Bagian 49 || Aneh

35K 2.3K 37
                                    

Sudah tiga bulan terlalui, waktu awal-awal Nawa memang agak murung, dan masih merasa bersalah. Apa lagi pada keluarga Azzam. Tapi sekarang, ia sudah mulai kembali seperti semula, sudah mulai banyak tersenyum seperti biasanya. Tentu saja dengan bantuan dari Arsha, dan kata-katanya yang mampu membuka mata hati perempuan itu, untuk tidak menyesali yang telah terjadi.

Namun akhir-akhir ini, kerap kali Arsha harus tersenyum tabah, dan menguatkan hatinya, dengan tingkah laku istrinya itu. Ada saja hal aneh, atau permintaan aneh dari Nawa. Membuat Arsha seperti benar-benar di uji kesabarannya.

Seperti tadi malam, hanya karena mimpi memelihara ikan cupang, perempuan itu terbangun, dan langsung meminta di belikan ikan cupang pada malam itu juga pada Arsha. Bayangkan, toko ikan mana yang buka di jam dua malam?! Untunglah dengan bujuk rayu seribu jurus, Nawa mau mengerti, dan menunggu hingga matahari menampakkan wujudnya, baru di belikan.

Disinilah Arsha dan Nawa berada. Di toko ikan, dengan berbagai jenis ikan hias. Arsha hanya mengekori Nawa dari belakang. Berharap tidak ada hal aneh atau permintaan aneh lagi, yang akan membuatnya pusing tuj---

"Nanti di taro dengan akuarium yang beda ya mas, jangan di satuin semua ikan cupangnya. Biar yang cewek warna oren sama yang cowok warna biru aja yang akuariumnya di satuin. Ntar biar kawin. Cupang cewek yang warna merah, nanti di pisahin. Kalo di satuin semua, nanti cupang merah, jadi pelakor. Kasihan sama cupang oren." ucap Nawa tanpa menatap Arsha. Ia hanya sibuk menatap tiga plastik yang di pegangnya, berisi ikan cupang yang di pilihnya.

Arsha tersenyum sabar mendengar itu. Padahal baru saja ia berharap tadi, tidak akan ada hal atau permintaan aneh lagi. Tapi sekarang-- ah, sudahlah. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran istirnya itu.

"Kenapa gak beli cupang cowok satu lagi aja, biar sih merah gak jomblo sendiri, dan gak bakal jadi pelakor?"

Nawa menggeleng mendengar itu. "Enggak, aku cuman mau tiga ikan aja." Arsha mengangguk, dengan masih tersenyum sabar. Untung gak keserang mental dangdutan, atas tingkah laku Nawa akhir-akhir ini.

"Terserah kamu aja, yang ..." ucapnya lirih.

***

Arsha yang masih mengenakan sarung dan juga baju koko, dengan peci yang masih bertengger di atas kepalanya itu menatap langit malam, dari balkon kamar dengan merenung.

"Nabi mengkaitkan antara iman dengan akhlak,"

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya, adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya."

"Nah, sesuai dengan hadits ini, hendaknya seorang suami yang pulang dari kerja, masuk rumah, salam dan senyumin istrinya. Tanyain yang baik-baik. Jangan, dengan teman kerjanya bisa senyum, ketawa-ketiwi, ramah, tapi pas pulang kerumahnya, istrinya di caci maki. Di laknat, di marahi. Ada gak yang seperti itu? Ada! Orang gak punya akhlak itu."

"Gak boleh, ya. Gak boleh kayak gitu. Lelaki yang buruk perangainya, akan terdorong berbuat aniaya kepada kaum yang lemah (istrinya). Kekerasan rumah tangga yang timbul dari suami terhadap istrinya, menunjukkan bahwa sang suami termasuk prototipe orang yang lemah juga. Berbeda jika seorang suami termasuk sosok yang berkepribadian kuat,
tegar lagi kokoh, maka hatinya tidak akan keras."

"Dia tidak tega berbuat aniaya terhadap kaum yang lemah. Barang siapa mampu menguasai diri saat berhadapan dengan mereka, yaitu para wanita, sungguh kebaikan telah muncul pada dirinya."


{Kalo ada yang salah dalam penyampaian kata, atau apapun itu, tolong di koreksi.}

"Mas?" lamunan Arsha tentang ceramah yang di sampaikan salah satu ustadz di masjid tadi, buyar. Ia menatap sosok yang memanggilnya itu. Melihat orang itu, senyum tipis tersungging. Perasaannya kini sedang tidak baik-baik saja.

ARSHAWA [END]Where stories live. Discover now