Chapter 17 : Afraid of him

2.5K 312 30
                                    

"Pulanglah lebih dulu, aku masih banyak pekerjaan di rumah sakit." Jisoo membalas ucapan Jennie dalam sambungan telepon.

"Baiklah, jaga dirimu Jisoo. Aku akan pulang bersama Lisa dan Rosé."

"Hati-hati, jangan sampai lengah dan selalu waspada Jennie. Aku tidak mau kejadian kemarin terulang kembali."

Jennie tertawa rendah, sedangkan Jisoo mendengus kesal. "Jangan tertawa sialan, aku sedang serius."

"Iyaa, tenanglah."

"Tentang obrolan yang ingin kubicarakan dengan ayahmu, akan ku atur lagi nanti." Ungkap Jisoo. "Sesampainya di rumah beristirahatlah dan jangan pikirkan itu."

"Jisoo, kau berlebihan. Aku ini hanya tertembak peluru bukannya terkena penya-"

Jisoo langsung memutus sambungan telepon, sahabatnya itu benar-benar tidak waras-tidak taukah dia bagaimana Jisoo hampir gila saat penembakan Jennie terjadi. Setelah Jennie, dia bersama Taehyung juga turut terluka.

Brengsek sialan-orang yang sedang mencoba bermain-main dengannya.

"Ice americano datang." Seorang wanita setengah berlari berjalan menghampiri.

"Kenapa lama sekali?!" Gerutu Jisoo seraya mengambil minuman pesanannya di dalam plastik.

"Mengantri bodoh, selain itu apa kau kira jarak dari IGD menuju kafetaria dekat, huh?" Jisoo menyengir, ia kemudian menggeleng kecil sebelum menusuk tutup minuman dengan sedotan.

"Tidak biasanya kau berjaga di IGD."

"Aku sedang menunggu dokter Seokjin."

Mendengar itu Nayeon lantas membulatkan matanya penuh, bahkan ia hampir tersedak karena terlalu terkejut.

"Ada apa dengannya?"

"Menurutmu?" Jisoo menaikan sebelah alis menampilkan tatapan sinis. "Tentu saja untuk mengerjakan tesis, sialan. Dia ingin membantuku." Jelasnya.

Nayeon mengangguk paham, namun seulas senyum menggoda membuat Jisoo merasa jengah.

"Berhenti tersenyum menjijikan seperti itu, sebelum mulutmu ku sumpal dengan sedotan ini."

Wanita yang diajak berbincang itu tertawa rendah, namun tak lama dering dari telepon kabel membuat mereka bergegas cepat mengangkatnya.

"Hallo, dengan IGD Papillon."

"Korban seorang wanita muda berusia sekitar 21 tahun, wanita ini sedang hamil besar, kesadaran letargi, detak jantung 80, respirasi 16, dan suhu tubuh 39 derajat Celcius. Kami dapat laporan bahwa wanita ini terjatuh saat sedang menyebrang jalan di sekitar rumah sakit Papillon, dan sekarang kami hampir sampai di rumah sakit."

"Laporan diterima, bawa segera!" Jisoo memekik setelah ia mengambil alih gagang telepon tersebut. Dirinya kemudian langsung bergegas keluar untuk menyambut kedatangan sang korban.

Oh astaga—jantung Jisoo seperti melompat-lompat sekarang, ia begitu khawatir jika nyawa pasien yang sedang dalam perjalanan tidak akan selamat. Terlebih lagi wanita itu sedang berbadan dua-entahlah, seperti biasa setiap bertugas hanya satu yang Jisoo pikirkan. Nyawa pasiennya harus selamat, mereka harus kembali dengan tubuh yang sehat dan kuat.

Selang beberapa detik, bunyi sirine ambulans memekakan telinga. Jisoo langsung menghampiri wanita tersebut yang sedang dibawa oleh beberapa perawat menggunakan ranjang pesakitan.

"Nona, kau bisa mendengarku?" Tanya Jisoo kepada wanita tersebut.

"Dia sudah kehilangan kesadarannya saat hampir tiba di rumah sakit." Sahut salah satu pria yang membawa wanita hamil itu.

CRIME IN PARISWhere stories live. Discover now