30 • Pelecehan

123 38 11
                                    

Semua wanita memiliki kehormatan yang berusaha dijaganya dengan sekuat tenaga, wahai laki-laki jangan sekali-kali kamu merusaknya. Jika itu terjadi, sama saja kamu merusak kehormatan ibu mu atau saudara perempuan mu.


















"Lah kok mundur-mundur neng?"

"Jangan takut, kita gak gigit kok."

"Sini deketan, mau saya bisikan sesuatu nggak?"

Tanpa menjawab perkataan mereka aku terus mundur dan berusaha untuk pergi sejauh mungkin dari jangkauan mereka. Namun, mereka mengetahui taktik rencana yang sedang ku rancang.

"Eeitttss, mau lari ke mana?" hadang pemuda berkulit hiam dan berbadan gempal.

"Pegangin tangannya, biar dia gak bisa kabur." perintah seorang pemuda kurus bermata sipit.

"Stop! Jangan sentuh saya, saya mohon. Saya cuman numpang lewat di sini," ucap ku memohon meminta belas kasihan mereka.

"Nah justru itu neng, lewat sini gak gratis. Harus ada imbalannya, zaman sekarang gak ada yang gratisan loh neng." tawa pemuda berbadan kurus tersebut.

Saat mereka telah berhasil memegang kedua pergelangan tangan ku, aku histeris dan melakukan upaya pemberontakan. Kekuatan mereka tidak bisa dibilang lemah, karena sejatinya kekuatan wanita selalu kalah dibandingkan pria.

"Jangan memberontak! Atau pisau ini akan menjadi saksi ajal mu malam ini." Ancam pemuda kurus tersebut sambil menyodorkan sebuah pisau tajam ke arah perut ku.

Sejujurnya aku tidak takut dengan ajal yang kapan saja menghampiri ku, jika aku terbunuh malam ini pun aku tidak menyesalinya. Aku hanya takut apabila amalan yang ku kerjakan selama ini belum bisa mengetuk pintu surga-Nya.

Tangisan ku menjadi histeris, saat mereka mencoba menjamah tubuh bagian belakang ku, dimana baju gamis ku telah robek akibat insiden sebelumnya. Walau masih tertutup dengan hijab yang ku kenakan, tapi aku merasa was-was dengan tindakan mereka.

"Cakep juga nih cewe, gak sia-sialah kita pulang club larut malam begini."

Mereka tertawa sembari melihat tubuh ku dari ujung kepala hingga ujung kaki, dengan tatapan lapar.

Ya Allah ku pasrahkan semuanya pada Mu malam ini, tolong kirimkan seseorang yang bisa membantu ku. raung ku dalam hati.

Saat mereka akan melepaskan hijab yang ku kenakan, lampu sorot kendaraan menyilaukan tempat kami berdiri saat ini. Kendaraan itu berhenti di depan masih dengan lampu sorotnya yang menyilaukan.

Apakah ini bantuan dari Mu ya Rabb, terima kasih. Engkau mendengarkan doa hamba Mu yang lemah ini. batin ku lega.

Pintu kemudi itu terbuka dan memunculkan sesosok laki-laki gagah dengan menggunakan stelan kemeja flanel hitam, Farel.

Aku terkejut bahwa yang menghampiri kami adalah Farel. Yang merupakan sahabat baik Arga.

Dia berjalan perlahan dengan gaya khasnya, kemudian berhenti, dan menatap ku dengan datar. Aku memberikan tatapan pertolongan memohon dengan isyarat mata, meminta bantuannya untuk menolong ku dari jeratan pemuda gila ini.

"Lepas!" perintahnya kepada para pemuda yang sedang menahan ku.

"Lo mau apa? Mau jadi pahlawan baik hati? Mending gabung aja bro, lumayan ini gratis." kekeh pemuda berbadan gempal.

Isak tangis memecahkan keheningan malam ini, entah sudah berapa kali aku menangisi hari ini.

Farel menatap pemuda itu datar, tatapan tajamnya mulai berkumpul di binar mata hitamnya. Kemudian dia menerjang pemuda berbadan gempal tersebut, hingga pemuda itu tersungkur ke aspal jalan.

Luka Tersembunyi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang