CHAPTER 9

3.3K 346 4
                                    

CHAPTER 9

Aku mengetuk pintu Zayn selama sepuluh menit terakhir. Tapi tidak ada respon apapun dari dalam. Apa dia masih tertidur? Tapi, ini sudah pukul sepuluh pagi. Apa dia bisa tertidur selama itu? apa dia habis menonton pertandingan bola dan tidur larut? Tapi, Zayn memang pria yang sangat suka tidur. Dan sulit dibangunkan.

Berbagai spekulasi bermunculan dikepalaku. Tapi, aku berusaha berfikiran sepositif mungkin. Bahwa, dia masih tertidur.

Aku kembali kedalam flatku. Aku ingin mengajaknya sarapan bersama. Itulah tujuanku mengetuk pintunya. Aku tahu dia begitu payah dalam hal memasak. Dan selama ini dia tinggal bersama ibu nya yang pasti menyediakan makanan untuknya. Tapi, sekarang dia sendirian.

Ini juga salah satu alasan aku ingin berada dekat dengannya. Aku ingin menjaga dan merawatnya.

Aku menuangkan susu putih kedalam gelas, mengambil telur mata sapi, sosis, roti panggang dengan selai coklat dan kacang untuknya keatas piring. Lalu menaruh piring juga gelas nya keatas sebuah nampan.

Kuambil selembar sticky notes dan pulpen sebelum aku keluar dengan sedikit usaha saat membuka pintu. kuletakkan nampan berisi sarapannya didepan pintu Zayn. Aku menuliskan sebuah catatan pada stycky notes yang sudah kuambil tadi dan menempelkannya pada gelas susu.

Aku menempelkan telingaku pada daun pintunya. Terdengar suara benda tumpul jatuh berdebam diatas karpet dari dalam. Sepertinya dia sudah bangun. Aku mengetuk dengan keras atau lebih tepat jika dikatakan menggedor pintu flatnya beberapa kali. Buru-buru aku masuk kembali kedalam flatku.

Suara pintu diketuk menyadarkanku. Aku segera bangkit dan meninggalkan roti panggang selai kacangku diatas piring. Ketukan pintu semakin cepat. Membuatku sedikit berlari, “ya?” tanyaku saat membuka pintu.

“hi, Kate.” Sapanya. Aku menutup pintu kembali dan melepaskan rantai yang ada dipintu, “ada apa, Zayn?” tanyaku setelah membuka pintuku lagi.

“apa kau yang meninggalkan senampan sarapan untukku?” tanyanya sambil menunjukkan nampan ditangannya, “ya. kupikir kau butuh sarapan.” Jawabku.

“kau sudah sarapan?” dia menatapku, tidak terlalu dingin. Tapi cukup dingin, “belum. Tapi, aku sedang sarapan saat kau mengetuk pintuku.”

“apa kau mau sarapan bersamaku?” tawarku dengan nada yang kubuat sesopan dan sehalus mungkin. Dan dia mengangguk. Aku membukakan pintuku lebih lebar saat dia masuk bersama senampan sarapan yang baru saja kukirim padanya.

Dia meletakkan nampannya diseberang piringku. Kami duduk dan memakan sarapan kami masing masing. Zayn selalu diam saat memakan makanannya. Ya, itu memang baik. Dan aku suka itu.

Hanya dentingan garpu dan pisau yang menjadi suara didalam flatku. Aku menghabiskan lebih dulu makananku. Aku menunggunya menghabiskan makanannya dengan cara memandang nya.

Bahkan cara dia makan saja aku menyukainya. Dia terlihat seperti seorang pangeran dinegeri dongeng yang hidup di jaman modern. Yang tidak kusadari sedari tadi adalah Zayn hanya memakai celana training hitam pendek dan tanpa kaus. Rambut hitam yang sangat berantakan dan sedikit janggut yang belum dicukur olehnya.

“kenapa kau begitu menyukai tattoo, Zayn?” tanyaku setelah dia meneguk habis susunya, “tattoo is art, and I like art.” Jawabnya seraya menaruh gelas diatas meja.

“kau tahu, kau berubah begitu banyak dua tahun belakangan ini.” kataku, “apa?” tanyanya.

“kau berubah menjadi lebih kurus, memiliki banyak tattoo dan menjadi pecandu rokok.” Dia menatapku lalu beralih pada tattoo yang memenuhi lengan kanannya, “entahlah.. aku tidak tahu kenapa aku mentattoo begitu banyak tubuhku. Bahkan, aku sekarang ingin menghapus beberapa tattoo ini.”

“yang mana yang ingin kau hapus?” tanyaku, “semua yang ada di lengan kananku. Mungkin aku ingin menyisakan finger crossed, microphone, tengkorak dan yang melingkar ini.” dia menunjuk satu persatu tattoo yang disebutkannya tadi.

“apa kau yakin?” tanyaku memastikan dan dia menangguk yakin. Aku berdiri dan mengambil piring dan gelas kami untuk ku cuci, “kenapa?” tanya ku setelah dia mennggukan kepalanya tadi.

Aku meninggalkan meja makan untuk mencuci piring dan gelas kami, “hanya tidak yakin saja..” jawabku, “apa yang membuatmu tidak yakin?” tanyanya dari meja makan.

“karena, yang kutahu adalah menghapus tattoo itu menyakitkan dan butuh waktu beberapa bulan. Juga biaya yang cukup mahal untuk satu kali penghapusan. Memang sih, aku setuju dengan keputusanmu untuk menghapus tattoo ditubuhmu yang berlebihan itu tapi, apa kau benar benar yakin?.” Jelasku.

Tidak ada respon. Hingga aku selesai mencuci piring dan kembali dengan dua gelas orange juice dia masih diam. Dia memandang kearah luar jendela dengan dahi yang berkerut dan alis yang hampir menyatu, pertanda dia sedang berfikir keras.

“jangan terlalu sering berfikir keras. Bisa-bisa alismu itu menyatu jadi satu garis lurus. Ini untuk mendinginkan otakmu itu.” Kataku sambil menempelkan gelas berisikan orange juice ke dahinya. Dia sedikit terlonjak kaget karena dingin yang tiba tiba menyentuh dahinya.

ah! thanks..” aku tersenyum dan mengangguk kepadanya, “kenapa kau pindah kemari? Kupikir, rumah Louis cukup besar untuk kalian bertiga.” Tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

“memang cukup. Tapi, aku ada beberapa alasan untuk itu..”

“apa?”

“aku tidak mau mengganggu rumah tangga mereka. Mereka pasti ingin privasi lebih. Jadi aku pindah kemari. Dan aku ingin lebih mandiri.” dan juga kau alasan utama kenapa aku pindah kemari Zayn. Kaulah alasanku.

Kami terdiam cukup lama. Menikmati pemandangan diluar sana dari sini. Aku sangat menikmati momen ini. dimana hanya ada Zayn dan aku. Hingga sesuatu mengusik ketenangan kami berdua.

“kau ada janji?” tanyanya saat suara ketukan kembali terdengar, “tidak. seingatku aku tidak ada janji dengan siapapun hari ini.” suara ketukan kembali terdengar dan mau tak mau aku beranjak dari kursiku.

Siapa orang yang berani merusak momen indahku bersama Zayn hari ini?

“kau?”

****

double updated :)

vomments please :)

-ichanfta

My Reason [COMPLETED // ZAYN's]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora