43 • Selalu Salah

85 15 0
                                    

Aku sedang berusaha untuk melakukan yang terbaik sesuai dengan kadar kemampuan ku sebagai manusia biasa. Tidak selalu sempurna memang, karena sejatinya kesempurnaan hanyalah milik-Nya.



















Dengan tergopoh-gopoh aku menyibak kerumunan yang menghalangi penghlihatan ku. Berlari menghampiri tubuh yang tidak berdaya itu, rembesan darah yang menguar dari sekujur tubuhnya membuat aroma amis menyengat sangat jelas.

Jarak empat meter dari tubuhnya, seonggok motor telah hancur berkeping-keping. Dan di depan sana, sebuah mobil fuso yang mengangkut alat berat mengalami kerusakan parah pada bagian depannya.

Dengan air mata yang bercucuran, aku berjongkok memandang tubuhnya. Baru saja kami bertemu di sekolah tadi, dan sekarang dia terbujur kaku di tempat ini. Aku ingin melihat tatapan tajam itu lagi, nada bicara yang ketus, dari pada harus melihat dia diam dengan keaadan menyedihkan seperti sekarang.

“Permisi mbak, mbak ini saudara korban?” tanya seorang warga yang mendekat kepada ku.

“B--bukan p-pak. S-saya t-temen sekolahnya,” jawab ku tersendat-sendat menahan isak tangis.

“Owalah, berarti mbak tau orang tua dari korban? Lebih baik segera dihubungi mbak, beri tau keadaan anaknya.”

“T-tapi saya tidak punya nomor teleponnya.”

“Wah agak susah ini, sepertinya handphone korban juga sudah rusak parah.”

Dengan raut kebingungan dan diliputi rasa panik, aku berpikir keras untuk segera membawa Arga ke rumah sakit terdekat.

“Pak, saya mohon untuk antar temen saya ini ke rumah terdekat. Dia harus segera membutuhkan pertolongan pak.” mohon ku kepadanya.

“Maaf mbak, tapi saya tidak punya mobil,” ujarnya merasa prihatin.

“Tapi mbak tenang aja, saya bakal suruh temen saya buat mengantarkannya.” lanjutnya.

“Terima kasih banyak pak,” ucap ku dengan tulus.

Dia segera berlalu dan memanggil temannya yang memiliki sebuah mobil. Dari banyaknya yang melihat kejadian ini, tidak ada satu pun yang berinisiatif untuk menolongnya. Mereka malah sibuk mencari tahu tentang awal mula kejadian ini, mengabadikannya di ponsel masing-masing.

Apakah mereka tidak melihat keadaan Arga yang begitu parah? Yang mereka lakukan bukan meminta pertolongan melainkan hanya menontonnya saja.

Akhirnya mobil yang ditunggu-tunggu telah datang, dan keluarlah dua orang laki-laki paruh baya mendekati kami.

“Ayok mbak, biar saya bantu angkat.”

“Iya, sepertinya dia harus segera mendapat penanangan.”

Dengan bersusah payah kedua orang tersebut mengangkat tubuh Arga ke dalam mobil. Setiap langkah kaki mereka meneteskan darah yang bersumber dari tubuhnya Arga. Tangis ku semakin menjadi melihat keadaanya yang seperti itu.

“Ayok mbaknya ikut, mbak dibangku penumpang buat nahan tubuhnya ya. Kayaknya kepala korban itu bocor.” ucap seorang warga yang menghampiri kami di awal.

“Asstagfirullahaladzim, ya Allah..” dengan rasa terkejut mendengar keterangan bapak itu, aku segera memasuki mobil dan menahan tubuh Arga dengan memangku kepalanya di atas paha ku.

Mobil segera melaju dengan cepat membelah jalanan yang lumayan sepi. Aku perhatikan sekujur tubuhnya yang terdapat banyak luka. Dengan tangan yang gemetar aku menyentuh kepalanya yang mengeluarkan darah sedari tadi. Benar saja, terdapat luka yang sangat dalam di belakang kepalanya.

Luka Tersembunyi [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu