Chapter 26 : In camera

2.1K 253 61
                                    

"Keparat!" Jisoo memekik tidak percaya kala Woobin pada akhirnya mulai memberitahu yang sebenarnya tentang si klien terakhir.

Tak lama dengan kuat Jisoo mencengkeram gelas kecil yang ada pada genggamannya hingga pecah tak beraturan. Membuat tangannya terluka terkena serpihan kaca dari gelas tersebut.

Tersenyum miris, setelah itu ia membanting kuat sisa gelas dalam genggamannya ke lantai.

"Selama ini kalian menipuku? Kalian semua membohongiku?!" Jisoo bertanya dengan wajah merah padam dan rahang yang mengeras tegang.

"J-jisoo, a-aku sungguh minta maaf denganmu. T-tapi ini semua murni rencana licik dari ayahmu." Jennie bersuara. "Kami sendiripun tidak tau semua akan berakhir seperti ini."

Tertawa sinis, Jisoo meletakan salah satu tangannya di pinggang dan satunya lagi mengusap kasar rahangnya hingga membuat wajahnya ternodai darahnya sendiri.

Well, Jisoo tau mereka semua baru saja disekap oleh sang ayah tanpa sepengetahuan dirinya. Kendati ingin merendam emosi dengan berteriak di depan Woobin dan Jennie, Jisoo justru mendekat dengan kedua netra mengkilap di depan mereka berdua.

"Luar biasa bukan otak seorang mafia? Bagaimana jika kita membunuhnya sekarang?"

Woobin terkesiap, dengan pelan sedikit kuat ia mencengkeram rahang Jisoo. "Jangan gila Jisoo, dia ayahmu!" Pekiknya mengingatkan.

"Lantas mengapa? Apa karena dia ayahku, aku jadi tidak bisa membunuhnya? Hey tuan, apa kau lupa alasanku ikut berimigrasi denganmu dari Korea ke Paris hanya bermodal status sebagai sahabat Jennie?"

"Saat itu aku masih terlalu muda, Aku masih terlalu takut untuk melawannya. Tapi tidak dengan sekarang, saat ini aku telah tumbuh menjadi wanita pemberani karena didikannya sendiri." Ucap Jisoo kembali.

"Jisoo, a-ayahmu ingin bertemu denganmu." Gumam Jennie pelan.

Tersenyum miring, Jisoo mengangkat tangannya ke udara sebagai isyarat untuk Rosé dan Lisa datang mendekat.

"Bagus! Itu akan menjadi waktunya menghampiri Sang Pencipta." Jisoo berucap, matanya berkaca-kaca dengan senyum getir.

"Jisoo saat ini kau sedang emosi! Kau tidak bisa mengambil tindakan seperti itu saat emosimu sedang tidak stabil." Lagi-lagi Woobin mengingatkan, tak lama ia menoreh mendadak wajah Jisoo ke kanan.

"Tindakan impuls yang diambil saat sedang emosi tidak stabil juga didikan dari dirinya Woobin, biarlah dia menyesal karena putri semata wayangnya sekarang mewarisi sifatnya." Ucap Jisoo.

"Kim Jisoo!" Teriak Woobin.

"Apa?!" Jisoo membalas dengan teriakan yang tak kalah keras. "Papah, aku mohon."

Untuk pertama kalinya bagi Jisoo memanggil kata Papah setelah sekian lama kata itu terasa begitu menyesakan untuk ia ucapkan. Tapi alih-alih mengucapkannya untuk ayah kandungnya sendiri, Jisoo justru mengatakannya pada ayah dari sahabatnya—Jennie.

Cih, sungguh memilukan sekali kehidupannya itu.

"Dia sudah membunuh ibuku! Dia menyakitinya, dia juga yang melenyapkannya dengan menyuruh para antek-anteknya menembak ibuku. Papah, aku tau itu. Aku tau itu semua. Aku mohon, biarkanlah aku menuntaskannya sendiri. Aku tidak akan mengotori tangan anakmu dengan menyuruhnya membunuh ayahku. Aku yang akan menembaknya sendiri, aku yang akan melenyapkannya sendiri. Di sini aku hanya butuh dukungan kalian, aku hanya membutuhkan itu."

Jisoo berucap tegas dengan air mata yang perlahan mulai turun tak bisa ia tahan. Mengusap dengan kasar, Jisoo membiarkan wajahnya basah dengan air mata bercampur darah yang masih setia menetes dari telapak tangannya.

CRIME IN PARISWhere stories live. Discover now