Young, Dumb, Stupid- 24

1.2K 147 1
                                    

Deru napas keduanya masih terdengar bersahut-sahutan, salah satu dari mereka benar-benar terkapar di depan gedung besar itu, tak menghiraukan orang-orang yang berada di sana karena sungguh, ia benar-benar lelah.

"Duta bangsat, sehari aja gak buat masalah gatel-gatel badannya," umpatnya.

Sedangkan yang baru saja diumpati hanya menoleh sekilas. Mau bagaimana lagi? Mau menanggapi, tapi kondisinya tidak lebih baik dari gadis di sampingnya.

"Untung gue lewat situ, coba aja kalau enggak, bye impian Lo jadi idol," ujar Jihan lagi.

Duta menghela napasnya, pemuda itu mengangguk. "Hmm, makasih."

Mendengar itu Jihan bangkit, menatap Duta sangat tajam. Tubuh keduanya basah karena berlarian di tengah hujan, tapi bukan itu poin utamanya sekarang.

"Makasih? Lo bilang makasih? Lo tau gak, gara-gara Lo, gue kehilangan payung kesayangan gue dan bahkan belanjaan bulanan gue ketinggalan di tempat tadi!" ucapnya menggebu-gebu.

Duta lagi-lagi menghela napas, mengambil air mineral di sebelahnya yang sisa setengah dan memberikannya kepada Jihan. "Sebagai ucapan terimakasih."

Sungguh, Jihan benar-benar kesal dengan pemuda ini. Lagi pula tidak ada gunanya juga berdebat dengan Duta, jadilah Jihan mengambil botol mineral itu dengan kasar dan bangkit untuk kembali ke unitnya.

Melihat itu Duta pun ikut bangkit menyusul Jihan, ia tahu bahwa pasti Jihan tengah kesal, Duta juga yakin bahwa di dalam hati gadis itu kini tengah mengumpatinya dengan berbagai nama binatang.

"Jihan! Bercanda doang, ntar gue ganti deh belanja bulanan lo!"

Jihan tidak mendengarkan, gadis itu malah mengangkat tangannya dan mengacungkan jari tengahnya dari belakang kepada Duta.

★★★

Jihan tengah menonton series kesukaannya sembari memakan kentang goreng ketika seseorang menyelinap masuk melalui balkon.

Jihan menyadarinya, ketika Duta mulai menapaki lantai unitnya, tapi ia lebih memilih diam dan fokus pada apa yang dilakukan tokoh utama di series. Jihan masih kesal sungguh dengan ulah pemuda itu. Bahkan ucapan minta maaf pun tidak terucap dari bibir sialannya.

Jihan berdecak ketika Duta duduk di sampingnya, tangan pemuda itu mencomot kentang goreng di pangkuannya.

"Emm, kurang asin," ujarnya.

Jihan hanya menghela napas jengah. Kalau bisa, ia akan membuat lebih asin dari ini. Tapi bahkan bahan untuk makan malam saja ia tidak ada, ia hanya membuat kentang goreng dengan kentang sisa juga garam yang tinggal sejumput. Benar-benar bak mahasiswi kere, padahal ini baru awal bulan.

"Nih."

Jihan mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Duta menyodorkan kantong belanjaan kepadanya, menatap wajah pemuda itu, Duta benar-benar tersenyum lebar seperti orang gila.

Jihan menelaah kantong belanjaan yang disodorkan Duta, lagi-lagi ia mengernyit ketika merasa akrab dengan plastik transparan berisi berbagai bahan itu.

"Ini ... Ini bukannya belanjaan gue ya?!" Jihan menatap tak percaya pada Duta. Benar, ia ingat jelas bahwa ini adalah belanjaannya yang ia tinggalkan di tempat tadi ketika menolong Duta.

Duta berdecak. "Yang bilang belanjaannya Pak Munir tukang bakso di depan siapa?"

Jihan menghela napas, tapi ia tak menyembunyikan raut kebingungan dan sedikit rasa senangnya.

"Gue serius Duta, dari mana Lo dapetin belanjaan gue?"

Duta menggaruk tengkuknya, terkekeh kecil. "Gue balik ke tempat tadi."

"Hah? Lo balik ke sana? Terus premannya?"

"Yakali mereka masih di sana Jihan, bego lo." Duta beranjak dari tempat Jihan, lalu berjalan ke arah pantry berniat menata bahan makanan Jihan itu.

"Gue tadi juga beli beberapa cemilan, sebagai ucapan terimakasih gue sama lo." Duta berbalik menghadap Jihan.

"Makasih ya, udah nolongin gue tadi."

Jihan tentu saja tidak dapat menahan senyumnya, ia mengangguk lebar dan berjalan menghampiri Duta, memilih duduk di meja makan.

"Tapi gue rasa, ini aja gak cukup sebagai ucapan terimakasih. Jadi, gue akan masakin Lo sesuatu yang spesial malam ini," ujar Duta.

Jihan mengangkat sebelah alisnya remeh. "Yakin? Emang Lo bisa masak?"

Duta terkekeh. "Lo pikir selama ini gue tinggal di asrama, siapa yang masak?"

Jihan mengernyit. "Lo?"

Duta menggeleng dengan santainya. "Gak, Trainee lain. Gue cuma bantu ngupas-ngupas bawang."

Meskipun kesal, tapi Jihan memaksakan untuk tetap tersenyum, suasana hatinya sedang baik sekarang. Lalu gadis itu mengangguk.

"Yaudah, silahkan. Tapi awas aja ya kalau dapur gue kebakaran." Jihan mengambil pisau buah di atas meja, menatap Duta dengan senyum lebarnya.

Meskipun meringis takut, tapi Duta memaksakan senyuman. Ia dengan hati-hati mulai mengeluarkan bahan-bahan yang ingin ia gunakan.

"Gue mau buat sayur sop lidi-lidi yang sering dibuat Mama buat gue," ujar Duta seraya mengangkat kangkung segar di genggamannya.

Mendengar nama yang asing di telinganya Jihan mengernyit. "Sayur sop lidi-lidi?"

Duta mengangguk dengan semangat. "Gue jamin Lo bakal suka."

Tak menghiraukan nama aneh itu, Jihan tetap memperhatikan Duta memotong-motong bawang, kangkung, dan bahan yang lain.

"Lo gak mau cerita tentang kenapa Lo bisa berantem sama preman itu?" tanya Jihan tiba-tiba membuat Duta berhenti memotong.

Pemuda itu menatap ke arah Jihan, lalu tersenyum, ia mengangguk. "Gue pikir Lo gak bakal nanyain itu tadi."

"Sebenarnya ada satu dugaan di kepala gue kenapa Lo bisa berakhir di sana, tapi gue masih ragu. Lo nolongin orang lagi kan?" tuduh Jihan yang membuat Duta terkekeh.

Duta mengangguk kecil, lalu melanjutkan acara memotongnya.

"Tadi rencananya mau beli permen di minimarket. Habis itu mau pergi lagi ke agensi, tapi ada sesuatu yang harus gue ambil di Kondo, jadilah gue balik. Tapi, pas ngelewatin emak-emak tukang rujak, gue ngeliat dia dipalakin sama kompolotan preman itu.

Gak manusiawi banget, Han. Bahkan dagangannya dibuang-buangin. Gue akhirnya nolongin, awalnya cuma bicara baik-baik, tapi mereka ngomong pake urat, dan akhirnya gue mau dikeroyok, lari ke tempat tadi, ternyata jalan buntu. Kelanjutannya, Lo tau tau sendiri lah." Duta bicara panjang lebar.

Jihan berdecak mendengarnya. "Jangan bilang Lo sama sekali gak ditolongin sama ibuk yang Lo tolong itu?"

Duta menggeleng. "Ya gimana lagi, sifat manusia emang berbeda. Kita gak tau gimana mereka, yang pasti, kita harus berbuat baik sama semua orang."

Jihan menghela napasnya. "Omongan Lo bulshit tau gak."


Young, Dumb, StupidWhere stories live. Discover now