39 • Sekolah

82 14 0
                                    

Aku kembali, dengan penuh kenangan dan luka. Aku kembali, dengan rasa sakit yang masih sama. Dan aku kembali, untuk menerima semua rasa sakit itu lagi.
















Hampir semingggu aku absen di sekolah. Maka dari itu, hari ini aku kembali ke sekolah dengan rutinitas seperti biasanya.

Tentang uang itu, ayah dan ibu telah memutuskan agar kami pindah ke rumah baru yang lebih besar dan mewah dari rumah yang kami tempati sekarang.

Sejujurnya aku lebih suka di rumah sederhana seperti ini dari pada rumah besar dan megah. Kata ‘sederhana’ selalu mampu membuat aku bersyukur dalam menjalani hidup di dunia ini.

Namun, bagaimana pun keputusan orang tua yang menurut mereka terbaik tidak boleh dibantah. Aku hanya bisa pasrah dari keputusan itu.

Tiga hari lagi kami akan pindah ke rumah baru tersebut. Kata Asya setelah dia meninjau rumah tersebut, tempat itu cukup dekat dengan sekolah dan juga Restaurant Starlight. Syukurlah, dengan begitu aku tidak perlu menghabiskan tenaga seharian hanya untuk berjalan kaki.

Dengan uang itu juga ayah membuka usaha yaitu produksi serbuk coklat. Semoga saja usaha yang ayah rintis sekarang dapat membuahkan hasil dan mengembalikan masa kejayaan ayah seperti dulu lagi.

Pagi ini aku memasak nasi goreng untuk kami sarapan. Aku berharap masakan yang aku buat dapat dinikmati oleh mereka.

Tepat setelah aku menata makanan tersebut di meja makan, mereka datang dengan raut wajah gembira tidak seperti yang dulu.

Semoga ini awal yang baik. Aku menghampiri mereka dan menawarkan masakan yang telah aku buat sebelumnya. Namun, ternyata aku salah membayangkan pikiran bahagia itu. Mereka terlihat acuh dan bersiap-siap dengan kegiatannya masing-masing.

“Ayah, ibu, Anna udah masak sarapan buat kita semua. Mumpung masih hangat ayok dicicip.”

Tak ada sahutan dari kedua orang tua ku, menoleh saja tidak. Mereka terlihat mengobrol serius mengabaikan diri ku. Menghela nafas pelan, aku kembali menawarkan makanan tersebut kepada kedua adik ku.

“Dek, sarapan dulu sini baru berangkat sekolah.”

“Males deh, nasi goreng kuno gitu. Aku tuh pengen makan yang enak-enak sekarang, mending kakak makan sendiri aja itu nasi goreng.” sahut Asya dengan acuh.

“Tapi ini enak loh, coba dulu sedikit.” bujuk ku kepadanya.

“Apaan sih malah maksa gini!”

“Ini masih pagi tau, udah buat badmood aja. Kemarin-kemarin waktu kakak pergi hidup ku tenang, sekarang ada kakak ngebacotin terus.”

“Seharusnya ayah kemarin ngasih saran sih, supaya kakak pergi dari rumah ini setelah mengantarkan uang itu.” ujar Asya pedas sambil berlalu ke luar rumah.

Aku beristighfar di dalam hati mendengar perkataan Asya barusan, tidakkah dia merasa bahwa ucapannya tersebut dapat memberikan luka di hati ku sebagai kakaknya?

Astra menatap ku tajam, kemudian dia mengambil piring bagiannya di meja yang telah berisikan nasi goreng. Aku tersenyum melihatnya, semoga dia menyukai masakan ku.

Namun setelahnya, aku hanya bisa menahan nafas melihat apa yang dilakukannya. Dia membuang nasi goreng tersebut ke tempat sampah tanpa mencicipinya sedikit pun.

“Astra, kenapa dibuang? Itu mubazir.” seru ku tertahan, aku ingin marah melihat kelakuannya tersebut. Bahkan aku telah memanggil namanya dengan penuh penekanan.

“Makan tuh nasi goreng, gue gak sudi makan masakan perempuan murahan!”

“Lain kali kalau masak cukup buat diri sendiri, kalau tau mubazir.”

“Gak akan ada yang mau makan itu masakan, takut terkontaminasi virus HIV.” setelah mengatakan itu Astra pergi meninggalkan kekacauan ini.

Hati ku terasa pedih mendengar penolakan yang dilakukan oleh kedua orang tua dan juga kedua adik ku. Andaikan mereka tahu, bahwa aku tidak seperti yang terlintas dalam pikiran mereka.

Air mata ku tumpah karena sudah tidak kuat menahannya lagi, sambil terisak pelan aku memasukkan semua nasi goreng itu ke dalam satu wadah bekal yang akan ku berikan kepada Dina nanti di sekolah.

Hanya itu salah satu cara agar makanan ini tidak terbuang sia-sia. Dengan terburu-buru aku bersiap-siap dan menuju ke sekolah.
















*******














Aku tiba di sekolah dengan tepat waktu, baru sedikit murid yang datang pagi ini. Bersenandung kecil aku melewati gerbang dengan bahagia, akhirnya aku bisa kembali ke sekolah lagi.

Tidak lama lagi akan tamat, itu membuat ku begitu excited untuk belajar hari ini. Semoga di hari kelulusan nanti aku bisa mendapatkan predikat siswa terbaik di angkatan.

Setelah sampai di kelas aku tidak langsung duduk. Aku mengamati terlebih dahulu kelas yang telah aku tinggal selama hampir seminggu. Tidak banyak yang berubah, hanya saja tempelan di mading yang semakin banyak.

Saat aku masih asyik mengamati kelas ini, aku tersentak merasakan tepukan di pundak yang begitu keras. Aku berbalik mencari tahu siapa yang melakukan itu kepada ku, di depan sana telah berdiri Rasya dengan tatapan memincingnya.

“Lo Anna kan? Dari mana aja lo? Absen hampir seminggu?” tanya Rasya penuh keheranan.

“A-aku…, aa--aku.., ada acara keluarga mendadak kemarin jadi gak sempat izin.” jawab ku terbata-bata berusaha meyakinkan Rasya.

“Yang bener lo Na? Kok gue gak yakin ya.”

“Soalnya lo jawab aneh gitu,” imbuhnya dengan tatapan penuh intimidasi.

“I-iya soalnya aku masih kaget akibat tepukan kamu tadi.” alibi ku dengan penuh keyakinan.

“Ooh, bukan karena kekacauan di rumahnya Arga minggu lalu kan?”

“Soalnya lo ngilang setelah acara di tempat Arga hancur.”

Astaghfirullahaladzim, aku baru mengingat memori tersebut. Hari dimana aku benar-benar melakukan satu kesalahan besar. Jika Rasya tidak membahasnya mungkin aku sudah lupa.

“Pagi epribadehhh…” sapa Irwan saat memasuki kelas.

“Anjirr, lo Anna kan?” tanyanya kaget saat melihat ku.

Dengan terkekeh pelan aku menjawab pertanyaannya, “Iya Wan, ini aku.”

“Dari mana aja lo ngilang seminggu ini?” tanyanya penasaran

“Aku ada acara keluarga mendadak waktu itu, jadi gak sempat izin.” jawab ku berbohong kepadanya.

“Gila banget lo alpa hampir seminggu, udah mau lulus ini coy seenak jidat lo aja.” komentar Irwan dengan bijak.

Aku hanya tersenyum tipis membalas ucapannya, bingung harus menjawab apa dari perkataannya tersebut.

“Lo tau Na, padahal lo udah jadi incaran Arga selama seminggu ini.” ujar Irwan memberitahu ku.

“Incaran?” cicit ku pelan.

“Iya, Arga selalu nyariin lo selama seminggu ini. Soalnya acara bokapnya berantakan gara-gara lo. Katanya sih dia mau minta pertanggungjawaban dari kecerobohan lo itu.” sela Rasya menambahkan.

“Bener, jadi lo hati-hati aja. Soalnya gue liat-liat emosinya dari minggu kemarin suka berubah-ubah.” lanjut Irwan.

“Ooo iya satu lagi, lo harus lebih waspada lagi di sekolah ini. Soalnya fansnya Arga gak terima lo buat hancur acara bokapnya, bahkan mereka udah netapin lo objek bullying di sekolah ini. Cuman ke bantu BK jadi udah mulai surut.” jelas Rasya.

Ya Allah ternyata masalah ini belum juga usai, aku tidak yakin bisa bertahan lebih lama lagi jika apa yang dikatakan mereka benar terjadi.
























Happy Reading 🙌🏻

Jangan lupa tinggalkan jejak 👣

Luka Tersembunyi [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora