Bagian 48 || Istri Bukan Keponakan

42.8K 2.6K 112
                                    

Nawa bersimpuh di depan sebuah gundukan tanah, dengan tangan yang memegang erat surat yang telah di bacanya. Nafasnya tersengal-sengal hanya untuk berbicara, karena isak tangisnya. Merasa jahat, bersalah, dan bingung, dirasakannya kini.

“Kalo bukan karena aku, kak Azzam gak mungkin pergi mas. Aku juga gak tahu tentang perasaan dia, kesannya jadi aku kayak tokoh antagonis disini. Dia baik banget, padahal aku secara gak langsung, udah nyakitin hatinya. Kenapa harus semuanya? Setidaknya kalo dia emang niat buat bantu aku, gak perlu segini nya. Dia gak perlu donorin semua hatinya. Dia pasti masih hid-” Arsha langsung menarik Nawa ke pelukannya saat itu juga. Tak tega, melihat gadis itu yang menangis dengan berbicara panjang dan parau. Sudah Arsha duga, Nawa pasti akan merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri.

Laki-laki yang ia kira menyukai istirnya dulu, kini Arsha telah merubah pandangan padanya. Dulu ia memang cemburu, dan sedikit kesal pada laki-laki yang Nawa sebut namanya tadi, Azzam.
Tapi sekarang, ia juga tidak tahu harus berkata apa, selain maaf dan terimakasih. Jika bukan berkat Azzam, mungkin sekarang ia benar-benar menjadi orang yang rugi dan hanyut dalam rasa penyesalan. Namun, tak di tampik, hatinya juga sedikit sedih. Laki-laki itu baik, Arsha mengetahuinya.

Arsha sudah mendengar banyak cerita, mengenai Azzam, dari keluarga laki-laki tersebut. Beberapa hari lalu, ia juga baru mengetahui hal ini, sosok yang mendonorkan hatinya untuk Nawa. Setelah mengetahui itu, barulah ia pergi seorang diri ke rumah keluarga Azzam, setelah di beri tahu alamatnya oleh mamanya.

Waktu itu, Arsha tak sengaja, mendengar perbincangan mama dan juga neneknya. Dari situlah ia mengetahuinya, dan meminta penjelasan. Dua hari setelah itupun, Nawa tiba-tiba teringat tentang operasinya, dan menanyakan hal tersebut. Dan disinilah mereka sekarang, menuntaskan jawaban yang Nawa nanti-nantikan.

“Di surat, Azzam kan udah bilang, ini pilihan dia. Kamu gak boleh ngomong gitu, ini udah mubram nya Azzam. Udah tertulis jauh sebelum dia lahir, kalo emang udah ajalnya, kamu gak bisa nampik kayak tadi. Tentang perasaannya, kamu gak usah ngerasa jahat disini. Ini juga di luar kendali kamu kan? Kamu gak bisa buat atur perasaan seseorang, untuk suka sama kamu atau nggak. Begitupun Azzam, dia juga gak bisa buat milih jatuhin hatinya ke siapa. Perasaan cinta, dan suka itu sudah anugerah. Jangan terlalu larut sama rasa sedih dan rasa bersalah ya, ikhlasin Azzam, biar dia tenang. Dia ngambil keputusan ini pasti ada alasannya dan udah jadi keputusannya.” ucap Arsha dengan mengelus pundak Nawa yang masih sedikit bergetar.

Arsha memberi ucapan yang sekiranya mampu membuat Nawa merasa sedikit tenang. Ia tak ingin, Nawa malah menyalahkan dirinya sendiri, disini. Padahal itu bukan salah gadis itu. Ini semua sudah takdir.

Dan takdir, adalah gabungan antara Qada dan Qadar. Takdir pun dapat di bagi menjadi dua. Yang pertama, ada takdir mubram. Yaitu takdir yang tidak dapat di bantah dan di tawar-tawar oleh manusia. Sifatnya sudah paten. Sudah baku. Sehingga manusia hanya tinggal menunggu dan menjalankan saat takdir itu datang. Contohnya adalah kematian.

Yang kedua, ada takdir muallaq. Yaitu takdir yang masih bisa di rubah dengan adanya usaha manusia. Sifatnya pun belum baku dan masih dapat di usahakan.

Arsha kini memang baru belajar, ilmu yang di dapat nya pun masih sedikit. Tapi dengan perubahan yang bagus itu, sudah cukup bagi keluarganya dan yang lainnya, termasuk Nawa. Apa lagi Arsha yang mau menerapkan di kehidupan nyata, apa yang telah di dapatnya itu. Semua sudah lebih dari cukup. Tidak ada yang meminta laki-laki itu untuk berubah menjadi benar-benar sempurna. Karena sejatinya, kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Nawa terdiam mendengar itu, ia kini tak lagi berbicara, dengan kata menyalahkan dirinya. Namun rasa kehilangan dan bersalah tetap tidak hilang begitu saja. Ia baru sadar, memang tak seharusnya seperti ini. Karena kematian, adalah ketentuan dan rahasia Allah. Entah harus datang kapan dan bagaimana, itu harus di terima. Tidak ada yang harus disalahkan, yang bisa di lakukan, hanyalah mengirimkan Azzam doa dan mengikhlaskannya.

ARSHAWA [END]Where stories live. Discover now