part 27 (day 27)

946 100 13
                                    

Wasy terdiam menatap kearah Nive yang sejak tadi pagi minta ditemani ke mall dengan bersikeras, padahal ia sudah mengatakan ingin mengantar Chris lebih dulu sebelum menemani pemuda itu, sehingga sekarang saat ia sudah kembali kerumah Nive terlihat menatap kearah dirinya dengan tatapan sinis yang tak membuat Wasy takut sama sekali.

"Kau lama, ini sudah satu jam lebih, pasti barang yang aku inginkan sudah habis sekarang!" tutur Nive ia meninggikan nada bicaranya, demi apapun ia ingin datang pertama kali ke toko yang menjual barang yang sudah lama ia inginkan namun Wasy mengatakan akan mengantar Chris lebih dulu, ia sudah sabar menunggu perempuan itu, namun lihat Wasy datang dengan santainya, membuat Nive ingin sekali merobek wajah cantik yang dingin itu.

"Tuan sudah memesan bukan? Pasti akan dilebihkan, tak mungkin mereka akan menjual kembali barang yang Tuan inginkan," ujar Wasy, karena setahunya, Nive sudah memesan terlebih dahulu, sistemnya pesan dulu nanti mereka tinggal datang dan mengatakan nama mereka untuk mengambil pesanan itu, Wasy tak sebodoh itu untuk tidak tahu bagaimana toko yang akan ia datangi.

Nive mendengus, ternyata dekat dengan Wasy selalu mengunakan logika yang membuat ia merasa gila. Kenapa Chris bisa bertahan lama dengan perempuan ini? Pasti rasanya sangat sesak menjadi Chris, Nive turut prihatin untuk itu semua karena ia tak akan mungkin tahan jika berada diposisi Chris sekarang.

"Yaudah, ayo berangkat. Kau marah-marah terus bisanya," ujar Nive ia langsung masuk ke dalam mobil dengan cepat  membuat Wasy terdiam, ia sama sekali tak marah-marah tadi bukan kah pemuda itu yang marah-marah? Kenapa sekarang ia selalu disalahkan? Bukan nya wanita selalu benar lalu kenapa Nive selalu saja menjadi yang paling benar? Rasa nya sedikit mengesalkan sungguh.

Dengan pelan Wasy mulai masuk kedalam mobil, sebelum menghidupkan mesinnya agar bisa segera berangkat sekarang dari pada nanti ia kena omelan tak bermanfaat Nive.

***

Leo menatap kearah Hendry yang tengah memasukan barang-barang yang pria itu beli tadi ke dalam mobil, kenapa saat bersama dengan Hendry ia merasa terintimidasi? Apa karena Hendry sedikit dingin dibandingkan dengan Chris? Mungkin seperti itu.

"Kau pulangnya naik apa?" tanya Hendry, ia menggulir matanya menatap Leo sekarang, ia melihat barang-barang yang Leo bawa cukup banyak tak mungkin pemuda itu membawanya tanpa kendaraan.

"Ah, aku pulang jalan kaki," ujar Leo dengan cepat karena memang ia terbiasa seperti ini, pulang pergi jalan kaki karena jarak rumahnya dan tempat berbelanja itu cukup dekat, ia sedikit terbiasa dengan semua ini.

"Bagaimana kalau kau aku antar pulang?"

Leo menatap Hendry untuk memastikan perkataan pria itu, demi apapun Hendry mau mengantarnya pulang? Padahal mereka baru pertama kali bertemu? Kenapa saudaranya Chris begitu perhatian? Pesona nya sama sekali tak bisa Leo tolak walaupun Hendry juga seorang pria sama seperti dirinya.

"Kau tak perlu melakukan semua itu, aku merasa tak enak hati untuk itu semua. Kau sudah membayar semua belanjaan milikku dan sekarang kau juga menawarkan diri ingin mengantarku, sungguh aku merasa tak enak," tutur Leo, tentu tak sungguh-sungguh mengatakan itu semua karena ia merasa senang akan diantar pulang hanya saja ia harus bersikap jual mahal untuk itu semua agar tak dikira murahan.

"Kau tak perlu merasa tak enak hati karena aku memang sungguh-sungguh ingin mengantarmu pulang, jadi kau harus nenerimanya dengan baik tanpa penolakan sedikitpun," ujar Hendry, ia mengambil barang belanjaan milik Leo sebelum memasukannya ke dalam mobil, ia ingin mengantar si manis agar bisa memastikan dia baik-baik saja.

Alhasil Leo di antar Hendry, selama perjalanan mereka terlibat obrolan ringan, bahkan Leo berhasil membuat Hendry tertawa beberapa kali karena cerita konyolnya.

"Kau tak memiliki kekasih?" tanya Hendry, sontak membuat senyuman Leo luntur.

"Memangnya siapa yang ingin dengan pria sepertiku?" ucap Leo, ia terkekeh setelahnya.

Hendry melirik Leo sekilas, entah kenapa ia merasa tak percaya, bagaimana bisa pria manis macam Leo tak memiliki kekasih, apa tak ada dominan yang tertarik? Atau Leo yang suka menolak?

Tanpa terasa keduanya sampai dihalaman rumah Leo, keduanya turun.

Hendry membantu Leo membawakan barangnya, membuat Leo terkagum dengan tindakan sang dominan.

"Terima kasih, sungguh baru pertama kali aku bertemu dengan orang sebaik dirimu," ucap Leo, Hendry tertawa kecil mendengarnya.

"Ayolah, ini hal biasa," ucap Hendry.

"Kau mau mampir?"

Hendry diam, mempertimbangkan tawaran Leo, jika ia menolak kapan lagi bisa masuk ke dalam rumah Leo.

"Boleh," ucap Hendry pada akhirnya, Leo menyeringai. Mangsa sudah masuk jebakan yang ia buat, tinggal menunggu sang mangsa memakan jebakannya yang lain.

Hendry mengekori Leo masuk ke dalam rumah yang benar-benar sederhana dimatanya.

"Maaf jika rumahku berantakan," ucap Leo, jelas itu hanya basa-basi nyatanya rumahnya saat ini sangat rapih, karena baru ia bereskan.

Hendry tak menanggapi, ia memilih duduk.

Leo segera pergi ke dapur membawa air dingin, cocok untuk tamu saat sedang panas seperti ini.

"Terima kasih, aku jadi merepotkan," ucap Hendry, menerima air yang dibawa Leo.

"Maaf tak bisa menjamu dengan baik,"

"Hey ayolah, tak apa. Aku yang memutuskan mampir, berhentilah merasa tak enak seperti itu," ucap Hendry.

Leo tersenyum manis, ia akan main api dibelakang Chris, tak peduli jika ia terkena lelatu, yang ada dipikirannya saat ini mendekati Hendry, menarik dominan ini agar terjatuh ke dalam pesona yang ia miliki.

"Kau memikirkan sesuatu?" ucap Hendry, yang menerima gelengan kepala Leo.

"Tidak, hanya saja, aku masih tak menyangka ada yang mau mampir ke rumahku." Leo tersenyum kaku, ia melupakan jika terkena lelatu itu sangat panas.

Ya, dia sudah tenggelam dalam permainan apinya.

Hendry tersenyum tipis, ia akui Leo sangat baik dan menarik. Selama dikampus ia belum pernah menemukan sosok yang asik di ajak berbincang seperti Leo.

"Kau bekerja atau ... "

"Tidak-tidak, aku bekerja," sela Leo, yang tahu ke arah mana pertanyaan Hendry berakhir. Pasti tak akan jauh menanyakan kuliah.

"Wahh benarkah? Kau hebat sekali, jujur saja aku iri, aku sudah sebesar ini, namun masih merepotkan kedua orang tuaku," tutur Hendry.

"Hey, orang tuamu pasti bangga. Akupun, jika aku memiliki biaya, mungkin aku akan kuliah," ucap Leo.

"Ya, terkadang kendala kuliah itu banyak, entah itu dari ekonomi atau dari diri sendiri, aku mengingat adikku, dia sangat ingin kuliah, namun ia tak bisa. Hah, sungguh aku sangat menyayanginya,"

"Beruntungnya adikmu, memiliki kakak yang sangat menyayanginya,"

"Orang yang tahu adikku, pasti yang akan merasa beruntung, bukan dia yang beruntung, tapi akulah yang beruntung." Hendry berucap lirih, mengingat Chris selalu membuatnya sakit.

___TBC

A/N 

Lelatu, lelatu tuh artinya percikan api ya, di sini.

Sehat-sehat kalian, semangat yang mau masuk univ

Regret ( Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang