part 24 (day 24)

940 108 25
                                    

Leo menghela napas, setelah mendengar semua perkataan atasannya, pemuda sialan itu ia jadi tertuduh bahkan nyaris dipecat jika ia tak memberikan alasan yang mengatakan bahwa dirinya tak sengaja bersikap seperti itu karena Nive bersikap kurang sopan pada dirinya, alhasil Dewa melepaskannya namun tetap saja ia diberi surat peringatan pertama.

Leo menatap kearah Nive dari kejauhan, pemuda itu terlihat makan dengan tenang membuat ia merasa kesal, Nive membuat harinya rusak.

"Nive sialan," gumam Leo, lalu pergi menuju dapur.

Ia membuka pesan masuk dari ponselnya, keningnya mengerut saat melihat nomer tak dikenal.

"Siapa ini?" Leo bertanya pada dirinya sendiri.

Ia sama sekali tak mengenal orang yang mengajaknya bertemu diujung jalan pertigaan itu.

Apa ia harus menemui orang itu? Leo sedikit takut, namun jika ia ingin tahu bukankah ia harus menemuinya?

"Bos," ucap Leo, ia tak enak meminta izin pada Dewa, apalagi ia baru saja mendapat surat peringatan.

"Ada apa Le?" tanya Dewa.

"Eumm ... bos, saya izin keluar bentar mau nerima paket, boleh 'kan?" ucap Leo.

"Boleh, lagian cafe masih sepi." Dewa membiarkan Leo pergi, lagipula ia tak suka mengekang pegawainya.

Leo setengah berlari untuk menemui seseorang dijalan pertigaan, Leo mengedarkan pandangannya mencari orang itu.

"Kupikir kamu tak akan datang." Perempuan dengan kaca mata hitam itu menghampiri Leo.

"Ma ... Nyonya!" Leo setengah memekik, saat Luna mama Chris membuka kaca matanya.

"Kau menjadi pelayan cafe?" Luna menaikkan sebelah alisnya, "apa uang dari putraku masih kurang?"

Leo meremat celananya, Luna yang sekarang berbeda dengan Luna saat pertama kali mereka bertemu.

"Aku sudah sangat gatal ingin menemuimu," ucap Luna, ia terkekeh.

Leo menelan saliva-nya, ini ibu dari anak yang tengah ia permainkan. Leo sedikit takut dengan Luna, mau bagaimanapun walaupun Luna perempuan, dia mempunyai kekuasaan.

"Tenang saja, tak perlu takut. Harusnya kau menyapa calon mertuamu ini 'kan?" ucap Luna, semakin membuat Leo berkeringat dingin.

"Nyonya, say-saya eumm ... "

"Kentara sekali kamu memiliki kesalahan, jujur saja aku kecewa dan ingin sekali membuatmu hancur, namun jika aku melakukannya putraku juga akan ikut sakit," tutur Luna.

"Apa yang Anda maksud Nyonya?" tanya Leo, berpura-pura bodoh.

"Berhentilah berpura-pura bodoh. Sudah kukatakan aku tak melihat seseorang dari harta ataupun kasta, namun jika itu kamu, yang ingin mempermainkan putraku, jangan harap akan ada sambutan hangat untukmu," ucap Luna, ia menahan segala kekesalannya.

"Harus kukatakan, kau orang miskin tak tahu diri," lanjut Luna.

Leo mengepalkan tangannya, rasanya sakit saat mendengarnya. Benar lidah mertua memang tajam, selain tanaman lidah mertua yang daunnya lancip, ada yang lebih lancip, yaitu ucapan Luna yang benar-benar menusuk.

Ia hanya diam menerima makian dari Luna, pantas untuknya bukan?

***

Chris menatap mamanya yang terlihat baru saja kembali dari luar, dengan tatapan bertanya karena memang sejak beberapa hari ini mamanya itu selalu bersikap kurang baik pada dirinya, bahkan Luna sampai mengabaikan panggilan yang ia berikan.

"Ma." Chris memanggil dengan ragu, Luna menghentikan langkahnya, ia menggulir matanya menatap sang anak.

"Ada apa Chris?" tanya Luna, ia menghampiri anaknya itu, tak tahan juga rasanya ia terus mengabaikan Chris.

"Mama habis dari mana tadi?" tanya Chris.

Luna tersenyum sebelum mengelus rambut tebal milik anak bungsunya itu, sekuat apapun ia marah dengan tingkah yang Chris berikan yang terkesan tak percaya dengan ucapan yang ia berikan,  namun ibu mana yang bisa marah pada anaknya?

"Mama habis dari kantor papa kamu bersama dengan Wasy tadi, tapi sekarang Wasy tengah pergi keluar lagi untuk menjemput Nive yang tengah berbelanja diluar," jelas Luna, tak sepenuhnya bohong.

"Kamu malam ini jangan kemana-mana dulu ya? Mama perhatiin setiap malam kamu selalu tidur larut atau bahkan pergi keluar. Ingat kesehatan kamu Chris sebelum memikirkan orang lain, kau harus memperhatikan kesehatanmu dulu," ujar Luna, memilih mengatakan hal yang mengganjal di dalam hatinya sejak lama, ia perhatikan jam tidur anaknya yang mulai berantakan karena pacarnya yang tak tulus itu.

Chris terdiam mendengar perkataan mamanya karena memang sudah satu bulan lebih ini jam tidurnya rusak karena terlalu bersenang-senang bersama dengan Leo, mungkin malam ini ia akan mencoba memperbaiki semuanya agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan nantinya.

"Akan aku usahakan nanti malam untuk tidur lebih awal," ujar Chris, yang hanya diangguki Luna.

"Mama ke kamar dulu." Luna beranjak pergi, meninggalkan Chris.

Sedangkan ditempat lain, Leo tengah menendang-nendang kaleng yang ada dihadapannya dengan pelan, akhirnya setelah bekerja seharian ia bisa pulang juga.

Ia masih memikirkan perkataan Luna siang tadi.

"Ternyata berjalan malam hari tak terlalu buruk juga, udaranya terasa sangat segar karena tak ada kendaraan yang lewat sini jika malam hari," gumam Leo, ia mengedarkan pandangannya menatap jalanan yang sepi.

Hari-harinya sekarang, diisi oleh Chris. Semuanya tentang Chris, terkadang Leo merasa sepi jika Chris tak menghubunginya.

Sangat jelas saat Luna mengatakan jika Chris sangat mengutamakan dirinya, namun apa boleh buat, ia masih memiliki dendam dan benci yang dalam dihatinya.

Sekuat apapun orang-orang menyadarkannya, jika dirinya tak mau tetap saja itu akan sia-sia.

Ia masih menyusun rencana untuk menghancurkan Chris lebih dalam, Chris akan hancur karena cintanya sendiri, bukan karena dirinya. Leo mengenyahkan pikiran yang merayap menghasutnya untuk menghentikan semua ini.

"Chris akan hancur karena dirinya, bukan aku," gumam Leo, meyakinkan dirinya.

Tak terasa ia sudah sampai di depan halaman rumah, Leo mendongak menatap rumahnya.

Makin ke sini permalasalahan hidupnya, semakin rumit.

Ia tahu ia sendiri yang memperumit masalahnya, namun siapa yang akan terima jika dilecehkan? Hanya manusia bodoh yang akan diam saja, saat harga dirinya direnggut begitu saja.

Leo membuka sepatunya, ia segera masuk. Rasanya ingin sekali merebahkan tubuhnya, ia sangat letih untuk saat ini, lembur memang semelelahkan itu.

Leo membaringkan tubuhnya diranjang, ia menyempatkan diri melihat ponselnya, tak ada satu panggilanpun dari Chris, mungkin kekasihnya itu tengah sibuk.

Leo menatap langit kamar, entah sudah berapa kali ia menghembuskan napas.

"Tuhan, aku sangat lelah menjadi seperti ini. Namun aku tak ingin diam saja, aku ingin membalas segalanya. Mereka menganggapku jahat tanpa mereka merasakan, apa yang aku rasakan," tutur Leo, yang hanya di dengar angin lalu.

Leo berucap lirih, semua orang menatapnya peran antagonis dihidup Chris tanpa mereka tahu, bagaimana traumanya Leo saat dekat dengan Chris, bagaimana sakitnya dia yang normal harus menjalin kasih dengan seorang pria, yang jelas telah melecehkannya.

___TBC

day 24, kangen kalian semua huft ...

Regret ( Terbit)Where stories live. Discover now