3 • Usaha

330 181 23
                                    

Ikhtiar, berdoa, dan tawakal. Saat ini aku sedang mengupayakan yang pertama


"Wihh, anak rajin baru sampai nih," gurau Bang Lian yang merupakan kasir Restourant Starlight.

"Ehh, iya nih bang. Soalnya tadi nunggu bus lama banget, penumpangnya ramai banget hari ini," jawab ku sambil tersenyum dengan hati yang tak enak. Karena aku tahu, aku telah terlambat bekerja 20 menit. Hilang sudah 20 menit berharga ku hari ini.

"Gapapa kali dek, santai aja. Tante Ami gak bakalan marah kok kalau pun kamu terlambat datang bekerja," ucap Bang Lian tersenyum manis.

Manis? Eh, astaghfirullahaladzim maaf ya Allah khilaf. Tapi emang manis sih hahahaha, inget itu tunangan orang, ucap ku dalam hati sambil tersenyum

"Kenapa dek? Senyum-senyum gitu, abang tau kok kalau abang ini ganteng hahaha.....," tanya Bang Lian tertawa

"Eh astaghfirullahaladzim. Bang Lian pede banget deh," ucap ku sambil menatap ke arah depan menghindari tatapan matanya Bang Lian ke arah ku.

"Halah, jujur aja kali dek gak usah malu-malu gitu. Bilang aja abang ini ganteng, eh emang udah ganteng dari kandungan sih," pedenya Bang Lian masih dengan tawanya yang makin menjadi.

"Apa sih abang nih, udah ah aku mau kerja dulu. Gak selesai kerjaan ku kalau nanggepin omongan abang ini."

"Iya deh iya, anak rajin mah beda," ucap Bang Lian dengan sisa tawanya.

Aku segera berlalu ke arah ruang khusus ganti pakaian wanita, segera bergegas mengganti pakaian sekolah dengan pakaian pramusaji yang telah disiapkan. Sepertinya aku akan pulang telat malam ini, mengingat harus mengganti waktu kerja yang telah berlalu 20 menit sebelumnya.

Sebenarnya, Tante Ami tidak masalah akan hal tersebut jika aku terlambat datang bekerja, tapi aku tidak enak dengan karyawan yang lain jika aku di spesialkan khusus begitu.

Ngomong-ngomong tentang pujian yang aku berikan kepada Bang Lian tadi bukan karena aku mencintai dirinya, ia sudah ku anggap sebagai abang bagi ku. Lagipula ia akan menikah 5 bulan lagi dengan gadis pilihan hatinya.

Apakah aku cemburu? Tentu saja tidak, aku ikut bahagia atas kabar tersebut. Aku memujinya karena sesuai fakta saja, memang benar ia manis. Tanpa disertai rasa suka maupun cinta kepadanya, karena aku tidak mencintainya.

Saat ini aku sedang mengantarkan minuman sake dan soju ke meja nomor 3, namun saat akan berbalik,

"Eh sayang, udah sampai aja," kata Tante Ami menghampiri ku tersenyum lebar.

"Gak pulang dulu tadi?" tanyanya.

"Emm..., iya Tan maaf ya Anna telat 20 menit datang kerja soalnya tadi nunggu bus dulu, penumpangnya ramai banget hari ini. Kalau Anna pulang dulu nanti makin molor waktu kerjanya tan," ucap ku menatap Tante Ami dengan perasaan yang tak enak.

"Nanti Anna ganti waktu kerja yang hilang 20 menitnya Tan," lanjut ku.

"Ya Allah nak, gak usah. Nanti kamu pulangnya kemalaman, mana kamu anak perempuan. Nanti setelah ini habis isya langsung pulang aja. Gak usah ganti waktu gitu, kayak sama siapa aja kamu tuh An," jelas Tante Ami memegang pundak ku.

"Tapi tan, aku gak enak sama pegawai lainnya. Gimana pun aku ini sama seperti mereka, sama-sama bekerja di restoran ini," jawab ku menatap Tante Ami.

"Tapi nak...."

"Anna mohon Tante, Tante udah banyak ngasih keringanan sama Anna. Anna benar-benar gak enak sama pegawai lainnya, takut ada yang saling iri tan kalau tante perlakuin Anna khusus seperti ini, dan takutnya nanti ada diskriminasi disini tan. Anna mohon sama Tante perlakuin Anna sama seperti pegawai Tante lainnya," mohon ku kepada Tante Ami sembari memegang tangannya.

"Ya Allah nak, huffft....," sambil menghembuskan nafas secara kasar.

"Baiklah nak, Anna jangan sungkan-sungkan ya sama Tante. Anggap aja Tante sebagai mamah kamu disini," sambil memeluk ku.

"Iya Tante, makasih banyak ya," ucap ku tersenyum lebar membalas pelukan Tante Ami.

"Ya udah kamu lanjut kerjanya, Tante pulang dulu ya. Udah sore, nanti restoran lanjut dipantau sama Lian. Kalau ada apa-apa bilang Lian aja ya nak," ucap Tante Ami melepas pelukannya dan menatap ku.

"Iya Tan aman," balas ku tersenyum.









*******









Tak terasa sore berganti malam, dan waktu telah menunjukkan pukul 21.15 WIB, aku segera bergegas mengganti pakaian dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah.

"Udah mau balik dek?" tanya Bang Lian menatap ku.

"Iya Bang, udah larut malam juga ini. PR ku untuk besok belum selesai aku kerjain Bang, jadi harus cepat-cepat sampai rumah ini," ucap ku sambil tersenyum.

"Masalahnya itu udah larut malam ini, masa anak gadis jam segini pulang sendirian. Mau abang antar gak?" tanya Bang Lian dengan muka khawatirnya.

"Eh gak usah Bang, aku pulang sendiri aja. Masih ada kok angkot yang lewat sini ke arah rumah aku. Abang kan masih jaga restoran sampai nanti jam 23.00, aku berani kok pulang sendirian. Gak usah khawatir bang," ucap ku menjelaskan kepadanya.

"Atau mau Abang pesanin ojol aja? Kebetulan teman Abang kerja sebagai ojol, nanti Abang bisa titipin kamu ke dia. Gimana?" tawarnya.

"Makasih Bang, Anna bisa kok pulang sendiri. Udah ya, Anna duluan. Dadada Bang Lian assalamu'alaikum," pamit ku kepada Bang Lian.

Aku segera berlalu dari hadapannya dengan cepat, takut dipaksa untuk diantar atau dipesankan ojol.

Aku tidak ingin merepotkan orang lain, jika menyangkut diri ku sendiri. Jika aku masih bisa melakukannya sendiri, lebih baik aku kerjakan sendiri tanpa melibatkan orang lain.













Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now