Young, Dumb, Stupid- 6

1.8K 194 2
                                    

Bunyi alarm di atas nakas membuat mata yang tertutup itu mengerjap-ngerjap beberapa kali, tubuhnya menggeliat, mendudukkan diri dan menguap.

Seperti orang-orang baru bangun tidur biasanya, nyawa gadis itu masih belum terkumpul seluruhnya. Matanya menatap datar balkon kamar sebelum mengambil handuk untuk mandi.

Kehidupan di Minggu pagi, hari untuk bersantai. Setelah selesai mandi, Jihan membuka kulkas mini dan hanya menemukan sekaleng minuman di sana. Hah, Jihan lupa kalau seluruh ciki-nya telah ia berikan untuk persembahan pada pohon keramat waktu itu. Sangat kesal sebenarnya karena bukannya nasib baik yang ia dapat, ia malah bertemu dengan pemuda sok bijak yang Jihan yakini sebagai nasib buruk yang diberikan roh pohon keramat.

Jihan beranggapan, Roh Pohon tidak menyukai coklat.

Untuk itu, karena lapar, hanya dengan kaos kuning polos dan celana sebatas paha, Jihan pergi ke luar untuk sarapan. Bahkan rambutnya tidak benar-benar diikat, berantakan.

Entah efek lapar atau karena masih mengantuk, Jihan tidak memperhatikan ketika membuka pintu unitnya, tanpa menyadari banyak sekali kardus-kardus yang bertumpuk tepat di depan pintu unitnya. Jadilah Jihan tersandung hingga terjatuh di depan unitnya karena kardus-kardus itu.

"Akh."

Jihan meringis, kakinya yang baru saja sembuh beberapa hari ini sepertinya kembali berdenyut. Jihan menatap kesal kardus-kardus yang bertumpuk di depan unitnya tersebut, mulai dari yang besar hingga kecil.

"Anak bangsat mana yang ngeletakin ini di depan unit orang," umpatnya.

Jihan berdiri, memeriksa kardus-kardus itu, sejenak melupakan rasa laparnya dan menemukan alamat di atas kardus tersebut.

Oh, ini dikirim untuk unit di sebelahnya, tapi kenapa mereka menumpuk semua barang ini di depan unit Jihan?

Dengan tidak sabaran dan menahan kesal, Jihan memencet bel unit di sebelahnya, bahkan menggedor-gedor pintunya dengan kasar. Biarkan saja, Jihan tidak peduli penghuni yang lain merasa terganggu, yang Jihan utamakan sekarang adalah amarahnya untuk pemilik unit ini.

"Woi keluar Lo! Maksud Lo apa letakin barang Lo di depan unit orang hah? Ambil sampah Lo bangsat!"

Dan dengan umpatannya yang terakhir tadi, akhirnya pintu unit itu terbuka, menampilkan wajah seorang pemuda yang sepertinya baru bangun tidur, wajahnya bantal sekali.

"Siapa sih pagi-pagi gedor unit orang, gak sopan banget," ucapnya masih dengan menggosok-gosok matanya.

Lain halnya dengan Jihan, dia membolakan matanya ketika melihat siapa manusia yang baru saja keluar dari unit itu.

Jihan mengangguk-angguk kesal ketika dikatakan tidak sopan. Sekali lagi, ia menggedor pintu unit itu lagi membuat pemuda itu terkejut dan sadar sepenuhnya. Ia juga sama terkejutnya dengan kehadiran Jihan di depan unitnya.

"Lo?!" Tunjuknya.

"Udah sadar Lo?" Jihan bersidekap dada.

"Ngapain Lo di sini? Ngikutin gue ya?!" Pemuda itu, Duta, dia menoleh ke kanan dan kiri melihat apakah benar ia sedang diikuti.

Dengan kesal Jihan menampar halus pipi pemuda itu.

"Ngapain gue di sini? Harusnya Lo yang gue tanya ngapain Lo ke kondo gue?" ujarnya penuh selidik, ia menunjuk kardus-kardus di depan unitnya.

"Itu, kardus itu punya Lo kan? Ngapain Lo letakin di depan unit gue?" Tatapan Jihan tidak bersahabat.

Duta mengalihkan pandangannya pada yang ditunjuk oleh Jihan, menggaruk tengkuknya. "Udah sampe ya?"

Dan yang bisa dilakukan Jihan lagi-lagi melototkan matanya, tidak habis pikir dengan pemuda satu ini. Jihan menggeleng pelan, ia kembali merasakan lapar, Jihan lupa bahwa tujuan awalnya adalah membeli sarapan.

"Terserah Lo deh, gue pusing. Ambil barang-barang Lo dan jangan ada satupun yang tersisa di depan unit gue, gue mau sarapan, nanti gue interogasi Lo lagi."

Setelah mengucapkan itu Jihan segera pergi, tapi belum beberapa langkah tangannya di tahan oleh Duta.

Jihan menghela napasnya kasar menatap pemuda itu. "Apalagi sih?!"

Duta menggaruk tengkuknya. "Lo tinggal di sini juga?"

"Lo baru pindah ke sini?" Jihan balik bertanya.

Duta mengangguk. "Gue baru pindah semalam, unit Lo di sebelah unit gue kan?"

Jihan mengangguk jengah. "Gue gak tahu semarah apa roh pohon sama gue sampai nasib buruk itu datang sendiri ke tempat gue."

Duta menghela napas. "Gue bukan nasib buruk Lo."

"Bukan nasib buruk tapi dari awal pertemuan kita, gue selalu bernasib sial setiap ketemu sama lo. Oh atau jangan-jangan Lo orang yang dikirimkan roh pohon untuk buat gue menderita?!"

Duta mengacak-acak rambutnya kesal mendengar ucapan nyeleneh gadis di depannya ini.

"Dengar ya Nona Jihan Tenggala. Pertama, gue bukan nasib buruk lo. Kedua, gue bukan kiriman roh pohon Lo itu buat bikin Lo menderita. Dan ketiga, gue pindah ke sini karena agensi, selama ini gue tinggal di asrama. Jadi masalah nasib buruk Lo itu berhenti sampai di sini, okay?" Duta mencoba membuat Jihan mengerti.

Jihan menatap Duta datar, tidak mengindahkan kalimat panjang lebar pemuda itu. Hanya mengangguk sekilas, ingin segera pergi karena perutnya benar-benar tidak bisa menunggu.

Tapi lagi dan lagi Duta mencekal tangannya lagi.

"Gue lapar Duta, lapar! Lo mau apa lagi sih hah?!" kesalnya.

Duta terdiam sejenak sebelum berbicara. "Gue juga lapar."

"Hah?"

★★★

Jihan menatap pemuda di depannya dengan melongo. Lihat saja dia, berapa banyak makanan yang bisa ia muat di piring itu. Lapar sih lapar, jangan rakus juga.

"Lo bukannya trainee ya?"

"Sssttt, jangan keras-keras ngomongnya." Duta meletakkan telunjuknya di depan mulut Jihan membuat gadis itu terdiam.

Jihan mengenyahkan jari itu dengan kesal lalu kembali fokus pada makanannya.

Sedikit menyesal dan kesal karena mengajak pemuda itu ke sini, lihatlah bagaimana tatapan orang-orang terhadap piring penuh milik Duta. Tapi Jihan tidak bisa berbuat apa-apa, karena Duta memelas kepadanya untuk ikut mencari sarapan, mau tak mau Jihan membawanya. Awalnya Jihan menolak, tapi kasihan juga karena pemuda itu masih baru di sini.

Kan tidak lucu misalnya mayat pemuda itu ditemukan mengering di dalam unitnya karena tidak mengetahui tempat makan. Oke, mungkin itu terlalu berlebihan.

"Jadi apa yang mau Lo bilang tadi? Kenapa kalau gue trainee?" Duta menatap pada Jihan.

Gadis itu hanya menatap Duta sekilas, masih kesal sebenarnya.

"Bukannya kalau trainee itu gak boleh makan banyak ya?" Arah mata Jihan menatap pada isi piring Duta yang tersisa setengah.

Duta lalu mengangguk-angguk paham. "Gue olahraga, lagian pola makan gue udah diatur sama agensi. Makan banyak gini-gini juga perut gue enam kotak, mau lihat?" Duta menaik-turunkan alisnya menggoda.

Jihan mengulas senyum culas, memilih menendang tulang kering pemuda itu karena berkata tidak sopan di depan makanan. Duta meringis kesakitan, membuat Jihan tersenyum puas. Melanjutkan acara makannya.

"Habisin, habis ini jangan lupa beresin sampah Lo itu dari unit gue."

Young, Dumb, StupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang