Bagian 41 || Pesawat Dan Tragedi

33.8K 2.5K 70
                                    

Nawa bangkit, dari duduknya. Begitupun dengan Azzam, juga Eca. Ketiganya berjalan ke tepian, terduduk di atas pasir dengan pakaian yang basah.

Menunggu matahari yang sebentar lagi benar-benar akan tergantikan oleh sinar bulan.

"Eca, dingin gak?" tanya Nawa, pada gadis kecil yang berada di tengah-tengah mereka.

"Dikit," jawab Eca.

"Mau pulang aja, gak? Nanti masuk angin lagi," Eca mengangguk mendengar itu. Dirinya juga sudah merasa letih.

"Mau saya anterin?" Azzam menyeletuk, di antara obrolan kedua perempuan itu.

Nawa menggeleng, menjawab itu. "Gak usah, kak. Aku bawa motor kok."

Azzam mengangguk mendengar itu. Niatnya ingin bertanya di mana tempat gadis itu tinggal, ia urungkan. Ia teringat untuk tidak masuk terlalu dalam lagi, pada kehidupan gadis itu. Ia tak ingin, jatuh terlalu dalam lagi, hingga akhirnya, ia jauh lebih tersakiti lagi.

Mereka bangkit, berjalan bersisian dengan keheningan yang melanda. Azzam pun baru tersadar, mengapa ia bisa seperti tadi? Tertawa lepas bersama gadis itu, dan melupakan sejenak tujuannya, untuk menghindari sosok yang masih mengisi relung hatinya.

Nawa menatap lamat, punggung, sosok yang baginya sangat familiar di depan sana.

'Gak mungkin. Om Arsha gak mungkin, ada disini.' batinnya, dengan kepalanya yang sedikit mengangguk.

"Mbak Nawa, ayo. Mau kemana? Motornya kan disana." ujar Eca, dengan menunjuk arah terparkir nya motor.

"Eh, iya. Ayo,"

"Kita duluan, ya kak,"

Azzam mengangguk mendengar itu. "Fii amanillah."

***

"Mbak duluan, ya Ca,"

Eca mengangguk mendengar itu, "Makasih mbak, besok ajak Eca main lagi ya."

"Sip, mbak pergi dulu ya, takut magribnya habis." mendapat anggukan, Nawa segera menjalankan motornya, pulang kerumah.

Membersihkan diri, dan melakukan kewajibannya, serta membaca Al-Qur'an, Nawa segera kembali pergi, kerumah sakit. Entah kenapa, ia merasa resah.

Jantungnya entah kenapa berdebar dengan tidak enak, seakan ada hal buruk yang akan terjadi. Fikirannya pun tak luput dari Arsha, sejak tadi.

Entah ke berapa kalinya, ia menghela nafas berat. Membaca bismillah, ia segera menjalankan motor matic milik bapaknya.

Dua puluh menit, ia telah sampai. Berjalan di koridor, dengan menatap sekeliling, ia berhenti di pintu ruang rawat bapaknya.

Melewati tirai lain yang berisi pasien lainnya juga, ia berhenti di tirai yang tertutup, milik bapaknya.

Mengucapkan salam dengan pelan, ia melihat bapaknya yang sedang tertidur. Dengan ibunya yang juga turut tertidur, di bangku samping brankar.

Meletakkan rantang berisi makanan yang tak lupa ia bawa tadi, ia memilih untuk duduk di taman rumah sakit umum disana. Ia takut mengganggu tidur kedua orang tuanya.

Dengan handphone yang menyala, menampakkan foto seorang laki-laki dengan kemeja biru tua, yang dua kancing atasnya di buka. Lengan sikunya yang di gulung hingga siku, juga celana bahan hitam. Raut wajahnya yang datar, dengan rambut yang sedikit acak-acakan.

ARSHAWA [END]Where stories live. Discover now