34 • 5 Miliar

98 20 5
                                    

Bagi sebagian orang kekayaan adalah segalanya, terlepas dengan halal atau tidaknya hasil usaha itu, yang terpenting mereka merasa puas dan bahagia.
















Setelah acara masak di dapur tadi, sekarang kami sedang menikmati makan malam di teras rumah. Memandang langit malam yang bertaburkan ribuan bintang, serta ditemani oleh cahaya rembulan.

Dengan sepiring nasi hangat dan ditambah dengan satu ikan goreng sambal terasi, sudah begitu nikmatnya makan malam hari ini.

Kami mulai mengobrol sepanjang acara memasak tadi, hingga obrolan itu mengalir terus sampai saat ini.

Banyak kisah kehidupan Bu Ita yang ia ceritakan kepada ku, mulai dari yang sedih hingga bahagia. Dari ceritanya tersebut, ternyata ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh pasangannya. Sehingga dia memutuskan untuk kembali ke desa orang tuanya, dan memulai hidup barunya di desa ini.

Dulu ia dan keluarga kecilnya tinggal di kota, sang suami yang hanya bekerja sebagai buruh pabrik sudah cukup untuk membiayai kehidupan mereka. Setelah dua tahun menikah ia dikarunia sepasang anak kembar berjenis kelamin laki-laki.

Dia sudah sangat bersyukur dengan kehidupan yang sederhananya tersebut. Namun naas, saat sang suami mengajak kedua anaknya menghabiskan liburan bersama hal yang tak diinginkan terjadi. Ketiga orang kesayangannya harus meregang nyawa di depan matanya, saat sebuah mobil pengangkut batu bara melaju kencang dengan keadaan rem blong. Dan di sanalah suami dan kedua putranya meninggal di tempat, dan sudah tidak dapat terselamatkan.

Sekarang ia hanya hidup sendirian di dunia, sanak saudarnya tidak tahu ke mana. Sungguh miris cerita beliau, begitu menyayat hati.

“Dari tadi sepertinya hanya Ibu yang bercerita panjang lebar, kamu hanya mendengarkan saja nak.”

“Sekarang gantian gimana? Ibu yang mendengarkan, dan kamu bercerita. Ibu tidak mematokkan harus menceritakan kisah hidup mu, cerita yang lain juga boleh, jika kamu belum mau terbuka kepada Ibu.”

“S-saya hanya belum terbiasa dengan orang baru Bu.”

“Tidak papa, disini ibu tidak memaksakan kok.”

“Tapi.., tidak ada salahnya juga saya menceritakan kisah hidup saya kepada Ibu. Sama seperti yang Ibu lakukan tadi, jadi kita bisa impas.” ujar tersenyum.

“Baiklah jika kamu tidak keberatan, Ibu akan mendengarkannya.”

Aku menceritakan semua kisah hidup ku kepada beliau, dari yang bahagia hingga yang menyakitkan. Semua perlakuan yang ku terima dari keluarga, teman, dan lingkungan, semuanya aku ceritakan.

Bahkan aku sampai tak sadar, bahwa air mata ku ikut mengalir saat menceritakan kembali kisah memilukan tersebut. Ibu Ita memeluk ku dan memberikan ketenangan, menyeka air mata ku berkali-kali. Seketika aku mengingat ibu kandung ku, harusnya ibu lah yang melakukan ini kepada ku.

Setelah menceritakan semuanya, aku masih terisak kecil dalam pelukan seorang ibu paruh baya yang ku temui kemarin malam. Dia menenangkankan ku dengan kalimat-kalimat penghibur agar aku tidak berlarut-larut dalam kesedihan.

Saat sudah capek dan puas menangis, aku menatapnya. Ternyata ia juga ikut menangis bersama ku tadi, terlihat bola matanya yang masih basah dan menyiratkan kesedihan yang begitu dalam.

“Saya tidak menyangka ujian hidup yang kamu lalui seberat ini nak,” dia menghela nafas pelan dan menjeda kalimatnya.

“Saya kira kamu seperti remaja sekarang yang ngambek dengan orang tua dan melarikan diri dari rumah, tapi ternyata saya salah nak.” lanjutnya.

“Kamu adalah remaja tangguh, yang baru kali ini saya temui selama saya bertahun-tahun hidup di dunia ini.”

“Jangan pernah putus asa dan bersedih nak, karena Allah swt pasti sudah menyiapkan sesuatu yang begitu indah dibaliknya.” Tuturnya seraya memeluk ku kembali, bahkan punggungnya mulai bergetar meredam tangisannya.

Aku tertawa kecil melihat itu, hatinya yang selembut sutra membuat ia ikut merasakan pedihnya lika-liku kehidupan yang aku jalani.

Ia melepaskan pelukannya dan menatap ku begitu intens, aku tersenyum dan menyeka sisa air mata yang tertinggal di pipinya.

“Ibu jangan ikutan nangis.”

“Saya ikutan sedih nak, ya Allah semoga kamu selalu dalam lindungan-Nya nak.”

“Aamiin Bu, terima kasih. Ibu juga ya.”

“Lalu, bagaimana syarat yang diberikan ayah mu itu?”

“5 miliar, bukanlah sedikit nak.”

“Jika tadi 5 juta mungkin saya bisa membantu kamu, tapi ini….”

“Nggak papa Bu, Ibu gak usah pikirin. Biar saya aja yang cari jalan keluarnya, Ibu sudah sangat banyak membantu saya.”

“Semoga saja ayah mu segera sadar nak, dan tidak terlambat menyadari kesalahannya, sebelum semuanya sia-sia dan tidak berarti apa-apa lagi.”

“Aamiin Bu, saya juga berharap seperti itu.”

“Tentang uang itu, besok pagi coba saya bicarakan dengan warga sekitar. Mana tau mereka ada yang berniat meminjamkannya kepada mu nak.”

“Tidak Bu! Ibu tidak usah repot-repot bantuin saya,” cegah ku untuk menghentikan niatnya.

Uang tersebut nominalnya begitu besar, mustahil orang mau meminjamkan cuma-cuma tanpa adanya suatu jaminan. Apalagi untuk ku sebagai pendatang baru di desa ini, orang akan berpikir seribu kali untuk meminjamkan uang atau barang berharga miliknya.

Walau hati ku dilanda gundah dan gelisah, aku terus berpikir rasional untuk mengatasinya. Aku yakin Allah swt tidak akan membiarkan aku sendirian dan membantu ku untuk menemui jalan keluar dari masalah ini.












*******












Pagi ini aku melamun di halaman rumah Bu Ita yang ditanami berbagai jenis pohon buah, aku memikirkan kembali bagaimana caranya aku segera mendapatkan uang tersebut.

Agar kembali ke dalam keluarga ku, dan menyelesaikan pendidikan terakhir ku. Aku tidak mungkin selamanya tinggal di sini dan merepotkan Ibu Ita. Aku harus cepat menemukan jalan keluar dari masalah ini. Tapi apa, apa pekerjaan yang cocok untuk ku agar mendapatkan uang sebanyak itu.

Masih dalam keadaan melamun, pundak di tepuk oleh seseorang. Diri ku langsung tersadar dan melihat siapa yang telah menyadarkan aku dari lamunan tersebut.

Aku melihat Bu Ita bersama sepasang paruh baya berdiri di hadapan ku, mereka memberikan seulas senyuman manis.

“Nak, saya hanya bisa bantu ini. Ini adalah teman saya dulu di kota, kebetulan dia sedang berkunjung ke desa ini, dan dia yang akan membantu mu untuk mendapatkan uang itu.” ucap Bu Ita menjelaskan dengan senyuman tulusnya.

Tubuh ku membeku di tempat setelah mendengar lontaran kalimat Bu Ita, perasaan senang, sedih, sesak, bercampur menjadi satu di dalam hati ku. Akhirnya aku mendapatkan jawaban keluar dari permasalahan ini. 

“Ibu beneran? Ini kenyataankan?” tanya ku tak percaya, aku masih belum bisa mencerna ini semua dengan baik.

“Benar nak, mereka yang akan memberikan uang dengan nominal besar itu.”

“Ibu hanya bisa membantu mu sampai sini saja nak, selebihnya mereka yang akan menolong mu.”

“T-tapi dengan jaminan apa Bu? Aku tidak begitu yakin orang baru akan memberikan uang sebanyak itu dengan gratis.”

“I-iitu, benar nak. Mereka akan menjelaskannya kepada mu.” jawab Bu Ita gugup dengan raut muka sendu.

“Maaf jika saya mengambil keputusan sendiri tanpa memberi tau mu terlebih dahulu, saya kira ini adalah jawaban atas semua doa-doa mu nak. Walau harus ada pengorbanan besar di dalamnya.”


























Happy Reading 🙌🏻
Jangan lupa tinggalkan jejak 👣

Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now