part 36 (day 36)

940 105 19
                                    

Nive terdiam, pikirannya jauh berkelana saat melihat interaksi yang pamannya lakukan pada Chris, apa pria dominan itu tak bisa sadar dalam waktu dekat? Atau Chris justru tak akan pernah bisa bangun lagi? Pikiran jahat itu terus saja berkeliaran di dalam benak Nive sejak tadi.

Pikiran itu meng-anak sungai, mengalir begitu saja. Bagaimana tidak meng-anak sungai dengan buruk, saat dengan jelas Nive melihat kondisi Chris.

Hatinya terlalu tak siap untuk melihat secara dekat bagaimana kondisi Chris, ia tahu bagaimana perjuangan pria dominan itu dalam melawan rasa sakit nya.

Melihat wajah pucat yang selalu memberikan senyuman manis itu hanya terdiam saja sekarang. Melihat dari jauh saja, ia merasa sakit apa lagi jika harus melihat dari dekat.

"Dokter mengatakan jika kondisi Chris sekarang disebabkan karena daya tahan tubuhnya jauh berkurang dari dulu, maka dari itu semua ini bisa terjadi. Dia tak terlalu menjaga kesehatanya." Luna menatap sibungsu dengan tatapan nanar, ia tahu pasti setelah dia bebas Chris merasa ingin melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, walaupun dengan itu Chris melupakan kesehatannya.

Ia tak menyalahkan sibungsu untuk masalah ini, karena dirinya sendiri juga lalai sebagai orang tua Chris, ia terlalu sibuk sehingga tak memperhatikan anaknya itu.

"Papa yakin Chris hanya butuh waktu sebentar untuk beristirahat, dan setelah itu semua dia akan kembali seperti biasanya. Dan jika itu semua sampai terjadi maka papa berjanji akan selalu memperhatikan semua pergerakan yang dia lakukan agar hal seperti ini tak terjadi," ujar Mahardika ia memeluk istrinya yang mulai terisak dengan pelan sekarang.

Tak ada orang tua yang mau melihat anaknya seperti ini, anak yang selalu mereka jaga sejak dia lahir, menjaganya saat sakit itu mulai datang, menerima semua takdir yang sudah ditentukan jika anak mereka tak bisa sehat seperti anak yang lainnya, mereka berusaha membuat anak mereka sembuh.

Namun takdir mengatakan hal yang berbeda, takdir mengatakan jika sakit yang anak mereka derita masih terus berlanjut sekarang, tak apa mereka akan menjalani semua ini dengan baik agar sibungsu bisa lebih semangat untuk sembuh dari dulu.

***

Seminggu berlalu begitu saja, hari-hari berjalan seperti biasanya namun berbeda dengan keluarga Luna yang masih menunggu sibungsu kembali dari istrirahatnya, seminggu bukan waktu yang mudah untuk mereka karena anak bungsu mereka masih belum membuka kedua matanya sampai sekarang.

Pikiran aneh mulai muncul seiring berjalannya waktu, tak mungkin takdir begitu jahat untuk putranya 'kan? Chris sudah terlalu lama merasakan semua ini tak seharusnya rasa sakit itu masih ada sekarang, seharusnya rasa sakit itu sudah lama pergi, agar Chris bisa menikmati kehidupan bahagianya, tapi lagi dan lagi takdir tak berpihak dengan apa yang mereka inginkan sampai detik ini.

"Nyonya, Anda mendapat telpon dari pihak rumah sakit." ujar Wasy, ia setengah berlari menghampiri Luna, padahal baru beberaja jam Luna pulang, sudah dihubungi pihak rumah sakit lagi.

Luna langsung menerima ponsel itu dengan perasaan takut, takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan.

"Dengan keluarga Killian?"

Luna menggulir matanya, menatapWasy sebentar sebelum menjawab, " iya dengan saya sendiri,"

"Tuan Chris sudah sadar sekarang, dia terus saja mencari keluarga dan orang bernama Leo, Apa Anda tahu itu siapa? Kalau bisa tolong bawa orang itu kemari, agar Tuan Chris bisa langsung bertemu dengannya,"

Luna terdiam, wajar saja jika Chris mencari keluarganya, namun untuk Leo? Mengapa putranya mencari Leo juga, bajingan miskin tak tahu diri itu, akan semakin besar kepala. Namun tak peduli dengan itu, yang terpenting Chrisnya sudah sadar.

Luna mendengus saat panggilan terputus, ia memijat keningnya.

"Apa Leo sempat menanyakan kabar Chris padamu?" tanya Luna, membuat Wasy sedikit gugup dengan pertanyaan tiba-tiba ini.

"Maaf Nyonya, tapi Tuan Leo sama sekali tak menanyakan apapun," ucap Wasy.

Luna mendelik, kebenciannya pada Leo semakin dalam.

Sudah Luna katakan ia sama sekali tak mempermasalahkan kasta seseorang, namun Leo, pria manis itu sudah berani mempermainkan putranya, wajar saja bukan? Jika Luna terus memaki Leo dalam hati.

"Antar aku untuk menemui bocah tengik itu." Luna beranjak dari duduknya, perintahnya mutlak, membuat Wasy tak bisa membantah.

Keduanya akan menemui Leo, mungkin dicafe. Selama perjalanan Luna hanya diam, ia memutuskan menemui Leo, ia ingin membawa Leo sebagai hadiah atas perjuangan Chris, selama beberapa minggu ini.

Wasy menghentikan mobilnya, tepat didepan cafe. Ia mempersilahkan Luna keluar.

Luna, wanita paruh baya itu berjalan dengan angkuh, saat memasuki cafe. Tak ayal, jadi bahan perhatian orang lain.

"Aku ingin bertemu dengan Leo," ucap Luna, pada salah seorang pelayan.

"Baik Nyonya, silahkan Anda duduk terlebih dahulu, saya akan memanggil orang yang Anda maksud," tutur Jani, sedikit gugup melihat aura gelap yang mencekam seakan kehadiran Luna, membuat suasana cafe menjadi tegang.

Selang beberapa menit, setelah Jani memanggil Leo, orang yang dimaksud-pun menghampirinya.

"Selamat siang Nyonya." Leo membungkukan sedikit tubuhnya, memberi rasa hormatnya.

"Ya, selamat siang. Kau tahu? Aku tak suka basa-basi, jadi mari kita lakukan secara singkat," tutur Luna, sukses membuat kerutan dikening Leo.

"Kau ingin uang? Akan aku berikan berapapun, asal tinggalkan putraku." Luna mencengkram meja, menahan segala emosinya agar tak meledak.

"Maaf Nyonya, saya tak mengerti dengan maksud Anda," ucap Leo.

Luna memutar bola matanya, jengah dengan kelakuan Leo, yang seakan ia pria polos dan baik.

"Sudahlah, katakan saja! Kau ingin uang berapa? Atau ingin kubiayai sampai kau membeli peti mati?"

Leo meremat celananya, wanita dan lidah tajamnya bukanlah hal baik untuk dirinya.

"Putraku tengah sekarat, dia sakit Le. Ia bahkan sudah sakit dari lama, dari dulu Chris tak pernah berharap bisa sembuh, namun karenamu di ingin sembuh saat ini," tutur Luna.

"Saat Chris sudah bisa bangun kembali, hal yang ia tanyakan keluarga dan kau." Luna menunjuk Chris datar, "sebenarnya aku merasa jijik untuk mengakuinya, namun apa boleh buat? Dia sangat mencintaimu," lanjutnya.

"Kutegaskan sekali lagi, jauhi putraku, jika kau sama sekali tak menaruh hati padanya," celetuk Luna.

"Nyonya apa orang miskin seperti saya, benar-benar rendah?" ucap Leo, yang sedari tadi diam menerima cacian Luna.

"Ya sangat rendah, namun bukan karena kemiskinanmu, melainkan karena kelakuanmu," cetus Luna.

Wasy yang sedari tadi jadi saksi bagaimana keduanya adu bicara, hanya bisa diam, ia tak mau melerai. Leo pantas dimaki oleh Luna.

"Harus kukatakan, aku memaksamu untuk ikut ke rumah sakit sekarang," ucap Luna, sontak membuat Leo menelan saliva-nya, bukan apa-apa hanya saja Leo takut ia bertemu dengan Hendry di sana.

"Ayo Wasy, seret dia masuk ke mobil."

Setelah mengatakan itu, Luna pergi begitu saja mendahului keduanya.

"Tuan Hendry akan menjenguk Tuan muda nanti malam, jadi santai saja. Kondisikan eskpresi berlebihanmu itu," bisik Wasy, ia menepuk-nepuk bahu Leo dengan seringaian diwajahnya.

___TBC

A/N meng-anak sungai, artinya mengalir  terus-menerus.

So, gimana kabar kalian hari ini?

Regret ( Terbit)Where stories live. Discover now