4 • Lagi?

281 175 15
                                    

Sepertinya kali ini adalah sebuah takdir, benar bukan?




Rintik hujan membasahi trotoar jalan malam ini, ternyata benar prediksi ku sore tadi bahwa hujan akan turun malam ini. Sepertinya hujan kali ini akan turun sangat deras, aku harus cepat sampai rumah sebelum hujan turun membasahi bumi.

Rumah? Ah ya, aku baru ingat. Aku belum izin ke ayah maupun ibu kalau pulang larut lagi malam ini. Bagaimana ini? batin ku cemas.

Seketika aku panik memikirkan kekhawatiran orang tua ku, khawatir? Apa benar mereka khawatir pada ku? Mungkin kah? Harusnya memang seperti itu bagi orang tua pada umumnya, ketika mengetahui anak gadisnya belum berada di rumah larut malam begini.

Aku harus berfikir positif, jangan sampai bisikan setan melemahkan iman ku ini.

Waktu terus berjalan, perlahan-lahan kendaraan hanya satu dua yang melewati jalan di daerah sini.

Sebenarnya, aku telah berbohong kepada Bang Lian tentang aku yang akan pulang kerja menaiki angkot. Uang yang ku miliki pas-pasan untuk membayar tarif angkot malam ini, jika uang ini aku gunakan untuk sekarang bagaimana besok jika ada keperluan mendadak di sekolah.

Sementara gaji ku masih akan dibayar dua minggu lagi, maka dari itu aku harus berhemat menunggu gaji ku yang akan diberikan dua minggu lagi.

Jadi aku memutuskan untuk berjalan kaki untuk sampai ke rumah, biasanya aku membutuhkan waktu lima belas menit berjalan kaki dari Restourant Starlight menuju rumah.

Ini bukan hal yang pertama ku lakukan, hampir tiap kali pulang kerja aku lebih memilih berjalan kaki. Jika telah menerima gaji baru aku akan menaiki bus atau angkot untuk pulang ke rumah.

Lumayan juga uang yang seharusnya digunakan untuk membayar tarif angkutan umum lebih baik ditabung, karena kita tidak tahu ada kebutuhan apa yang mendesak di depan sana.

Aku bersenandung kecil berjalan di trotoar melantunkan sholawat kepada Rasulullah saw, sembari menambah pahala. Aku melihat ke sekitar, sepertinya orang-orang telah berdiam diri di rumahnya masing-masing.

Hanya sedikit orang yang berlalu-lalang di sini, sebenarnya aku takut dengan suasana yang seperti ini. Tapi aku selalu berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah swt untuk menjaga dan melindungi ku.

Ku percepat langkah kaki ku untuk berjalan, karena kilatan petir dan hembusan angin yang semakin kencang menandakan hujan akan segera turun.

Saat menoleh ke depan aku mendengar suara seseorang yang berbicara dengan sangat keras, dari intonasi dan nada bicara suara itu milik seorang laki-laki.

Otomatis ku hentikan langkah kaki ku, aku benar-benar takut sekarang. Bagaimana ini? Aku melihat ke arah sekeliling ku saat ini, tidak ada satu orang pun yang melewati jalan ini kecuali aku dan laki-laki di depan sana.

Jarak diriku dan dia hanya dua meter, sepertinya tadi saat aku asyik melamun waktu berjalan sehingga, tidak menyadari ada orang yang berhenti di depan sana.

Ingin berlari mundur juga tidak mungkin lagi, karena jarak rumah ku tinggal tiga meter lagi. Bagaimana ini apa yang harus aku lakukan sekarang? tanya ku dalam hati dengan rasa was-was.

Sebentar, agaknya aku familiar dengan motor yang dikendarai laki-laki itu. Aku seperti pernah melihatnya tapi dimana ya? Apakah aku salah menebak kali ini?

Laki-laki itu menoleh ke arah ku dengan tatapan tajam dan sinisnya dibalik helm full face itu. Aku bisa melihat dengan jelas tatapan itu, walau terhalang helm yang dikenakannya, tapi bagian mata dari helm itu benar-benar dapat terlihat jelas.
Sepertinya dia telah menyadari ada yang memperhatikannya sedari tadi.

Seketika aku meraup oksigen dengan rakus, karena detak jantung ku yang berirama dengan begitu cepat saat menatapnya. Tatapan itu, persis sama dengan tatapan yang pernah ku lihat sebelumnya di halte bus sore tadi.

Aku masih mematung di tempat yang sama, tidak beranjak sedikit pun. Aku lantas menoleh ke arah laki-laki tersebut saat mendengar suara deruan motor yang menjauh.

Sepertinya aku melamun lagi hingga tidak menyadari bahwa laki-laki tersebut telah pergi dari hadapan ku.

Hujan deras menerpa tubuh ku, membuat aku langsung tersadar dari lamunan ku. Aku melihat ke atas langit dan benar saja hujan deras telah turun ke bumi malam ini.

Aku segera berlari dengan kencang ke arah rumah, syukurlah rumah ku tidak jauh lagi.

Saat aku melewati pos ronda malam, aku melihat bapak-bapak yang berada di gang perumahan ku telah mangkal di sana untuk jaga malam. Mereka menatap ku dengan heran dan juga sinis, mungkin saja mereka beranggapan anak sekolah mana yang baru pulang ke rumah hingga larut malam begini.

Aku berlari melewati mereka dengan senyuman tanpa memperdulikan tatapan mereka kepada ku.

Akhirnya aku sampai rumah, aku segera melepas sepatu dan barang sekolah lainnya yang telah terkena air hujan.

"Asslamua.....,"

Sebelum aku selesai mengucapkan salam dan mengetok pintu, pintu telah terbuka lebar dengan suara yang keras.

Ayah berdiri di depan sana dengan tatapan tajam dan kilatan marah di matanya. "Bagus, baru pulang kamu jam segini? Ngapain kamu pulang ke rumah lagi, masih ingat rumah kamu? SEKALIAN GAK USAH PULANG SEKALIAN!!! KAMU TAU, SAYA MALU SAMA TETANGGA MELIHAT KELAKUAN KAMU INI!" bentak ayah dengan nada amarahnya yang membuat aku takut, bahkan tangan ku sampai bergetar mendengarnya.

"Ayah.., aku gak kemana-mana, aku murni cuman pergi kerja setelah pulang dari sekolah ayah," jelas ku kepada ayah dengan mata yang berkaca-kaca.

Seketika ayah langsung maju ke hadapan ku, aku otomatis langsung mendongak ke atas melihat ayah.
Ayah menunjuk ku, "KAMU...!"








































Bismillah up lagi nih :)
Jangan lupa tinggalkan jejak ya 👣🙌🏻
Next ga nih? 😃

Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now