24 • Lunas

100 39 2
                                    

Terima kasih orang baik, semoga Allah swt membalas perbuatan mu. Di dunia ini ternyata masih ada orang sebaik kamu, terlepas niat apa yang kamu rasakan.















Dengan perasaan sedih bercampur kecewa aku tetap mengerjakan pekerjaan ku sebagai pramusaji di restaurant. Walau selalu menebar senyuman ke setiap pelanggan yang datang, namun sebenarnya itu adalah tipuan belaka.

Agar terlihat baik-baik saja di hadapan semua orang terpaksa ku gunakan tipuan muslihat itu. Aku tidak ingin orang lain tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja sekarang.

Cukup Allah swt dan hati ku saja yang merasakannya, karena sesungguhnya Tuhan mu tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya begitu saja.

Karena hari ini adalah libur akhir pekan banyak sekali pelanggan yang datang kemari, menghabiska waktu bersama dengan berbagai makanan.

Mereka datang bersama keluarga besarnya, bersama pasangan, maupun bersama teman-temannya. Meninggalkan kesibukan yang biasanya mereka jalani hingga tidak dapat berkumpul bersama.

Peluh membasahi seragam yang ku kenakan saat ini, sebab sedari tadi aku selalu mondar-mandir mengantarkan pesanan mereka dari satu meja ke meja yang lain.

Tidak ada sedikit pun rasa lelah di benak ku, karena aku menjalankan pekerjaan ini dengan sepenuh hati.

Aku senantiasa bersyukur dapat mengerjakan tugas ini, sebab masih banyak orang di luar sana yang membutuhkan pekerjaan.

Tadi aku sempat membuka handphone, di sana terdapat satu sms yang mengabarkan Dina akan berkunjung ke restaurant sore ini.

Tidak heran memang, karena Dina kerap kali berkunjung ke sini disaat dia merasa bosan di rumah. Mengingat ia adalah anak tunggal, sementara kedua orang tuanya sibuk bekerja.

Karena sudah memasuki waktu sholat dzuhur, restaurant ditutup sejenak. Untuk memberikan kemudahan para pegawai muslim dalam beristirahat dan mengerjakan ibadahnya.

Setelah mengerjakan sholat dzuhur, aku mendudukkan diri di salah satu kursi pelanggan. Sambil menopang dagu, aku melamun memikirkan kembali bagaimana caranya agar aku mendapatkan uang untuk membayar iuran tersebut.

Entah sudah berapa aku larut dalam lamunan itu, hingga suara Kak Cila menyadarkan jiwa ku kembali. Bahkan aku sampai berjengkit kaget mendengar seruan Kak Cila tersebut.

"Na, lo ngelamun?"

"Woii Na," teriak Kak Cila. Dia terkekeh pelan melihat raut keterkejutan di wajah ku.

"Astagfirullah, kaget aku kak." ucap ku sembari memegang jantung yang berdetak dengan cepat.

"Lagian gue panggilin dari tadi gak nyaut-nyaut," kekeh Kak Cila.

"Lagi banyak masalah ya? Sampai ngelamun gitu."

"Masih muda udah mikirin masalah, seharusnya umur lo segini tuh lagi bucin-bucinnya Na."

"Bukan mikirin pekerjaan berat, udah kayak orang tua aja lo." tawa Kak Cila pelan.

"Hufft, gimana ya kak. Terkadang pepatah bilang, dewasa tidak ditentukan oleh umur. Misalnya banyak anak kecil di luar sana tapi sudah berfikiran dewasa, sementara orang dewasa malah kebalikannya." terang ku padanya.

"Wihhhh, puitis banget lo Na." Puji Kak Cila sambil menepuk bahu ku.

"Gue kira lo masih bocil ingusan yang gak ngerti apa-apa, tapi ternyata," jeda Kak Cila menatap ku dalam.

"Gue salah." gumam Kak Cila.

Dia masih menatap ku dengan intens, lalu memeluk ku untuk memberikan ketenangan. Rasanya aku ingin menangis mendapat perlakuan hangat ini, sudah lama sekali aku tidak merasakan perasaan ini.

Luka Tersembunyi [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum