26 • Undangan

106 38 2
                                    

Kehadiran seseorang yang tak diinginkan terkadang menjadi problematika sederhana, awalnya ringan tetapi lama-kelamaan menjadi berat.

















Malam ini ditemani dengan ribuan bintang yang berkerlap-kerlip, cuaca dan hawa yang menusuk kulit membuat sebagian orang enggan merasakannya.

Langit yang dipenuhi berbagai rasi bintang dan sinar rembulan yang sedikit tertutupi oleh awan kecil di sekitarnya.

Suara hewan yang beraktivitas di malam hari menambah kesejukan hati ini, Maha Besar Sang Pencipta yang telah menata kehidupan sedemikian rupa sempurna.

Di temani dengan segelas susu hangat, aku menatap langit yang tampak bahagia. Angin berhembus ringan menggoyangkan hijab hitam yang aku kenakan malam ini. Sepertinya Tuhan sedang berbaik hati sekarang, melihat sinar bulan yang memancarkan kehebatannya tanpa terhambat penghalang apa pun.

Entah sudah berapa lama aku berada di posisi ini, dari setelah menunaikan sholat isya aku bertahan hingga detik ini.

Menatap langit malam yang merupakan salah satu kuasa Tuhan. Kegiatan ini kerap aku lakukan apabila keadaan hati yang tak menentu, seperti sekarang.

Perasaan resah, kecewa, amarah, sedih, bercampur menjadi satu di dalam hati ku. Bagimana pun aku hanyalah seorang manusia biasa yang diciptakan Allah swt mempunyai perasaan.

Tergantung bagaimana kita dalam mengontrol perasaan tersebut agar tidak menjadi boomerang di kemudian hari. Karena penyesalan tidak pernah singgah di awal, maka berusahalah untuk menjauhinya.

Tegukan susu terakhir telah berhasil masuk ke dalam pencernaan ku, melihat sinar bulan, dan kembali menghela nafas.

Dari tadi hanya itu yang aku lakukan di sini, sedikit aneh memang, tapi hal itu justru ampuh menahan perasaan di hati ku.

Helaan nafas terakhir membuat aku terbayang-bayang akan masalah yang akhir-akhir ini ku lewati, ternyata aku cukup kuat untuk menghadapi itu semua berkat Dia yang selalu membingbing ku.

Setelah puas melampiaskan semua rasa di dalam hati, aku beranjak untuk masuk ke dalam rumah. Besok masih harus sekolah, jangan sampai aku terlambat dan mengulangi kesalahan yang sama.

Suasana hening menyambut ku saat pertama kali saat membuka pintu, sepertinya orang-orang yang ku cintai telah bergelung di selimut tebalnya.

Sebelum melangkah memasuki kamar, aku mengintip dari celah pintu kamar kedua orang tua ku. Tak sopan memang, tapi hanya dengan ini aku dapat melihat mereka dengan leluasa.Di sana, mereka berdua tertidur dengan nyenyak setelah melakukan pekerjaan keras, itu semua karena diri ku.

Aku turut menyalahkan diri ini melihat kehidupan yang aku alami sekarang, tak terasa air mata telah berkumpul menjadi satu di pelupuk mata, segera ku tutup kembali pintu kamar tersebut. Aku tak ingin mengganggu istirahat mereka.

Setelahnya aku menuju kamar kedua adik ku, Asya tidak ingin satu kasur dengan ku, sehingga ia memilih untuk tidur di kamar Astra dengan kasur terpisah.

Aku tidak tahu mengapa Asya begitu jijik jika dekat dengan ku, terkadang hati ku sedih melihat itu semua. Aku juga ingin merasakan kebahagian antara kakak dan adik perempuannya seperti kebanyakan orang di luaran sana.

Ku beranikan diri untuk melihat mereka secara dekat, mereka tertidur pulas. Jadi tak masalah bila aku memasuki kamar ini, jika mereka tahu aku menginjak kamar ini, maka mereka melakukan cara kasar untuk mengusir ku.

Hal itu sudah pernah aku rasakan di tahun lalu, mereka mengusir diri ku dengan cara mendorong paksa tubuh ku hingga menghantam lantai. Dari sanalah, aku belajar untuk tidak membuat mereka marah kembali.

Aku menarik selimut Asya yang tertindih di kakinya, ku selimuti ia secara perlahan. Aku menatap kedamaian saat adik ku ini tertidur, tak ada umpatan dan kata-kata kasar yang dikeluarkannya.

Ku sapu keningnya lembut dengan telapak tangan, begitu manisnya dia saat tertidur seperti ini.

"Sudah sangat lama kita tidak pernah kontak fisik lagi dek, kamu kalau di pegang dikit sama kakak langsung marah," kekeh ku miris.

"Kakak kangen pengen peluk kamu, main bareng, dan berbagi cerita kayak dulu lagi. Tapi gak mungkin lagi ya?"

"Kakak berharap bisa ngerasain itu lagi, sebelum semuanya berubah." gumam ku pelan.

"Semoga mimpi indah adik cantiknya kakak." Ucap ku sambil mencium keningnya perlahan.

Kemudian aku melangkah mendekati adik sulung ku, hal yang sama ku lakukan padanya. Air mata ku berhamburan keluar mengingat memori yang kami lakukan dulu, sebelum pergi tidur biasanya kami saling berpelukan sebagai tanda kasih dan sayang. Tapi sekarang, semuanya tak lagi sama.






*******







Siang ini suasana kelas begitu ricuh, setelah pengumuman sepuluh menit lalu yang mengatakan guru mengadakan rapat ulang tahun sekolah.

Banyak siswa maupun siswi yang berkeliaran di luar kelas, sementara yang di dalam kelas membuat kegaduhan untuk bersenang-senang.

Aku masih fokus terhadap novel yang sedang ku baca, sedangkan Dina mulai menelungkupkan kepalanya di sela-sela tangan sebagai bantalan, sepertinya ia bersiap untuk tidur.

"Gue ngantuk banget Na," keluh Dina.

"Tidur dulu ya, ntar kalau pulang bangunin."

"Setengah jam lagi pulang Din, nanggung kalau kamu tidur."

"Tapi gue ngantuk banget ini, beneran deh. Gue tadi malem ikut bokap ke tempat temennya jadi pulang larut, alhasil mata gue panda banget."

"Boleh ya Na gue tidur, pliss....." bujuk Dina dengan mata merahnya.

"Hufft, oke deh. Nanti aku bangunin setengah jam lagi."

"Okey bestie makasih." Ucap Dina sambil mencium pipi ku.

Aku menggerutu kesal, enak saja dia cium-cium begitu. Dasar Dina, lihatlah dia sudah ke alam mimpinya. Cepat sekali.

Lima belas menit berlalu, tampak Irwan membagi-bagikan sebuah kertas yang dilapisi pita emas diatasnya. Aku tampak acuh dan tidak begitu kepo akan apa yang ia bagikan.

Namun, ternyata dia bersama Abi menghampiri meja ku.

"Asslamu'alaikum Na," salam Abi tersenyum.

"Wa'alaikumsallam." balas ku pelan.

"Anjiirlah, pakai acara salam segala." kekeh Irwan pelan.

"Biar keliatan sopan bego, emang elo yang biasanya ngumpat mulu." sanggah Abi sinis.

"Halah basi, lo Bi."

Tanpa menjawab perkataan Irwan lagi, kemudian Abi meletakkan tumpukan kertas di meja kami.

"Eh Na, ini surat undangan party di rumahnya Arga malam ini. Ini buat Dina juga ada." ucap Abi sambil menyodorkan dua kertas berlapiskan pita emas tersebut.

Dengan mimik bingung yang kentara di wajah ku, membuat Abi mulai menjelaskan maksud dan tujuan kertas undangan tersebut.

"Jadi gini, bokapnya Arga kan pejabat pemerintah, kebetulan partainya lagi menang sekarang. Terus, karena bokapnya dia juga donatur tetap di sekolah ini makanya ngundang semua murid buat ngerayain keberhasilan partainya." jelas Abi.

"Sekalian bahas ultah sekolah disana juga, kata Pak Andi sih gitu tadi," lanjutnya.

"Gue jelasin supaya lo gak bingung, keliatan dari komuk lo bingung gitu tadi." kekeh Abi.

"Ini wajib datang?" tanya ku.

"Wajiblah, jangan bilang lo ada niatan buat gak dateng." terka Irwan dengan mata memincing.

"W--wajib?" tanya ku gagap.





















Bismillah up lagi 🙌🏻

Happy Reading ✨
Jangan lupa tinggalkan jejak 👣

Luka Tersembunyi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang