50 • Akhir

486 50 20
                                    

Selesai, semuanya akan berhenti pada waktunya. Bukan karena ia lemah, tapi karena dia telah mendapatkan kebahagiaan yang sesunggunya. Kebahagian abadi hanya ada pada-Nya.















Pagi ini ditemani oleh seorang suster, aku menaiki kursi roda untuk menuju ruangan ayah. Setelah aku bangun dari koma, hanya itulah Astra mengunjungi ku.

Sebelum menarik gagang pintu aku mendengar suara tawa yang menggema di dalam sana, hati ku menghangat melihat itu. Setidaknya mereka selalu bahagia, ada atau tidaknya diri ku.

“Asslamu’alaikum.” sapa ku membuka pintu dan mengentikan tawa mereka.

“Suster tunggu di luar aja ya, saya gak bakal lama cuman lima belas menit.”

“Baiklah, panggil saya kalau sudah selesai ya.”

“Terima kasih suster, maaf ngerepotin.”

“Tidak masalah, saya keluar dulu.”

Setelah itu aku mendorong kursi roda ke arah mereka sambil menahan ringisan perih di perut. Aku mengamati wajah mereka satu per satu, dengan setetes air mata yang menghiasai.

“Ayah udah sadar?” tanya ku tersenyum sendu.

“Saya harus operasi agar kembali seperti biasa, cepat lakukan itu!” perintah ayah dengan lemas.

“Tentu, ayah akan melakukan operasi itu beberapa jam lagi.” jelas ku menatap wajahnya yang tampak bingung.

“Maksud kamu apa?” tanya ibu.

Aku menatapnya hingga air mata ku kembali menetes, dengan perlahan ku gerakkan kursi roda mendekati ibu. Aku mencium tangannya, ia berusaha menepis namun aku menahannya dengan kuat.

“Kamu apa-apaan sih!” sentaknya kasar.

“Apa boleh Anna peluk ibu untuk yang terakhir?” tanya ku dengan deraian air mata.

“Tidak! Saya tidak sudi memeluk anak bodoh seperti mu!” tolak ibu.

Aku hanya tersenyum sedih melihat itu semua, hal serupa juga terjadi kepada Astra dan Asya. Mereka tidak ingin memeluk ku, bahkan mereka tidak akan mau melihat ku lagi jika ayah belum di operasi dan sehat kembali.

“Kakak janji, setelah ini ayah bakal sembuh lagi.” ujar ku menghibur kedua adik ku.

Tapi, apa kakak berkesempatan buat meluk kalian setelah itu? batin ku menangis.

Lima belas menit aku berada di ruangan ini, mereka tidak menganggap keberadaan ku. Sedari tadi aku hanya mendengarkan lelucon mereka, dan tersenyum jika mereka tertawa.

Setidaknya memori ini yang akan ku bawa, sebagai kenangan manis kelak. Aku yakin setelah operasi ayah berjalan lancar dan berhasil mereka akan lebih bahagia dari pada ini. Mungkinkah aku juga dapat ikut merasakannya?

Suster datang dan mengingatkan ku bahwa waktu telah habis. Perlahan aku mencium tangan ayah, walau dia hanya diam dan tidak merespon apa pun.

“Ayah akan segera melakukan operasi sebentar lagi, Anna doain semoga berhasil dan lancar ya.” ujar ku tersenyum getir.

“A-ayah, syarat itu sudah Anna penuhi semua. Apa kita akan bersama-sama lagi?”

Tidak ada sahutan dari ayah, dia malah menatap ke luar jendela. Lebih memperhatikan orang yang berlalu lalang di taman sana.

Menghembus nafas pelan, aku tersenyum dan mengatakan. “Anna mungkin gak bisa buat rasain cinta dan kasih sayang itu lagi, setelah kecerobohan dua belas tahun lalu. Tapi, apa Anna boleh minta sama ayah?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Luka Tersembunyi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang