40 • Berbeda

90 19 1
                                    

Aku mohon jangan berubah, tetaplah jadi diri mu seperti dulu saat aku mengenal mu. Aku tidak tahu apa kesalahan yang telah aku lakukan sehingga kamu seperti ini sekarang.
















Jam pertama sudah terlewati. Bel istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu. Namun ada yang janggal di sini, dari tadi pagi Dina hanya menatap ku sekilas tanpa mau menyapa atau pun menegur ku.

Aku pikir dia sedang dalam keadaan mood yang tidak baik makanya seperti itu. Tapi, dia tetap bertahan hingga jam istirahat ini.

“Din,” panggil ku pelan.

Dia sibuk memainkan game yang berada di ponselnya, tanpa menjawab atau melihat diri ku. Dengan asyik dia bermain dan mengabaikan ku.

Tidak seperti biasanya, seharusnya saat pertama kali bertemu tadi dia sudah heboh akan kedatangan ku. Tapi sekarang, dia terlihat tidak peduli akan semua yang menyangkut tentang diri ku.

“Din aku bawa nasi goreng banyak nih, mau gak?” tawar ku kepadanya. Aku menyodorkan satu kotak bekal yang berisi nasi goreng yang telah aku siapkan sebelumnya.

Dia masih bergeming di tempatnya dan tetap mengabaikan diri ku. Tidak ada sahutan apa pun darinya. Dengan pelan aku menyendokkan satu suap nasi goreng untuk dicicipi kepadanya.

“Mau cicip gak Din, aku buat tadi pagi loh.” aku mulai mengarahkan sendok tersebut ke dekat mulutnya, namun tepisan kasar dari tangannya membuat nasi tersebut bercecer di lantai bahkan mengenai layar ponselnya.

“Anjing! Lo ngapain sih!”

“Liat sekarang layar ponsel gue basah karena perbuatan lo!”

“Emang ya apa yang orang bilang itu benar, lo itu pembuat kecerobohon.”

“Aa-aku cuman mau kamu nyicipin nasi goreng buatan ku Din.” lirih ku pelan.

“Emang gue ada bilang mau? Gak ada kan!”

“Terus sekarang ponsel gue gimana ini? Lo gak bisa tanggung jawabkan?”

“Nyusahin aja!”

“Kamu kenapa Din ada masalah? Soalnya kamu beda banget hari ini?” gumam ku lirih.

“Menurut lo? Asal lo tau ya gue malu Na. Gue malu sahabatan sama lo, suka buat kecerobohan. Terakhir kali lo buat kecerobohan fatal di acara bokapnya Arga, terus lo ngilang gitu aja. Gue malu diejek punya sahabat ceroboh kayak lo.”

Lagi, hati ku kembali remuk mendengar perkataan Dina. Malu? Dia malu menganggap aku sebagai sahabatnya. Apakah aku telah melewati sesuatu selama tidak bersekolah minggu lalu, hingga Dina mengatakan seperti ini.

“Jadi gue mau lo jaga jarak dulu dari gue. Kalau bisa ngejauh sejauh mungkin, gue tertekan ada di dekat lo.”

Setelah mengatakan itu Dina meninggalkan kelas, ternyata kejadian ini mengundang perhatian beberapa teman sekelas ku. Mereka menatap ku dengan sinis, serta melemparkan tatapan permusuhan kepada ku.

Mengabaikan tatapan itu, aku segera membersihkan kekacauan yang telah ku perbuat sebelumnya. Semoga saja ponsel Dina tidak mengalami kerusakan yang berat, karena aku tidak memiliki uang yang cukup untuk menggantinya.

Saat tengah membersihkan sisa-sisa remahan nasi goreng tersebut, salah seorang adik kelas menghampiri ku.

“Permisi kak, Kak Anna Serlina ada?”

“Iya, dengan saya sendiri. Ada apa ya?” tanya ku dengan bingung.

“Kakak dipanggil ke BK sekarang.” ujarnya menyampaikan pesan.

“BK?” tanya ku lirih.

“Iya kak. Kalau gitu saya izin pamit ya kak, terima kasih.”

Dia langsung menginggalkan ku setelah menyampaikan informasi tersebut. Tumben sekali BK memanggil ku, apakah ini berkaitan tentang asbesensi kehadiran ku minggu lalu?

Setelah selesai membersihkan kekacauan tersebut, aku segera bergegas menuju ke ruangan BK. Semoga saja tidak ada masalah serius yang menunggu ku di sana.

Saat melangkahkan kaki di koridor sekolah, tatapan para siswa dan siswi di sana begitu tajam dan sinis. Bahkan dengan iseng seorang siswa menjegal kaki ku, untungnya keseimbangan ku tetap bertahan.

Ku percepat langkah kaki untuk segera tiba di BK, karena aku sudah tidak tahan dengan tatapan mereka yang ditujukan kepada ku.

Tok tok tok

Aku mengetuk dan mengucapkan salam untuk masuk ke dalam ruangan yang dianggap horror bagi sebagian besar murid di sini.

“Asslamu’alaikum.” sapa ku mengucapkan salam.

“Wa’alaikumsallam, masuk.” sahut seseorang dari dalam.

Ku beranikan diri untuk masuk ke dalam, di sana aku melihat Bu Hetty sebagai kepala BK.  Juga terdapat Pak Andi, Bu sinta, bahkan Pak Indra yang menjabat sebagai kepala sekolah di sini.

Hati ku menjadi tidak tenang setelah melihat mereka berkumpul menjadi satu di ruangan ini, akankah semuanya baik-baik saja?

“Silahkan duduk Anna,” ujar Bu Hetty mempersilahkan ku.

Dengan gugup aku mendaratkan tubuh ku di atas sofa ruangan horror ini, menanti apa yang terjadi selanjutnya.

“Kamu tau mengapa dipanggil kemari?” tanya Bu Hetty.

“Ti-idak Bu,” jawab ku gugup.

“Begini Anna, kamu sudah absen hampir seminggu ini. Dengan keterangan alpa, saya ingatkan bahwa kamu akan segera lulus dari sekolah ini. Seharusnya kamu tau sepenting apa kehadiran bagi setiap siswa.”

“Ke mana kamu hingga absen begini?”

“S-saya ada acara keluarga mendadak Bu, jadi tidak sempat membuat surat.”

“APA? Alasan macam apa itu!” ujar Bu Hetty tidak terima.

“Dengar Anna, karena hal ini beasiswa yang kamu dapatkan terpaksa harus dicabut.” sela Pak Andi.

“Jangan Pak! Saya mohon jangan lakukan itu, sebentar lagi saya akan tamat, saya masih membutuhkan biaya tersebut hingga beberapa bulan ke depan.” cegah ku memohon kepadanya.

“Terlambat, beasiswa tersebut sudah dicabut dari pusat. Jadi kami tidak bisa melakukan tindakan,” tambah Pak Indra menerangkan.

“Itu kesalahan mu Anna, mengapa kamu absen berhari-hari dengan keterangan tidak jelas begitu.” lanjut Bu Sinta.

“Saya sudah mengatakan bahwa tadi saya ada keperluan keluarga Bu.”

“Kami tidak menerima alasan tidak masuk akal itu!” ujar Bu Hetty tegas.

“Mulai sekarang kamu sama seperti murid lainnya yang harus wajib membayar uang sekolah, anggap saja itu konsekuensi dari kesalahan mu itu!”

“Kamu tau, selain membahas perihal hal tersebut, ada yang lebih penting lagi.”

“A-apa Bu?” tanya ku sedikit penasaran.

“Kamu tau minggu lalu kamu telah menghancurkan acara besar seorang donatur di sekolah ini. Itu bukan biaya yang sedikit Anna, seharusnya kamu tau itu.”

“Selain itu, kamu juga mempermalukan sekolah dari tindakan mu tersebut.”

“Tapi tiba-tiba kamu menghilang tanpa jejak dan kembali lagi, apakah kamu berniat agar mereka melupakan kejadian itu?”

“Tidak akan pernah! Kejadian itu seperti mimpi buruk bagi nama sekolah ini, ini semua karena kamu!”

“Ini surat pemanggilan orang tua, suruh orang tua kamu datang besok ke sekolah ini jika kamu tidak ingin dikeluarkan dari sini.” ucap Bu Hetty sambil menyodorkan satu lembar surat kepada ku.

Dengan tubuh gemetar aku mengambil surat tersebut, apakah ayah akan datang untuk memenuhi panggilan dari sekolah ini. Tapi hati ku mengatakan itu tidak akan terjadi, ya Allah semuanya jadi rumit sekarang.



















Happy Reading 🙌🏻

Jangan lupa tinggalkan jejak 👣

Next ga nih? Beberapa part lagi bakal tamat 🤫

Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now