Chapter 18 : Feeling

2.2K 304 48
                                    

"Apa dia kekasihmu dokter Jisoo?"

Jisoo menarik nafas dalam. Sembari memaksa seulas senyum datar ia melihat Seokjin yang sedang menunggu jawaban.

"Apa ini penting untuk dibahas saat kita sedang melakukan pekerjaan?"

Sial—untuk apa dokter Seokjin menanyakan hal-hal yang berbau Taehyung kepada Jisoo. Tidak taukah dia betapa Jisoo sungguh muak dengan laki-laki tersebut.

Seokjin diam tidak menjawab, ia kemudian memberikan Jisoo sebuah syal berwarna coklat. Mengulurkan tangannya di atas kertas Jisoo, membuat wanita itu sontak menghentikan aktivitas menulisnya dengan kasar.

"Apalagi?"

"Lehermu, tutup dengan ini."

"Apa corak ini terlihat menjijikan?" Tanya Jisoo tidak terima—keparat, Taehyung dan Seokjin sama-sama membuat suasana hatinya tambah buruk.

Kesal. Wanita itu meletakan asal pulpennya, lalu merebahkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Bukannya menjijikan, hanya saja sedikit tidak pantas jika ada pasien yang melihat penampilan seorang dokter seperti ini." Ucap Seokjin kepada Jisoo.

Laki-laki itu, merubah posisi duduk sempurna, ia lalu memutar laptopnya yang tadi berada di hadapan Jisoo menjadi berada di depannya.

"Tunggu sebentar, aku akan menambahkan beberapa artikel lain yang bisa kau pelajari."

Mengabaikan, Jisoo lebih memilih untuk mendongakan kepalanya dengan bertumpu pada sandaran sofa seraya memijit pelan pelipis kepalanya yang sedikit berdenyut.

"Masih banyak kah yang perluku cari lagi?" Seokjin mengendikan bahunya acuh, netranya fokus terpaku pada layar laptop.

"Sudah selesai, kau bisa melanjutkannya di rumah." Ucap Seokjin setelah beberapa menit berlalu, menyerahkan sebuah flashdisk kepada Jisoo yang diterima dengan seulas senyum oleh wanita tersebut.

"Terima kasih sudah mau membantuku." Kata Jisoo memaksa senyum lebar menampilkan deretan giginya yang rapi.

Seokjin tersenyum simpul. Ia kemudian ikut berdiri kala Jisoo sudah mengambil langkah untuk pergi.

"Pulanglah dokter Jisoo, kau baru saja selesai piket pagi bukan?" Yang ditanya mengangguk kecil, kemudian mendorong kenop pintu seraya memutar tubuhnya ke belakang—menghadap Seokjin.

"Aku ingin menunggu Averyl selesai operasi terlebih dahulu, sekalian mengecek kondisi Andreas."

"Kau tidak lelah? Beristirahatlah di rumah."

"Ini juga rumahku dokter Seokjin, rumah sakit adalah rumah keduaku untuk beristirahat." Seokjin terkekeh sambil menggeleng kecil—Jisoo benar-benar seorang dokter yang memiliki hati dan tanggung jawab yang tinggi. Ia bahkan rela menghiraukan rasa lelahnya demi menunggu Averyl, wanita yang baru saja ia temui.

"Baiklah terserahmu."

"Aku pergi sekarang, terima kasih sekali lagi dokter Seokjin." Seokjin tersenyum manis, tak lama Jisoo menutup pintu ruangan Seokjin setelah ia berhasil keluar.

Berjalan beberapa langkah, sebelum sebuah tangan yang tampak gemetar menarik lengannya. "Jisoo! Averyl!" Nayeon memekik sembari menarik tangan Jisoo menuju ruang tunggu operasi.

Nafasnya memburu membuat Jisoo mengernyitkan dahinya heran. "Sialan, tenangkan dirimu dulu Nayeon."

Nayeon mengangguk lirih, satu tangannya ia tumpukan pada dinding sambil memandang Jisoo dengan tatapan sendu.

"Averyl, baik-baik saja kan?"

"Dia baik-baik saja—" Nayeon menjeda kalimatnya, ia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan. "Tapi bayinya tidak selamat."

CRIME IN PARISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang