38 • Kembali

74 15 1
                                    

Ayah aku pulang, dengan memenuhi syarat yang telah engkau berikan sebelumnya. Aku bahagia bisa memenuhi syarat mu itu, semoga saja kau juga bahagia akan usaha yang aku lakukan ini.

















Setelah berkonsultasi dengan dokter yang menangani operasi ku, berdebat dengan panjang lebar, akhirnya aku mendapatkan izin untuk pulang hari ini.

Sungguh bahagianya hati ku, tidak sabar untuk bertemu dengan keluarga ku tercinta. Aku sudah memendam rasa kangen begitu dalam kepada mereka, apakah mereka juga merasakan hal yang sama? Aku harap begitu.

Pak Aryo dan Bu Sila membantu ku untuk berkemas agar segera meninggalkan ruangan berbau obat-obatan ini.

“Ayo kami antarkan,” ajak Pak Aryo.

“Tidak usah Pak, terima kasih sebelumnya. Saya pulang sendiri aja.” tolak ku halus.

Sudah cukup aku merepotkan semua orang dari minggu lalu, aku tidak ingin tambah merepotkan mereka lagi dengan mengantar ku pulang.

Aku juga tidak mengalami amnesia dari operasi tersebut, masih mengingat jelas alamat rumah ku.

“Tapi kamu masih tahap pemulihan, jangan capek-capek. Luka jahitan mu belum secara total mongering. Jadi, lebih baik kami antarkan pulang.” ucap Bu Sila memberikan saran.

“Tidak Bu, saya bisa pulang sendiri. Tidak capek kok, saya hanya perlu duduk di bus hingga sampai di rumah.” kekeh ku pelan.

“Kamu malah bercanda, saya serius ini.” ujarnya dengan raut muka sok galak.

“Kamu merasa kami direpotkan dengan hal ini?” tanya Pak Aryo memastikan.

“Mmmm…,” aku kalah telak, tidak bisa menjawab pertanyaan dari dirinya.

“Ya ampun jadi benar, karena hal itu?” ulang Bu Sila memastikan.

“Ya Allah Na, padahal kami sama sekali tidak merasa direpotkan hanya dengan itu. Kamu berpikirnya jauh sekali sampai ke situ.”

“Baiklah begini saja, saya pesankan taksi untuk mu. Supaya kamu tidak perlu bedesak-desakan dengan penumpang lain di bus, luka jahitan mu belum sepenuhnya kering.”

“Dan kamu tidak diminta untuk menolakan tawaran saya kali ini, cukup ikuti dan lakukan saja.” putus Pak Aryo menatap ku.

“Hufft.., baik Pak terima kasih.” ucap ku pasrah.

Aku tidak bisa membantah lagi dengan keputusan Pak Aryo, dengan itu ia merasa dihargai. Jadi ku putuskan untuk mengikuti saran darinya. Sepertinya naik taksi bukanlah hal yang buruk.

Setelah taksi yang dipesankan Pak Aryo datang, aku berpamitan kepada mereka. Mengucpkan ribuan terima kasih karena telah menonolng ku, dan begitu pun mereka sebaliknya.

Pak Aryo sempat memberikan kartu identitasnya kepada ku, menghubunginya jika terjadi sesuatu pasca operasi ini. Padahal, aku yakin kartu tersebut tidak akan pernah terjamah oleh ku.

Di dalam taksi aku sudah tidak sabar untuk segera sampai di rumah, mendekap dengan erat orang-orang yang aku sayang. Hampir dua jam berkendara, akhirnya aku tiba depan rumah. Tidak ada yang berubah sedikit pun dari tampilan luarnya, masih sama seperti yang aku tinggalkan seminggu yang lalu.

Bergegas turun dari mobil, aku mengambil barang-barang yang tertinggal di dalam. Hati berdebar untuk bisa melihat wajah mereka lagi dari jarak dekat.

Kaki ku melangkah perlahan untuk sampai di pintu rumah, keadaan hari yang mulai petang, membuat aku yakin bahwa mereka semua telah berkumpul di rumah.

Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now