CHAPTER 17

2.9K 319 7
                                    

CHAPTER 17

Ternyata mengurus seorang anak tidaklah mudah. Ini minggu kedua aku merawat Tom. Terkadang dia menangis di gelapnya malam hanya untuk meminta susu, atau mengganti popoknya.

Hari ini Harry, Liam, Sophia, Maddy, dan Niall datang mengunjungiku. Mungkin disini sedikit canggung antara Maddy dan Niall karena tanpa sepengatahuan kami, Niall membawa kekasih barunya, Melissa.

Tom berubah menjadi mainan kami. dia berpindah-pindah pangkuan. Dia juga senang dengan ramainya flatku. Juga berbagai mainan baru yang dia dapatkan dari mereka semua. Sabtu ini mungkin sedikit lebih ceria. Dan bebanku sedikit berkurang.

Tapi, ketukan pintu membuatku beranjak bangun dan bergegas membukakannya. Kulihat disana berdiri sosoknya dengan setelan pakaian normal, tidak menggunakan setelan jas hitam seperti biasa.

"kau?" aku langsung menutup pintu dibelakangku.

"uh-hi.. maaf aku menggangg—" dia tersenyum canggung saat mendapatkan tatapan tajam dariku.

"kau kemana saja selama ini? kau menghilang selama dua minggu! Kau mematikan telephonemu! Tidak pernah membalas pesanku! Dan sekarang kau muncul didepan pintuku dengan bodohnya berkata 'hi'?! kau tid—bodoh! menyebalkan!" celotehku.

Aku bersedekap dengan napas memburu. Dia sangat menyebalkan. Sangat sangat amat menyebalkan.

"maafkan aku." Aku hanya menatapnya lurus tanpa berkedip, "aku sungguh minta maaf, Kate." Dan dengan satu hentakan tubuhku sudah berada dipelukannya.

Disaat itu juga tanganku terkulai lemah disamping badanku. Aku menangis. Aku menangis karena aku sekarang tahu dia baik-baik saja. Aku menangis karena kekesalanku padanya selama dua minggu ini. aku menangis karena ini kali pertamanya dia memelukku setelah sekian lama aku tidak merasakan nya lagi.

Disinilah seharusnya aku berada.

"aku mengkhawatirkanmu." Lirihku, "aku tahu. Maafkan aku." Sesalnya sambil mengelus rambutku.

Tanganku bergerak sesuai dengan naluriku, melingkar dipinggangnya, "aku sangat mengkhawatirkanmu, Zayn..."

"maaf membuatmu khawatir, dan ku mohon berhentilah menangis.."

"KAT—OH GODNESS!!" teriakan Sophia membuat kami seketika membuat jarak diantara kami. aku menundukkan kepalaku sambil menghapus air mataku sebelum mendongak menatapnya.

"maaf, aku tidak bermaksud mengganggu kegiatan kalian. Ak—"

"ada apa, Soph?" tanyaku memotong ucapannya, "itu, aku ingin bertanya dimana pakaian Tom. Aku ingin menggantinya karena tadi dia menumpahkan seluruh susu keatas pakaiannya." Jelasnya dengan cengiran kuda yang tanpa dosanya.

"ada dikamarku. Lemari putih tepat disamping keranjang tidurnya." Jawabku dan dia mengangguk dengan cepat lalu kembali kedalam.

Aku berbalik kembali menghadap Zayn, "kau ada tamu?" tanyanya yang sekarang sudah memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana khaki-nya.

"yeah, ada Niall, Harry, Liam dan pasangan mereka. Kau mau masuk?" dia mengangguk singkat lalu mengikutiku masuk kedalam.

Didalam mereka seperti sudah menunggu kedatangan kami berdua. Mereka menatap kami sambil tersenyum penuh arti dan juga mengejek.

Kami mengambil tempat duduk diatas sofa. Mereka masih menatap kami dengan senyum bodohnya. Dan tidak ada satupun yang berbicara sampai aku yang angkat bicara, "berhenti memandang kami seperti itu dan hilangkan senyuman bodoh itu!"

"okay..." gumam Liam, "well, kalian sudah resmi kembali, uh?"

Pertanyaan Liam membuat aku dan Zayn menjawabnya bersamaan, "what?".

"pasangan bodoh!"

***

Semua orang sudah kembali pulang, kecuali Maddy dan Zayn. Mereka masih disini menemaniku. Bahkan Maddy berencana untuk menginap diflatku. Dia masih belum bisa terbiasa menerima bahwa Niall sudah memiliki kekasih baru.

Zayn sudah mejelaskan semuanya, dia menghilang sehari setelah makan malam kami yang canggung itu karena urusan pekerjaan. Dia harus berangkat pagi-pagi buta untuk mengejar penerbangannya ke New York.

Aku seharusnya sadar bahwa dia adalah seorang presiden direktur yang sangat sibuk.

"bagaimana kabarmu selama ini?" tanya Zayn padaku setelah Maddy beranjak masuk kedala kamar untuk beristirahat, "not good, not bad." Aku mengedikkan bahuku.

"maaf aku tidak memberimu kabar terlebih dahulu sebelum aku pergi." Sesalnya, "bukan masalah. Mungkin aku saja yang terlalu berlebihan. Lagipula, aku bukan siapa-siapa mu, Zayn." Aku tersenyum pahit saat mengatakan kalimat terakhirku.

Sebuah fakta yang sangat membuatku sakit, tapi itulah fakta. Menyakitkan.

"buk—" sebuah ketukan pintu membuatnya bungkam. Aku memberi isyarat untuk membuka pintu lebih dahulu.

Tapi, tidak ada siapapun didepan sini. Lalu siapa yang mengetuk tadi?

Duk!

Kakiku menendang sebuah kotak merah yang berada tepat dibawah kakiku.

Siapa sih yang mengirim kotak ini?, batinku.

Aku mengangkatnya dan kembali menangok kekanan dan kekiri, memastikan mungkin saja pengirim ini masih berada dilantai ini. setelah yakin pengirim ini sudah pergi, akupun masuk dengan kotak ini.

"siapa yang bertamu malam-malam seperti ini?" tanya Zayn, "kotak apa itu?" tanyanya setelah menyadari bahwa aku membawa masuk kotak merah ini.

"noidea." Jawabku, "open it." Perintahnya dan kubalas dengan anggukan kepalaku.

Tapi, ternyata kotak itu hanyalah sebuah kotak kosong dengan secarcik kertas kusam berada didasarnya. Kertas itu hanya berisi dua kalimat dengan tinta merah.

'you are mine, Katniss Marie Halley. You are mine!'

"suck!" umpatku lalu kertas itu direbut dariku oleh Zayn. Matanya memicing menatap kertas kusam itu, "siapa yang mengirim ini padamu?" tanyanya.

"aku benar-benar tidak tahu." Jawabku, "sepertinya dia penggemarmu."

"cih! Bahkan aku tidak memiliki teman di kampusku! Bagaimana bisa aku memiliki seorang fan?" cibirku.

"perhaps, he's your secret admirer."

"he?"

"do you wanna if he is actually she?"

"HELL NO!! I am not a lesbian!"

"so, the sender is a man."

"WHATEVER, ZEN!!"

"SHUT UP YOU FUCKING LOVE BIRDS!"



***

So these are two chapters for this week :)
See you soon in a week!

Leave your vomments, btw..

Luvya,

-ichanfta

My Reason [COMPLETED // ZAYN's]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang