Bagian 25 || Teman Sesungguhnya

29.7K 2.7K 60
                                    

Hanya hening yang menemani. Nawa yang tadinya melihat kearah jendela, kini beralih menatap kearah kemudi. Kenapa mobil nya belum jalan juga?

Ragu-ragu, antara ingin bicara atau tidak.

"Om, kenapa belum jalan?" beberapa saat berfikir, akhirnya gadis itu membuka suara.

Arsha menoleh, raut wajahnya datar seperti biasa. Rahangnya terlihat sudah tak mengeras lagi.

"Ngapain kamu bisa disini? Bukannya masih sakit? Kenapa keluyuran?" *wess santai om. Nanyanya atu-atu kan bisa.

"Nawa udah sembuh kok. Udah gak sakit lagi, besok pagi juga udah bisa ngampus. Tadi Nawa liat bunga matahari di beranda insta, kepengen nanam bunganya di taman samping. Jadi keluar, beli bibitnya." ia mengangkat kresek bertuliskan nama toko bunga itu. Menunjukkannya pada Arsha.

"Ngapain pergi sama laki-laki lain? Pak Han kan, ada,"

"Pak Han tadi kelihatan sibuk, bantu bi Erni beresin gudang. Ngangkat kayu-kayu yang gak berguna. Jadi Nawa pergi sendiri. Gak pergi sama sih itu cowok tadi. Siapa sih? Lupa Nawa, namanya." keningnya agak berkerut, mengingat nama laki-laki yang tadi memberhentikan motornya, tepat di depannya.

"Oh." Arsha kembali fokus ke jalanan.

'Oh, doang?' bibirnya mengerucut kesal. Panjang-panjang ngomong, tanggapannya cuma 'oh' doang. Tentu saja ia mengatakan itu dalam hati, mana berani secara langsung.

Setelahnya, hening kembali menyelimuti perjalanan pulang kerumah. Nawa memainkan handphonenya, mengusir rasa bosan.

Setengah jam berlalu, kini, mereka telah sampai.

"Turun,"

"Om, gak turun juga?"

"Saya, harus kembali kekantor,"

"Oh, oke." Nawa menyodorkan tangannya pada laki-laki didepannya.

Arsha yang tahu maksudnya, dengan ragu menyerahkan tangannya. Membiarkan perempuan tersebut menciumnya. Setelahnya, Nawa benar-benar keluar dari mobil.

***

"Nawa ..." mata agak sipit itu berkaca-kaca. Tanpa banyak kata, ia langsung berhambur kepelukan sahabat nya itu.

"Lo kenapa hobi banget sakit sih? Kan gue kemarin udah bilang, tunggu gue! Lo malah ninggalin gue sendiri di cafe. Gue khawatir banget sama lo. Gue samperin ke rumah lo, kata pak Arsha, lo masuk rumah sakit lagi." ia berbicara panjang, dengan Isak tangis yang mulai terdengar. Ia sudah menganggap Nawa, lebih dari teman. Ia baru kali ini, menemukan yang benar-benar kawan dan tulus apa adanya.

"Pas mau gue jenguk, suami lo gak ngebolehin. Pak Arsha nyebelin banget, tahu?! Mana hape lo gak aktif. Untung kemarin udah bisa gue telfon. Gue bener-bener kalut mikirin lo." tangisnya pecah kembali. Nawa mengusap punggung Dea, menenangkan. Ia terharu. Huhuu.

Sebelumnya, Dea tak terlalu seperti ini. Mungkin karena temannya itu terlalu sering sakit, dan tak menceritakan masalahnya sedikitpun, membuat ia overthinking sendiri. Nawa itu terlalu tertutup padanya. Tak pernah menceritakan apapun masalahnya. Membuat Dea kesal akan hal itu.

"Lo juga! Kalo punya masalah itu cerita sama gue. Jangan di pendam sendiri, sakit kan jadinya. Gue itu temen lo, sahabat lo, saudara lo. Jadi jangan sungkan buat berbagi. Jangan apa-apa di pendem sendiri. Lo nganggep gue, gak sih?" seringkali ia menangkap sahabatnya itu selalu melamun, bahkan tanpa sadar menangis tanpa sebab. Dan luka ataupun memar, sering kali ia dapati. Tapi, pernah ia bertanya, Nawa tak menanggapinya. Dari itu, ia hanya diam saja, menunggu Nawa untuk menceritakannya tanpa paksaan. Ia tahu, gadis itu belum siap untuk bercerita.

ARSHAWA [END]Where stories live. Discover now