9 • Balasan

186 135 18
                                    

Allah swt saja memberikan balasan yang terbaik untuk setiap makhluknya, masa kamu sebagai makhluk malah memperumitnya.















"Mmm...., saya akan mencuci baju kamu sebagai bentuk permintaan maaf saya karena kecerobohan yang telah saya perbuat pagi tadi."

"Uu--ntuk mengganti baju kamu dengan yang baru, mohon maaf sebelumnya saya tidak mempunyai cukup uang untuk membelinya," jawab ku gugup menatap tepat ke arah bola matanya.

Masyaallah aku baru menyadari bahwa bola matanya indah sekali, berwarna coklat terang dengan binar hitam jika cahaya masuk ke dalam pupil matanya yang berwarna hitam pekat.

Aku sangat mengagumi mata indah itu ya Allah, masyaallah sekali ciptaan-Mu yang satu ini ya Rabb kagum ku dalam hati, Allah swt memberikan bentuk fisik yang begitu indah pada mata tersebut.

Tak sadar sudah berapa lama aku menatapnya dan hanyut akan bola mata indah tersebut hingga, "Ciihh gak sudi gue baju ini lo cuci mending gue buang aja." Ucapnya berdecih dan menatap ku dengan tatapan jijik, seolah aku ini adalah sebuah najis yang harus dijauhi.

Dan aku baru tersadar, bahwa aku telah terjerat pesonanya. Astaghfirullahaladzim apa yang telah aku lakukan barusan ya Allah, ucap ku dalam hati menyesali perbuatan ku tadi.

"Udahlah Ar biarin aja, lagian kalau mau beli baru nanggung woi udah kelas 12 ini," ujar Jio seakan memihak terhadap ku.

"Bener Ar, biar dicuci sama Anna baju lo sebagai pertanggungjawabannya," tambah Abi sambil tersenyum menatap ku.

Dengan kesal ia membuka seragamnya secara kasar, untung saja ia masih menggunakan baju kaos hitam dibaliknya. Lalu ia melempar seragam tersebut tepat diatas kepala ku yang terbalut hijab.

"Cuci! Besok harus udah bersih!" ucapnya dengan tegas dan tak terbantahkan.

"Cabut!!" ajaknya kepada semua teman-temannya untuk beranjak pergi dari perpustakaan ini.

Semua temannya mengikuti dia meninggalkan area ini, namun masih ada Jio dan juga Abi yang tersisa disini. "Dia emang gitu anaknya, sabar ya," ucap Jio merasa tak enak akan sikap temannya barusan.

"Ha'ah bener apa yang dibilang Jio, si Arga emang gitu. Maklum lagi PMS kali," lanjut Abi tertawa untuk menghilangkan kecanggungan akibat kejadian sebelumnya.

"Gapapa kok, saya udah terbiasa ngadepin orang yang kayak gitu," balas ku sambil tersenyum memeperhatikan gigi ku yang rapi.

"Saya duluan ya, mau ke kelas."

"Permisi, assalamu'alaikum." Sebelum melangkah pergi aku masih bisa mendengar balasan mereka terhadap ucapan salam ku barusan.

"Wa'alaikumsallam, hati-hati Na. Maaf ya, gue harap pertemuan kita setelah ini lebih baik lagi," teriak Abi, terdengar samar saat aku sudah jauh melangkah.

Aku berharap untuk tidak bertemu lagi dengan mereka setelah kejadian barusan, aku malu diperlakukan seperti itu sebelumnya. Ingin menangis juga aku malu jika dihadapan orang asing, maka dari tadi aku hanya mampu menahan air mata ku agar tidak tumpah.

Entah sudah berapa kali aku meneteskan air mata pagi ini, semenyedihkan inikah hidup ku. Rasanya sakit sekali, tapi aku harus bisa melewatinya selagi aku masih memiliki Allah swt.

Aku tiba di kelas dan melihat keadaan kelas yang cukup sepi, hanya ada tiga orang yang berada di dalam kelas. Termasuk Dina yang masih tertidur dengan pulas di bangkunya.

Aku menghampiri Dina dan membangunkannya, "Din bangun, kamu ke kantin gak? Ini udah istirahat, makan dulu soalnya kamu sering gak makan kalau mau berangkat sekolah. Inget kamu ada magh loh," aku menggoyangkan bahu Dina untuk membangunkannya, aku sudah seperti seorang ibu saja yang mengingatkan anaknya. Hahaha.......

Dina menggeliat akibat tepukan sedang yang ku berikan di atas lengannya, "Euunggghhh....., masih ngantuk Na," jawabnya dengan serak khas orang bangun tidur.

"Iya nanti lagi lanjut tidurnya, makan dulu kamu ada magh lo, makan dulu yuk," bujuk ku perlahan.

"Iya deh, thanks Na lo selalu ngingetin gue tentang itu," tiba-tiba Dina berhambur untuk memeluk ku dengan erat.

"Iya-iya udah ah ayok makan."

"Siip oke, kali ini gue traktir lo Na. Soalnya tadi malam gue menang mabar ML," ucap Dina menguraikan pelukannya dan mulai berjalan menuju kantin.

"Kamu game terus deh."

"Hehehe....., gabut Na tadi malem," cengir khas Dina untuk membela diri jika menyangkut game online kesayangannya.














*******














Ternyata kami dipulangkan dengan cepat hari ini karena semua guru akan pergi takziah ke kediaman Bu Sinta. Saat ini masih pukul 11.00 WIB, jam pulang sekolah sebenarnya masih lama. Tapi karena ada berita duka ini kami pulang awal hari ini.

Setelah berpisah dan berpamitan dengan Dina di gerbang tadi, aku berjalan untuk kembali pulang ke rumah. Hari ini aku akan pulang ke rumah terlebih dahulu sebelum berangkat pergi ke tempat kerja.

Sembari berjalan aku teringat amplop pemberian Pak Andi sebelumnya, bagaimana aku memberitahu ayah tentang ini. Ayah pasti begitu kecewa terhadap ku, dan mungkin saja emosi yang tadi malam masih bersisa untuk dilampiaskan lebih pada ku kali ini.

Aku menyusuri jalan sambil melamun memikirkan bagaimana caranya untuk memberikan amplop ini kepada ayah.

Tak terasa kaki ku telah berhenti di depan pintu rumah, dengan rasa tak karuan yang bersarang di hati aku memutuskan untuk masuk ke dalam.

"Assalamu'alaikum, Anna pulang," sapa ku saat membuka pintu rumah.

"Wa'alaikumsallam."

Kening ku mengernyit bingung mendengar suara dari arah dapur, ini masih pagi untuk ayah ataupun ibu pulang dari tempat kerjanya. Bahkan jam segini kedua adik ku juga belum kembali dari aktivitas sekolahnya, lalu siapa yang menjawab salam ku tadi.

Dengan rasa penasaran yang begitu tinggi di pikiran, ku langkahkan kaki menuju dapur. Nafas ku tercekat di tenggorokan saat aku melihat seseorang tengah duduk di meja makan dengan tenang.










































Happy Reading ✨
Jangan lupa tinggalkan jejak ya 🙌🏻

Kira-kira siapa hayo yang ada di dapur?










Luka Tersembunyi [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant