23 • Egois

107 38 8
                                    

Rasa marah berkecamuk di dalam hati ku, ingin aku utarakan kepada mereka bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. Tapi, rasa sabar pemberian-Nya membuat aku luluh dan mengikhlaskan semua.















"Dek kalian pasti tau sesuatukan?" ulang ku bertanya kepada mereka.

Mereka hanya menatap ku acuh, setelah itu melanjutkan memakan martabak yang mereka beli sebelumnya.

"Dek, kakak mohon jawab pertanyaan kakak. Kakak dari tadi ngomong sama kalian, setidaknya jawab pertanyaan kakak." tegur ku pada mereka.

"Berisik banget sih anjir!" bentak Astra.

"Gitu doang dipermasalahin," tambah Asya.

Aku menghembuskan nafas untuk menenangkan diri, jangan sampai bisikan setan mempengaruhi emosi ku saat ini.

"Asya..." ucap ku pelan sambil tersenyum.

"Dek, kamu pasti tau sesuatukan. Karena kamu sering keluar masuk kamar kakak, jadi mungkin kamu mengetahuinya."

"Anjing! Lo nuduh gue." umpat Asya.

"Lo pikir gue apaan!!" sangkal Asya dengan muka merahnya.

"Cih," decih Astra.

"Jadi orang tukang fitnah."

"Kalian salah paham, kakak gak ada nuduh kalian dek. Kakak cuman tanya, siapa tau dari kalian ada yang tau. Toh seandainya kalian juga yang ambil uang itu buat keperluan penting kakak gak bakal marah." jelas ku sambil tersenyum manis.

"Kalau kalimat kakak yang terakhir beneran udah kejadian gimana?" tanya Astra dengan seringainya.

Jantung ku berdegup kencang mendengar perkataan adik sulung ku barusan, apa benar mereka yang mengambil uang itu? Tapi untuk keperluan sepenting apa? tanya ku dalam hati.

"Jadi..." aku membasahi bibir untuk melanjutkan kalimat selanjutnya dan berusaha mengontrol rasa sesak di dada.

"Jadi, kalian yang ambil uang itu?"

"Kalau iya? Memangnya kenapa?"

"Dek kakak mohon, jawab sejujurnya. Kalian yang ambil uang itu?"

"Iya." sela Asya.

"Lebih tepatnya gue yang ambil. Kenapa? Lo ga senang?"

"T-tapi untuk apa dek?

"Ya buat makanlah, buat apa lagi!" Jawab Asya sambil menghentakkan gelas minumnya dengan kasar di meja.

"Makan?" beo ku pelan.

Apa penghasilan ayah dan ibu sekarang tengah menurun? Hingga untuk memenuhi kebutuhan perut sesulit ini. Tapi mengapa aku tidak mengetahui apa-apa, jika penghasilan berkurang ayah akan mencaci ku dengan kejam.

Namun, aku tidak merasakan itu akhir-akhir ini. Aku bahkan merasakan, aura yang dipancarkan ayah tidak sedang berada dalam tekanan besar.

"Penghasilan ayah lagi turun?"

"Lo doain penghasilan ayah turun!" tuduh Asya.

"Astagfirullah, bukan gitu dek. Maksud kakak, penghasilan ayah lagi turun sekarang? Makanya buat makan kita susah."

"Enggak." jawabnya malas.

"Ha?" cicit ku pelan.

Ini membuat ku bingung, jika uang tabungan itu dibuat untuk membeli kebutuhan hidup kami, tapi mengapa stok makanan di dapur tetap begitu saja tidak ada tambahan sama sekali.

Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now