CHAPTER 5

3.3K 361 10
                                    

CHAPTER 5

 

 “uh, kami—”aku menggaruk tengkukku, “tidak.” jawab Zayn singkat setelah meminum seteguk air.

“padahal kalian sangat cocok. Aku sangat mendukung hubungan kalian berdua.” Timpal seorang yang lain, “sebelum kalian sampai kesini juga, beberapa foto kalian berdua masuk kesebuah butik sudah menyebar di twitter dengan hastag Zayniss.”

“Zayniss?” tanyaku, “Zayn and Katniss, tentu saja!” jelasnya penuh semangat.

“aku hanya membelikannya dress.” Jawab Zayn dingin, “Yeah kami tahu itu. tapi bukan itu maksudku. Intinya adalah apa kalian sudah memutuskan untuk kembali bersama lagi?” tanya seorang lelaki tua di seberang meja.

“dan apa maksud paman dengan kembalibersama’itu?” tanya Zayn dingin, “karena, seingatku kami tidak pernah bersama.” Aku yang mendengar pernyataan Zayn tadi tersentak kaget dan tidak sengaja menjatuhkan pisauku keatas piring. Suara nyaring pisau dan piring yang berbenturan menyita semua perhatian dimeja ini.

“oh—maaf. Aku harus ketoilet.” Dan aku meninggalkan meja makan tanpa persetujuan salah satu dari mereka.

Pernyataan Zayn sungguh  menyakitiku. Mengurung diriku didalam toilet mewah milik keluarga Zayn. Aku menangis dalam diam. Sakit. Sakit sangat terasa tepat dihatiku. Seperti  ada besi panas yang mencengkram jantungku dengan erat. Meninggalkan sebuah luka bakar yang perih disana.

‘karena, seingatku kami tidak pernah bersama.’ Kembali, perkataan Zayn terngiang dikepalaku. Aku semakin menangis. Didalam diam aku mengcengkram kuat dress tepat didepan dadaku.

Lututku lemas. Tak kuat menopang berat badanku lagi, tubuhku merosot kelantai. Menenggelamkan kepala diantara kedua lututku sendiri. Begitu menyakitkan.

Ketukan pintu menyadarkanku dari kesedihanku didalam sini. Segera aku membasuh wajahku dan saat aku mengambil tisu, pintu terbuka tiba-tiba karena memang aku lupa menguncinya.

Kucoba tersenyum kearahnya saat dia menutup pintu dibelakangnya, “hi.” Sapaku lalu cepat-cepat mengeringkan wajahku dengan tisu yang sudah kuambil tadi.

“kau baik baik saja?” tanya nya. tidak ada nada khawatir ataupun cemas sedikitpun. Dia begitu dingin, “ya, aku baik baik saja.” Jawabku dengan seulas senyum yang kuukir.

“berhentilah untuk terus tersenyum dihadapanku.” Jawabnya ketus. Senyumku pun hilang. Begitu mudah nya dia menyakiti hatiku, semudah mengedipkan mata.

“maaf kalau itu mengganggumu.” Sesalku, “aku harus pergi. Bye, Zayn.” Kucoba untuk tersenyum tipis saat melewatinya.

Dia bahkan tidak mencoba untuk mencegahku pergi. Ibu Zayn, Waliyha dan Safaa sempat mencegahku pergi dan menanyakan alasanku pergi. Tapi, aku hanya bisa menggeleng dan pamit pergi. Aku tidak tahu harus menjawab apa, karna aku tidak memiliki alasan bagus untuk kuberikan kepada mereka.

Kulangkahkan kakiku pergi menjauh dari rumah ini. aku terus berjalan menembus dingin nya udara natal. Salju masih turun dan bertumpuk ditepi jalan. Salju yang mencair saat mengenai kulit ku yang tidak terlapis apapun membuat ku makin memeluk diriku sendiri sembari berjalan.

Air mata yang membasahi pipiku terasa begitu dingin. Sedingin dengan sifat baru nya. mungkin dengan berjalan nya waktu, dia akan sedikit menjadi pribadi yang hangat. Seperti sebuah musim.

Ya, kuharap..

***

My Reason [COMPLETED // ZAYN's]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang