Bagian 31 || Kehidupan Nawa

44.3K 2.8K 77
                                    

Arsha berdiri kaku di depan ruang ICU, dengan tatapan nanar. Niatnya, hanya ingin menjenguk gadis itu, dan pergi setelah memastikannya. Tapi, melihat gadis itu terbangun, ia lupa, jika ia harus menghindar untuk sementara waktu.

Istirnya berhasil di tenangkan, dan kini tak sadarkan diri karena di beri suntikan penenang. Ia tadi begitu histeris, hingga dokter dan suster datang untuk menanganinya. Ia terpaksa pergi, sebelum semuanya semakin memburuk.

Menghela nafas berat, ia tersenyum tipis dengan sorot mata sendu. Entah apa yang di fikirkannya. Setelahnya, ia pergi dari tempat itu. Tak lupa mengenakan kembali, masker hitamnya.

Ia memasuki mobil, yang baru di belinya, dengan uang sendiri. Bersiap untuk pulang ke apartemennya. Namun, belum sempat ia menginjak pedal gas, handphone miliknya bergetar, pertanda ada pesan masuk.

+62823*******1

~Send a photo

What kind of death do you want, for him. Hm?

Begitulah isi pesan tersebut, di lengkapi dengan sebuah foto. Arsha melihat dengan jelas, siapa yang berada di foto itu. Setelahnya, ia mengepalkan tangan. Giginya bergeletuk. Masalah apa lagi ini?! Siapa pengirim pesan itu?!

Dengan segera, ia mencari nomor seseorang di handphone miliknya. Setelahnya, langsung saja ia mendial nomor tersebut.

"Dimana anda sekarang?"

["..."]

"Ya,"

["..."]

"Tentu. Tapi tidak saat ini." ucapnya, dengan mematikan telpon sepihak. Setelahnya, melajukan mobilnya kembali dengan tujuan awal.

Ia lelah, dan masalah terus-terusan mendatanginya. Bagaimanapun, ia harus bisa menyelesaikan semuanya sendiri, tanpa harus menghilangkan nyawa siapapun. Terutama sosok yang nyawanya saat ini sedang terancam.

Ia juga takut. Ia takut gadis yang menjabat sebagai istrinya itu, malah salah paham, dan semakin membuat segalanya runyam.

Ia juga akan menyuruh Bima, untuk mencari psikiater yang terbaik untuk pemulihan trauma istirnya. Bagaimanapun, ia ingin semuanya baik-baik saja dengan segera.


***

Lima tahun yang lalu ...

Seorang gadis yang masih berumur tiga belas tahun itu, terduduk di kursi depan rumahnya yang sederhana. Peluh mengalir dari keningnya.

Penampilannya kotor, karena sehabis dari sawah, dan berkebun, membantu bapaknya. Ia memijat pelan, betisnya yang terasa pegal. Ia berniat untuk segera mandi dan shalat ashar, setelah melepas penat sebentar.

Lima menit telah ia duduk di sana, seorang diri. Merasa waktu ashar yang sangat mepet, ia beranjak untuk mandi dan shalat. Setelahnya, ia akan makan. Sungguh, ia sangat lapar, makan pun hanya tadi pagi. Dengan ubi rebus pula. Itu sama sekali tak mengenyanginya hingga tibanya waktu malam. Sekolah pun, ia tak di beri uang untuk jajan. Perutnya kosong sejak siang.

Lima belas menit sudah, ia habiskan untuk mandi dan shalat, kini ia sudah terlihat segar dengan penampilan yang lebih baik dari sebelumnya.

Rok panjang warna cream dengan baju kaos hitam panjang, juga hijab segiempat. Membuat seorang perempuan yang baru saja melewatinya mendengus dan tersenyum remeh.

"Masih aja, sok kayak gitu. Ini di rumah, bukan di luar. Lepas kek tuh jilbab, gak panas apa?"

Nawa tersenyum menanggapi pertanyaan itu. Lalu ia menggeleng. "Enggak kok, mbak. Gak panas sama sekali."

ARSHAWA [END]Where stories live. Discover now