CHAPTER 18

2.7K 335 8
                                    

CHAPTER 18


"boleh aku duduk disini?" aku menghentikan mengunyah makananku sesaat untuk memastikan siapa yang mau duduk bersamaku disini.


Oh, dia.


Akupun mengangguk sebagai persetujuanku. Dia duduk tepat dihadapanku yang sedang asik melahap cheese burger ku ini. dia tidak berbicara apapun hingga burgerku habis, tidak seperti waktu itu.


"kau ini suka sekali dengan junk food, ya? junk food tidak baik untuk kesehatanmu, kau tahu." tanyanya. Berani sekali dia berkomentar tentang apa yang ku makan atau tidak?


"bukan urusanmu." Jawabku sedatar mungkin.


"bagaimana kalau aku ingin itu menjadi urusanku?" aku membulatkan mataku atas pernyataannya tadi. Apa aku tidak salah dengar? Aku dan dia hanya bertemu beberapa kali dan dia sudah ingin mengurusi urusanku?


"nice try, sir." Aku tertawa hambar, "aku serius, Kate." Tawa hambarku langsung hilang dengan perkataan yang kukira cukup tegas tadi.


"I have to go, Arnold. Bye!"


***


"ada apa dengan wajahmu?" tanya nya saat aku berpapasan dengannya di basement flat kami, "apa ada yang salah dengan wajahku?" akupun meraba-raba wajahku panik.


Dia menggenggam tanganku untuk menghentikan tindakanku, "tidak ada. Hanya saja kenapa wajahmu terlihat sangat kusut sore ini?" aku terpaku dengan tangannya yang masih menggenggam milikku hingga dia menyadari arah tatapanku lalu segera melepasnya.


"ah, sorry." lirihnya lalu memasukkan tangannya kedalam kedua sakunya.

Aku bahkan rela bila itu terjadi untuk selama nya, batinku.


"tidak apa-apa." Jawabku.


Kami mulai berjalan berdampingan menuju lift, "jadi, bagaimana harimu?"

"bagus. Kau sendiri?" dia mendecak sebal, "bagus? Bagian mana dari kata bagus yang bisa membuat wajahmu seperti itu?"


Pria ini.


Aku masih diam hingga lift berhenti dan terbuka dilantai dimana kami tinggal, "aku bertemu dengan seorang pria." Jawabku sambil melangkahkan kakiku keluar, "lalu?"


"bukan pria yang menyenangkan, sebenarnya. Mungkin menurutku dia sedikit terlalu bersemangat dalam mengurusi kehidupan orang lain."


"termasuk mengurusi hidupmu?"


"semacam itulah." Kami berdiam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Aku tidak tahu apakah aku harus masuk atau tidak. suasana ini sungguh canggung.


Dering di handphone ku memecah keheningan diantara kami, "maaf." Sesalku pada nya sebelum merogoh handphoneku didalam tas.

My Reason [COMPLETED // ZAYN's]Место, где живут истории. Откройте их для себя