part 38 (day 38)

944 104 21
                                    

Setelah melewati kondisi mengkhawatirkan, Chris akhirnya bisa dibawa pulang. Namun, tentu saja Chris harus melakukan perawatan di rumah, hanya saja kondisinya sudah tak terlalu buruk.

Bagi Chria rasanya sangat tak nyaman berada di rumah sakit seperti ini, bau obat-obatan dimana-mana, suara tangisan keluarga yang ditinggalkan, serta suara jeritan dari pasien yang Chris sendiri tak tahu kenapa. Ia merasa sangat tak betah berada disini, rasanya pusing.

"Kau bisa kan berbicara dengan dokter untuk mengizinkanku pulang?" ucap Chris, Wasy mengalihkan atensinya pada Chris.

"Tentu, Nyonya sedang bicara dengan dokter. Namun, walaupun Anda bisa pulang, perawatan akan tetap dilakukan," ucap Wasy.

Wasy menghembuskan napasnya, sebenarnya dokter masih berat hati, namun apa boleh buat? Chris sangat keras kepala, terkadang Wasy kesal sendiri dengan cara berpikir Chris.

Wasy tahu Chris tak betah, namun tak bisakah Chris memikirkan dirinya sendiri, selalu saja Leo yang ada di dalam otaknya, ingin sekali Wasy membersihkan otak yang sudah tercemar itu.

"Dokter mengatakan jika Tuan harus berada dirumah sakit selama beberapa hari lagi. Setelah itu baru bisa pulang, tapi saya yakin Anda akan tetap memaksa, makanya Nyonya sedang bicara dengan dokter," ujar Wasy, lalu menghela napasnya, entah sudah berapa kali Wasy menghela napas. Ia merasa prustasi dengan Chris.

"Aku benci mendengar tangisan orang lain, aku merasa jika nanti aku bernasib sama, maka orang-orang terdekatku juga akan menangis pilu seperti mereka," tutur Chris dengan pelan.

Wasy terdiam, ia tak berpikir Chris sampai sejauh itu memikirkan hal itu.

"Mari berhenti bicara tentang ini, saya merasa tak nyaman. Tuan, saya tahu Anda pasti merasa takut, tapi teruslah ingin hidup dan sembuh." Wasy berucap lirih.

Chris mengangguk, ia mengerti. Pembahasan tentang hal seperti ini, memang sangat sensitif.

Sedangkan ditempat lain Leo tengah terdiam di dalam kamar, setelah pulang kerja ia langsung istirahat karena tak ada semangat untuk berjalan keluar bersama dengan Dalfa ataupun Hendry.

Ia masih memikirkan keadaan Chris beberapa hari yang lalu, dirinya memang tak mencintai pria dominan itu, tapi entah kenapa melihat kondisi Chris seperti itu membuat ia merasa aneh terlebih saat baru sadar pria itu hanya mencari dirinya. Seakan-akan ia semangat Chris untuk sadar kembali, ia tak menyangka semua yang berawal dengan tantangan konyol sekarang sampai membuat Chris jatuh sangat dalam padanya.

Namun dirinya tak bisa jika harus membalas semua perasaan itu, rasanya tak akan mungkin karena ia sangat mencintai Dalfa. Cintanya habis di gadis manis itu, tak ada sisa apapun untuk Chris walaupun hanya sedikit.

Leo terkadang berpikir apa balas dendam yang akan ia lakukan nanti itu kelewatan batas? Namun ia merasa semua itu setimpal dengan sesuatu yang  Chris ambil di dalam hidupnya, tak ada yang mau dilecehkan didunia ini kan? Hanya orang bodoh yang mau mendapatkan itu semua tanpa persetujuan apapun.

Memikirkan semua itu membuat ia merasa lelah, ternyata semuanya begitu sangat rumit sekarang. Namun Leo harus menyelesaikan apa yang ia mulai agar semuanya impas, semuanya harus adil. Jika dunia tak adil maka kita sendiri yang harus membuat keadilan itu.

Andai Leo tak menyanggupi tantangan konyol teman-temannya, mungkin saat ini ia tak akan digentayangi kegelisahan.

"Chris, demi Tuhan kau menganggu pikiranku," gumam Leo, ia mengusap wajahnya kasar, benar-benar merasa prustasi dengan keadaan.

****

Hendry menata buku-buku kuliahnya, ia baru selesai dengan tugas yang membuatnya pusing.

Hendry belum menjenguk Chris, niatnya kemarin ia akan menjenguk sang adik, namun sialnya ada tugas kelompok, aktif didunia organisasi ternyata benar-benar menyita waktu.

"Ck, siapa yang menghidupkan musik sekeras ini?" Hendry menekan pangkal hidunnya, merasa jengah saat musik yang tak enak didengar mengalun keras.

Beda dengan sang pelaku, yang saat ini tengah meliuk-liukkan tubuhnya ber-ajojing, tak peduli jika yang dia perbuat itu mengganggu orang lain.

"Demi Tuhan, Nive! Apa yang kau lakukan?!" Hendry benar-benar terkejut saat memergoki Nive tengah ajojing, hanya memakai celana pendek tanpa atasan.

"Hey bajingan! Siapa yang menyuruhmu masuk ke kamarku!" Nive balas berteriak, ia mematikan musiknya lalu menghampiri Hendry yang tengah berdiri diambang pintu.

Hendry memutar bola matanya, ia melipat tangannya, bersandar pada pintu dengan santai.

"Kau menggodaku Nive?" ucap Hendry terkekeh geli setelahnya.

"Cih, dalam mimpimu. Walaupun harga diriku menurun karena adikmu, aku tak akan sudi membanting harga demi dominan lagi. Aku bukan submisif murah, cocol sana sini." Nive berucap sinis.

Hendry tertawa ringan, Nive dan suara cemprengnya benar-benar ciri yang sudah khas.

"Lalu untuk apa kau menari-nari tanpa memakai celana, dan lagi, dengan pintu kamar terbuka, kupikir kau akan menggoda supir atau pelayan rumah," ucap Hendry, membuat Nive mendengus tak suka.

Nive menyipitkan matanya, ia jadi teringat akan kekasih Hendry, si Leo bajingan itu.

"Kau sudah punya kekasih?" tanya Nive.

"Apa memangnya? Aku tak membuka lowongan pasangan untuk saat ini," cetus Hendry.

"Tidak, jangan terlalu percaya diri. Kemarin-kemarin aku melihatmu tengah berkencan dengan submisif, jadi kupikir itu kekasihmu," ucap Nive, tentu saja berbohong.

"Iya, aku memang sudah memiliki kekasih,"

"Siapa nama kekasihmu?" tanya Nive.

"Kenapa kau jadi kepo begini?"

Nive berdecak, Hendry terlalu banyak bicara. Apa salahnya tinggal jawab, ia hanya ingin memastikan jika kekasih putra bibinya berbeda satu sama lain.

"Sesulit itu? Tinggal jawab saja, apa susahnya si," ucap Nive, kesal sendiri.

"Namanya manis sama seperti orangnya, aku takut kau iri," ucap Hendry.

"Percaya diri sekali, aku memiliki dominan yang sangat baik, pengertian, cuek-cuek berhadiah, dan yang pasti dia sangat mempesona," tutur Niva, lalu memutar bola matanya. Benar-benar eskpresi pihak bawah, yang menyebalkan.

"Leo, namanya Leo," ucap Hendry mengulang nama sang kekasih.

Nive menganga, jadi benar?

"Shit, manis dari mananya? Saat mendengar namanya saja, jantungku hampir melompat dari tempatnya, saranku putuskan kekasihmu itu," ucap Nive.

"Jangan bicara omong kosong,"

"Ayolah ... sekali ini saja, turuti ucapan saudaramu ini, aku tak mau kau pacaran dengan dia,"

"Kenapa?"

Nive diam, apa ia harus mengatakan jika Leo kekasih Chris?

"Leo dia itu buruk dia kekasih Ch ... "

"Pantas saja Chris memilih kekasihnya, kau benar-benar keterlaluan Nive. Bagaimana bisa kau menilai seseorang hanya dengan nama, jangan bertingkah melewati batas. Dengar, jangan coba-coba untuk menjelek-jelekkan kekasihku," tutur Hendry, berhasil membuat tangan Nive mengepal.

"Pergilah brengsek, kuharap kau tak menyesal dikemudian hari, karena telah menyela ucapanku. Aku berharap Tuhan memberi kemurahan." Nive mendorong bahu Hendry, ia menutup pintu dengan keras.

Ia berusaha berniat baik, namun ia terbawa emosi karena ucapan Hendry, benar-benar menyebalkan.

___TBC

Day 38, dua belas hari lagi gyusss

Regret ( Terbit)Where stories live. Discover now