, kenapa?" tanya Gevano heran pada anaknya. Ia baru kembali dengan kakek Arya, setelah membawa istri mereka istirahat karena pingsan.

"Hanawa bangun, Pah, Kek. Dia belum meninggal." ucapnya menggebu dengan senyum yang merekah. Setelah mengucapkan itu, ia berlari kembali di sepanjang koridor, berteriak tanpa malu memanggil dokter.

Sedangkan dua laki-laki yang baru datang itu, memasuki ruangan gadis yang masih lemah itu, untuk melihatnya. Raut bahagia juga tampak di wajah mereka.

Tak lama kemudian, dokter yang menangani gadis tadi kembali memasang stetoskop nya. Mengecek keadaan gadis itu. Tak lupa di bantu beberapa suster.

Ketiga laki-laki yang menunggu jawaban atas keadaan gadis itu di suruh keluar dulu. Dengan terpaksa mereka mengiyakannya.

"Ada apa?" tanya Andre heran, melihat kegugupan semua orang yang menunggu di ruang ICU itu. Ia baru kembali dari toilet, membersihkan diri.

"Nawa masih hidup. Dia belum meninggal," jawab Gavino. Mendengar itu Andre turut bahagia. Ia duduk di bangku sana, ikut menunggu kabar dari dokter.

Beberapa saat, yang di tunggu akhirnya tiba. Dokter keluar dari ruangan itu. Segera mereka bergegas menghampiri.

"Bagaimana dok?" tanya Arsha tak sabaran.

"Alhamdulillah. Ini keajaiban yang di beri Allah untuk kita semua. Detak jantung pasien kembali berdetak, walaupun lemah. Benturan hebat pada dada dan kepala membuat ia membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk sadarkan diri. Saat ini pasien masih dalam proses pemulihan. Kita tunggu hingga satu minggu, jika ia masih belum sadar, kami akan menindaklanjuti kembali,"

Mereka menghela nafas lega mendengar itu, tak ayal juga masih khawatir. Bagaimana jika sampai seminggu, gadis itu tak sadarkan diri? Haish! Over thinking melanda mereka.

"Apa kami boleh masuk, dok? Kami ingin melihat keadaannya sendiri,"

"Untuk saat ini, hanya boleh satu atau dua orang yang masuk. Itupun sesuai jam besuk,"

"Masih ada yang ingin di tanyakan?" tanya dokter itu. Semua nya menggeleng, sebagai jawaban.

"Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu. Permisi." dokter itu melenggang, pergi untuk mengecek keadaan pasiennya yang lain.

"Tunggu." Arsha menghentikan langkahnya, ketika pundaknya di tahan oleh papanya, saat ia hendak memasuki ruangan istirnya.

"Ada apa, pah?"

ARSHAWA [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora