Young, Dumb, Stupid- 20

1.3K 165 2
                                    

Mulut itu terbuka mengeluarkan uap karena menahan kantuk, Jihan menatap ke luar di mana hujan masih belum berhenti dari kemarin. Entah untuk siapa langit bersedih, tapi suhu malam ini lebih dingin dari kemarin malam.

Melihat pada tugas-tugasnya yang masih belum selesai, Jihan menghela napasnya. Ini akibat ia menemani Haruna ke acara kumpul fans, akhirnya ia lalai mengerjakan tugas.

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, sudah sangat larut untuk mengerjakan tugas yang mungkin akan selesai beberapa jam lagi. Maka dari itu Jihan memilih menutup buku dan mematikan laptopnya, berjalan ke arah balkon melihat suasana ibu kota yang diguyur hujan.

Menoleh ke unit di sebelahnya, sedikit aneh karena sedari tadi ia tidak melihat Duta. Kemana pemuda itu? Tidak biasanya ia tidak muncul malam ini, padahal dia tidak pernah melewatkan acara 'mari mengacau hari-hari Jihan'.

"Dia belum pulang?" gumam Jihan. Bisa jadi pemuda itu menginap di asrama lamanya karena hujan yang tak kunjung reda.

Jihan lebih memilih untuk tidak memikirkan pemuda itu, ia menutup pintu balkon. Masuk ke dalam kamar bersiap untuk tidur sebelum bel pintunya dibunyikan oleh seseorang.

Jihan tidak tahu mengapa, tapi firasatnya mengatakan bahwa itu Duta. Maka dari itu dengan segera Jihan keluar dari kamarnya untuk membukakan pintu unitnya.

Dan benar saja, ketika pintu itu terbuka, tubuh basah kuyup Duta adalah hal yang ia lihat pertama kali. Pemuda itu masih bisa tersenyum meskipun tubuhnya menggigil menahan rasa dingin.

Dengan cekatan Jihan segera memberikan handuk untuk pemuda itu, menyuruhnya masuk dan duduk di sofa.

Jihan yang melihat kondisi pemuda itu menghela napas gusar. "Lo harusnya ke unit Lo dulu."

"Maaf, sofa Lo basah karena—"

"Bukan itu goblok! Lo harus ganti baju biar gak sakit, tapi baju Lo ada di unit lo." Jihan memotong ucapan Duta.

Mendengar itu Duta bergerak untuk membuka kaosnya. "Kalo gitu gue telan—"

"Jangan aneh-aneh deh Duta." Jihan memperingatkan, mencegah pemuda itu untuk membuka pakaiannya.

"Bentar." Setelahnya Jihan berjalan ke kamarnya, dan kembali dengan selimut di tangannya.

"Buka aja bajunya, pakai ini dulu. Ingat ya, baju doang! Gue mau ke unit Lo dulu ambil pakaian, mana kuncinya?" Duta menyerahkan kunci unitnya setelah meraba saku celana.

Jihan memberikan handuk itu kepada Duta, selanjutnya gadis itu keluar dari unitnya untuk mengambil pakaian Duta di unit pemuda itu.

Tak lama Jihan kembali ke unitnya dengan membawa pakaian Duta, tapi ketika baru saja menginjakkan kakinya di sana, gadis itu telah dibuat terpekik dengan apa yang tersaji di depannya.

Duta bertelanjang dada dengan hanya memakai boksernya saja, selimut yang diberikan Jihan tadi tergeletak malang di atas lantai.

"Duta bangsat! Pakai baju Lo bego!" Jihan melemparkan pakaian yang dibawanya pada pemuda itu, lalu gadis itu berbalik.

Benar-benar Duta sialan, bisa-bisanya dia melakukan hal ini di unit Jihan?! Awas saja si sialan itu nanti.

Sedangkan Duta, pemuda itu hanya terkekeh. Bahkan bisa-bisanya menyempatkan merenggangkan tubuhnya sebelum memungut pakaian yang dilemparkan Jihan tadi dan memakainya.

Alis Duta terangkat ketika menyadari pakaian yang dibawakan Jihan ternyata adalah kaos tanpa lengan dengan celana trainingnya. Ia tahu bahwa sebenarnya Jihan tidak sengaja mengambil kaos itu, pasti dia sangat terburu-buru hingga membawa pakaian itu. Tapi, menggoda gadis itu sedikit tidak ada salahnya 'kan?

"Udah belum? Lama banget."

"Belum, lagi make sempak."

Mendengar itu Jihan menggeram, ia tahu Duta mempermainkannya. Jadilah ia berbalik dan kembali melotot ketika melihat penampilan pemuda itu.

Duta tersenyum jahil. "Gue gak tau lho, kalau Lo pengen liat bisep gue sampai bawain lengan pendek."

Jihan salah tingkah, tentu saja. Ia tidak tahu bahwa kaos hitam yang ia tarik acak dari lemari pemuda itu adalah kaos tanpa lengan.

"G-Gue gak sengaja, sumpah! Tadi—"

"Alah, bilang aja pengen lihat bi—"

"GUE BILANG GUE GAK SENGAJA YA SAT!"

Duta terkekeh ketika Jihan melemparkan kunci unitnya dengan kesal pada Duta, pemuda itu hanya menangkapnya dengan senang hati.

Jihan memijit pelipisnya frustasi, menatap jam ternyata telah pukul setengah dua.

"Yaudah sana balik ke unit Lo deh." Jihan membukakan pintu unitnya untuk Duta, tapi pemuda itu masih bergeming di tempat.

"Duta, jangan sampai gue narik Lo keluar ya!" Peringat Jihan.

Bukannya takut, yang dilakukan pemuda itu malah kembali duduk di sofa, membuat Jihan menghela napasnya kasar.

"Duta—"

"Gue luka."

Jihan terdiam ketika pemuda itu menunjukkan lengannya yang sepertinya lebam, kentara sekali warna ungu kehitaman di kulitnya yang putih. Jihan sama sekali tidak memperhatikan itu sama sekali.

"Gue nolongin pengemis yang mau dicopet tadi, jadilah gue yang dipukul," ujarnya membuat Jihan menghela napas.

Tangan yang tadinya menahan pintu ia lepaskan, sekarang Jihan berjalan ke arah nakas mengambil kotak P3K.

"Gue gak tahu kenapa Lo baik banget jadi orang," gumamnya yang masih bisa didengar oleh Duta.

"Karena gue orang, mereka juga orang, gue harus nolong mereka selagi gue bisa," balas Duta yang dibalas dengusan oleh Jihan.

"Munafik Lo, terlalu baik itu gak baik, apalagi sampai ngebahayain diri Lo sendiri." Jihan duduk di samping Duta, memperhatikan lebam itu dengan saksama sebelum mulai mengobatinya.

Duta terkekeh. "Lo bicara seolah Lo gak munafik. Kalau Lo lupa, Lo juga pernah ngebahayain diri Lo sendiri demi nyelamatin anak kecil dan seekor kucing jalan."

Jihan menatap Duta tajam, lalu mendengus. "Tapi waktu itu, Lo yang lebih ngebahayain diri Lo sendiri."

Duta mengangguk. "Karena gue gak akan biarin Lo pulang ke rumah dengan keadaan gak bernyawa. Dan jika itu terjadi, gue gak bisa bayangin gimana traumanya orang tua Lo."

Mendengar kalimat Duta, membuat Jihan terdiam. Ia dibawa kembali pada kejadian itu, dimana ia tanpa memikirkan apapun lagi berlari memeluk anak kecil itu. Jihan bahkan tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi pada dirinya.

Benar kata Duta. Jika pemuda itu tidak menyelamatkannya waktu itu, dan ia benar-benar pergi pada saat itu, Jihan tidak dapat membayangkan bagaimana sedihnya orang tuanya kehilangan anak mereka. Bagaimana trauma yang akan dilalui ibunya dan ketika ayahnya menutup bengkel mereka karena tidak ingin melihat kendaraan yang mengambil nyawa anak mereka.

"Jihan."

Jihan ditarik dari lamunannya ketika Duta menggenggam jemarinya.

"Kakak gue, dia juga melakukan hal yang sama persis kayak yang Lo lakuin hari itu. Dan perbedaannya, gue gak bisa menyelamatkan dia yang membuat Kakak pergi untuk selamanya."

Young, Dumb, StupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang