marah?

2.6K 147 20
                                    

Mobil Pina berhenti tepat didepan rumah Hasban, tepat setelah menyelesaikan sholat magrib, Pina benar-benar mengantar Hasna kerumah. Hasna turun dibantu oleh Pina. Perempuan itu merapikan kembali gamisnya sebelum melangkah memasuki rumah.

"Pina terimakasih ya." Ucap Hasna.

"Halah santai, sekali-kali gitu kita refreshing." Celetuk Pina.

"Hahaha bisa aja kamu, oh ya kamu mau mampir dulu ngga?" Tanya Hasna yang dibalas gelengan kepala oleh Pina.

"Ngga dulu deh, Na. Gue mau nugas dulu. Keburu numpuk kalo ngga buru-buru gue kerjain." Jawab Pina.

"Oke deh, kamu pulangnya hati-hati ya." Ucap Hasna.

"Iya, duluan ya." Ucap Pina kembali memasuki mobilnya. Begitu juga dengan Hasna yang masuk kedalam rumah dengan hati-hati.

Sepi, itu yang Hasna rasa. Sepertinya suaminya belum sampai dirumah. Hasna memutuskan abai. Saat hendak melangkahkan kakinya kedalam kamar, suara motor yang memasuki area rumahnya membuat Hasna mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam kamar.

Hasna kembali berjalan keluar guna menyambut suaminya. Ia hafal sekali dengan suara motor Hasban. Dengan senyum yang mengembang diwajah manisnya Hasna berjalan cepat kedepan.

"Mas-"

"Dari mana?" Tanya Hasban.

"Maaf, Hasna ngga izin sama mas." Nyali Hasna menciut menatap raut tajam Hasban.

"Dari mana Hasna?!" Tanya Hasban lebih tegas.

"Hasna cuma pergi main sama Pina, mas. Cuma sebentar kok." Ucap Hasna memeluk lengan Hasban.

"Kenapa ngga izin?" Tanya Hasban.

"Maaf." Lirih Hasna.

"Minggir!" Seru Hasban sembari melepas tangan Hasna yang memeluk lengannya.

"Engga! Maafin Hasna dulu. Hasna udah kangen main sama Pina, mas. Hasna ngga izin sama mas karena mas bilang baru rapat untuk acara rutinan, Hasna ngga mau ganggu mas Hasban." Jelas Hasna.

"Maafin ya?." Ucap Hasna lagi.

"Minggir! saya mau mandi." Ucap Hasban.

Deg.

Hasna terkejut, Hasban merubah kembali gaya bicaranya. Sepele tapi Hasna merasa sedikit sakit mendengarnya.

"Saya?" Tanya Hasna ragu.

Hasban tidak menjawab ucapan Hasna, lelaki itu memilih pergi guna membersihkan dirinya yang terasa lengket karena keringat. Belum sampai tiga langkah, Hasna kembali memeluk tubuh Hasban dari belakang. Dapat Hasban rasakan perut besar Hasna yang menempel pada punggungnya.

"Hasna minta maaf." Lirihnya.

"Hasna janji ngga akan ulang lagi." Ucapnya.

Hasban menghela nafasnya panjang. Tangannya bergerak melepas pelukan Hasna pada pinggangnya. Lalu ia berjalan kekamar atas untuk membersihkan dirinya.

Hasna menatap punggung Hasban dengan sendu. Perempuan itu menunduk sembari mengusap perutnya. "Abi kamu lagi marah Lunn.  Kita harus minta maaf sama-sama ya? Biar Abi kamu ngga marah lagi sama Umma." Ucap Hasna pada bayinya.

Hasna berjalan menuju kamar dilantai bawah. Memang Hasban sengaja memindahkan Hasna kekamar bawah karena takut perempuan itu kelelahan jika harus naik turun tangga.

Setelah melepas jilbab juga berganti dengan daster, Hasna bergerak merebahkan dirinya dikasur. Mengusap-usap perutnya pelan kala bayi didalam perutnya kembali menendang.

"Auhhh! Pelan dek. Kamu main bola apa didalam perut Umma?" Kekeh Hasna pada bayinya.

Ia sedikit meringis merasa ngilu pada bagian perutnya. Namun kembali tersenyum merasakan pergerakan anaknya.

"Mau diusap sama abi ya?" Tanya Hasna.

Perempuan itu terus mengusap perutnya hingga Hasban datang dengan keadaan yang lebih fres. Hasan buru-buru bangkit dari posisinya sembari memegangi pinggangnya.

"Mas." Panggil Hasna.

"Hasna mau peluk." Ungkapnya.

"Saya mau kemasjid." Ucap Hasban sembari memakai baju kokonya.

Hasna tersenyum getir mendengar nya. Ia melirik jam yang berada di didinding kamarnya. Benar saja, waktu sholat isya sudah tiba.

"Tapi pulang nanti peluk ya?" Ucap Hasna yang tidak dibalas oleh Hasban.

"Saya ke masjid dulu." Pamitnya langsung keluar dari kamar.

Hasna kembali menghela nafasnya panjang. Lagi-lagi Hasban tidak melakukan rutinitas nya. Biasanya, Hasban akan berpamitan dengan begitu manis. Entah itu memuji Hasna atau memanggil nya dengan panggilan sayang. Tapi ini tidak, Hasban langsung pergi begitu saja tanpa menyapa bayi nya yang berada di perut Hasna.

"Sabar-sabarrrrrr!" Gumam Hasna lalu bangkit guna mengambil wudhu.

💐💐💐

Hasban pulang dari masjid tepat pukul setengah delapan kurang. Setelah mengunci pagar dan pintu rumahnya. Ia segera berjalan menuju kamar. Begitu membuka pintu, tatapannya jatuh pada Hasna yang tertidur dengan posisi duduk dilantai juga kepala yang ia sandarkan pada sofa yang berada dikamar.

Hasban menghela nafasnya panjang. Ia tau jika Hasna ketiduran karena menunggunya pulang dari masjid. Setelah menyimpan sajadah dan pecinya, ia berjalan menghampiri Hasna.

Buru-buru Hasban mengangkat tubuh Hasna dan memindahkan kekasur. Setelah merapikan kembali tempat tidur juga menyimpan bantal disamping tubuh Hasna, Hasban bergerak menarik selimut untuk menutupi tubuh Hasna. Lalu, ia ikut berbaring tepat disamping tubuh Hasna.

Pagi harinya. Hasban masih diam, Hasna sudah berkali-kali mengajaknya ngobrol, tapi Hasban hanya membalas dengan singkat. Hasna merasa sedih mendapati sikap Hasban yang terlihat cuek padanya.

"Mas mau dibawakan bekal engga?" Tanya Hasna sembari membawa secangkir teh hangat untuk Hasban.

"Hm, boleh." Balas Hasban sembari melirik Hasna sekilas.

"Okeyy, Hasna siapin dulu ya." Sahutnya girang.

Buru-buru Hasna menyiapkan bekal untuk sang suami dengan hati yang gembira. Setidaknya Hasban tidak menolaknya.

"Hasna cuma masak nasi goreng sosis telur mata sapi." Ucap Hasna memperlihatkan hasil masakannya.

"Ngga apa-apa kan?" Tanya nya.

"Ya." Balas Hasban.

Hasna tersenyum lalu menutup kotak makan yang akan ia bawakan untuk Hasban, setelah nya ia kembali berjalan menuju meja makan sembari menyerahkan kotak makan itu.

"Mas masih marah ya?" Tanya Hasna hati-hati.

"Mas belum mau ngobrol sama Hasna kah?" Tanya Hasna.

"Kita bahas nanti sepulang saya kerja." Ucap Hasban.

"Kenapa ngga sekarang aja mas? Hasna ngga mau dicuekin sama mas lebih lama lagi." Ucap Hasna sembari menggenggam sendok nya kuat.

"Hasna-"

"Saya pergi dulu." Potong Hasban memasukkan kotak makan tersebut kedalam tas nya.

"Mm, mas!" Panggil Hasna.

Hasban memberhentikan langkahnya, ia berbalik menatap Hasna yang kini turun dari kursi dan berjalan menghampiri nya dengan sedikit susah payah karena perutnya yang sudah besar.

"Mas hati-hati dijalan, Hasna nitip martabak telur ya?" Ucap Hasna sembari meraih tangan Hasban untuk ia cium.

"Hm, saya duluan." Pamit nya lalu meninggalkan Hasna sendirian.

Hasna tersenyum getir melihatnya. Lagi-lagi, Hasban tidak berpamitan pada bayinya seperti yang dilakukan sebelum-sebelumnya. Hasna benar-benar tesiksa kala Hasban mengabaikannya. Sungguh, Hasna menyesal telah membuat Hasban marah padanya.

Guruku ImamkuWhere stories live. Discover now