6 • Kesalahan

261 164 16
                                    

Awal yang seharusnya mengesankan tetapi berbalik demikian, mengapa bisa seperti itu?











Adzan subuh berkumandang dengan merdu yang menandakan seruan Allah swt kepada seluruh hamba-Nya. Aku segera mempersiapkan diri untuk menunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslim yaitu mengerjakan sholat subuh.

Meminta pertolongan kepada Allah swt untuk selalu bersama ku dalam melewati lika-liku rintangan kehidupan duniawi ini.

Setelah selesai menunaikan ibadah aku belajar sebentar untuk kuis di sekolah pagi ini, mata pelajaran favorit ku yaitu Seni Budaya.

Kemudian, setelah selesai aku ke dapur untuk membantu ibu membuat sarapan pagi. "Sini bu biar Anna saja yang menggoreng ikannya," ucap ku. Karena saat aku memasuki dapur aku melihat ibu yang hendak menggoreng ikan.

"Saya kira kamu belum bangun," ujar ibu dengan muka datarnya.

"Sudah bu, cuman tadi Anna belajar dulu soalnya nanti di sekolah ada kuis, jadi telat membantu ibu di dapur," sesal ku dengan rasa bersalah yang bersarang di hati.

"Ya udah ini kamu selesaikan semuanya, saya mau siap-siap bekerja."

"Iya bu."

"Mmm bu, apakah ayah udah berangkat kerja?" tanya ku kepada ibu sebelum ia berlalu ke kamar.

"Sudah," jawab ibu singkat dan pergi meninggalkan ku.

Hufft sabar, maafkan hamba ya Allah karena hamba semuanya jadi begini, ucap ku dalam hati dengan rasa bersalah yang teramat dalam, tak terasa air mata meluncur jatuh karena rasa sesak ini.

Aku segera menghapusnya dan menyelesaikan urusan dapur ini. Aku tidak ingin terlambat lagi datang ke sekolah.

Pukul 6.30 WIB aku telah menyelesaikan urusan dapur dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Dek udah sarapan belum? Kakak udah masak tadi makan dulu ya," ucap ku ketika melihat kedua adik ku yang akan pergi ke sekolah.

Sambil memakai sepatunya, Astra menjawab dengan cuek "Makan di sekolah aja,"

"Makan dari rumah aja dek, hemat uang jajan juga kan," saran ku kepadanya.

"Lupa ya siapa yang buat kita semua jadi gini, minimal sadar diri. Dewasa elite sadar diri sulit," cibir Asya melewati ku begitu saja. Ia pergi ke sekolah tanpa berpamitan kepada ku terlebih dahulu.

"Minimal gak bego, atau pura-pura amnesia," ujar Astra yang ikut berlalu menyusul Asya.

Tak terasa air mata ku jatuh lagi pagi ini, aku segera berlari menuju pintu dan melihat kedua adik ku menaiki motor matic meninggal pekarangan rumah. "Hati-hati dek, semoga kalian selalu berada dalam lindungan Allah swt," ucap ku dengan lirih.

Tak ingin berlarut dengan kesedihan ini, aku segera berangkat ke sekolah membawa bekal di dalam tas, karena tak sempat lagi untuk sarapan.

Aku berjalan dengan cepat melewati jalan trobosan agar segera sampai ke sekolah. Aku selalu berjalan kaki ke sekolah, untuk menghemat pengeluaran jika harus menaiki bus maupun angkot.

Tapi sayang, saat lima meter lagi sampai ke sekolah aku melihat gerbang sekolah yang mulai ditutup. Ohh tidak aku terlambat lagi, bagaimana ini? Mana hari ini ada kuis pagi di kelas, batin ku berkata dengan cemas. Aku bahkan berlari dengan kencang tidak mempedulikan tali sepatu yang mulai terlepas.

Saat sampai di depan gerbang aku melihat pak satpam yang menjaga disana, "Pak tolong pak bukain pagarnya, saya hanya telat 10 detik. Saya mohon," ucap ku dengan nada memelas kepadanya.

"Maaf nak, tapi ini sudah peraturan. Disana juga sudah ada Pak Andi, saya tidak berani untuk membuka pagar ini," jawab pak satpam dan segera berlalu ke dalam meninggalkan ku di luar pagar sendirian.

Aku hampir menangis, karena di depan sana sudah berdiri Pak Andi selaku guru BK kesiswaan. Beliau terkenal sangat ketat terhadap peraturan, aku hanya takut mendapatkan surat pemanggilan orang tua.

"Telat lagi kamu! Sekarang alasan kamu apalagi? Sebelum kamu menjawab, saya tidak menerima jawaban dari kamu. Sekarang ikut saya!" ucap Pak Andi tak terbantahkan, aku hanya diam dan tidak berani untuk membela diri karena aku tahu aku bersalah dalam hal ini.

Lingkungan sekolah sudah senyap, semua murid berada di kelasnya untuk melakukan pembelajaran. Pak Andi membawa ku ke arah toilet laki-laki kelas 12.

Ia berbalik menatap ku dengan datar, "Bersihkan semua toilet ini dalam waktu 10 menit. Ini sebagai hukuman kamu, dan setelah itu temui saya di kantor," perintah Pak Andi lalu meninggalkan ku di sini.

Aku hanya bisa pasrah menerima konsekuensi ini, aku segera membersihkan toilet ini. Ruangan toilet ini begitu luas, karena toilet ini digunakan untuk semua siswa laki-laki kelas 12 jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Tapi aku tidak mengeluh begitu saja aku segera membersihkannya agar dapat mengikuti kuis di kelas.

Setelah selesai, aku menemui Pak Andi di kantor. "Assalamu'alaikum pak, saya izin melapor bahwa hukuman saya telah selesai saya kerjakan."

"Wa'alaikumsallam, bagus. Anna Serlina ini bukan yang pertama kali, jadi ini adalah surat pemanggilan orang tua. Saya harap orang tua kamu datang besok ke sekolah ini," Pak Andi menyodorkan sebuah surat kepada ku. Aku benar-benar takut sekarang, bagaimana reaksi ayah setelah mengetahui ini semua.
Aku takut ayah semakin marah kepada ku.











*******












Aku segera berbalik menuju kelas, sembari mendekap amplop tersebut aku tidak sadar bahwa aku sedang berjalan di koridor sambil melamun
"Aduh panas," ringis ku.

Dan segera tersadar dari lamunan ku sebelumnya, karena aku merasa kulit tangan ku terasa terbakar dengan air mendidih.

"You're stupid!" maki seorang laki-laki dihadapan ku.

Aku segera menoleh ke depan, disana aku melihat seorang laki-laki dengan muka merah sedang menahan amarah serta mata tajamnya yang menatap ku begitu dalam. Bajunya terkena tumpahan noda kuah bakso, sepertinya ia dari kantin membawa makanan itu.

"Mmm,, maa---fkan saya. Saya benar-benar tidak sengaja, saya tadi berjalan sambil melamun jadi tidak melihat ke depan," ucap ku dengan rasa gelisah. Aku takut sekali dengan tatapan tajamnya seperti sedang menahan emosi.

"Bodoh!!" bentaknya dengan kasar dan penuh emosi.

"Ar, astaga lo mandi apaan itu anjir. Lo mandi kuah bakso? Pfftttt...., astaga hahahaha."

Aku melihat tiga orang laki-laki datang menghampiri kami, dan salah seorang dari ketiganya mentertawakan dia.

"Bukannya tadi tuh kuah bakso baru mateng? Itu panas banget gila, badan lo aman bro?" tanya teman lainnya.

Astaghfirullahaladzim, aku baru menyadari bahwa tubuh laki-laki itu seperti bermandikan kuah bakso. Semuanya telah basah hingga celana maupun sepatunya karena tumpahan kuah bakso yang dibawanya dan telah aku senggol sebelumnya.
Ini salah ku, bagaimana ini?















































Next ga nih? 😃

Luka Tersembunyi [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz