𝟐𝟖. 𝐏𝐫𝐞𝐯𝐢𝐨𝐮𝐬 𝐏𝐫𝐨𝐛𝐥𝐞𝐦

680 47 8
                                    

_

■■■

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

■■■

Satu Minggu berlalu. Kondisi Anne semakin membaik, dan dia mulai memiliki selera untuk makan lebih banyak.

Di ruang rawat inapnya, perawat Ellisa sedang berada di sana, memeriksa kondisi Anne sambil menghiburnya.

Sementara itu, Anne sedang memakan makanannya sendiri, tanpa disuapi seperti awal ia sadarkan diri, saat itu pun ia tidak ingin disuapi, tetapi perawat Ellisa tetap ingin menyuapinya.

"Anne, ayo cepat sembuh. Kita harus pergi berbelanja bersama, itu janjimu dulu, bukan?"

"Dan anehnya kau malah menghilang, padahal aku telah memberikan nomor teleponku, kenapa kau tidak menelepon?"

Anne tersenyum tipis, ia sengaja membuang nomor perawat Ellisa dan nomor dokter Joya karena berpikir ia tidak ingin terus merepotkan mereka.

"Perawat Ellisa, terima kasih..."

Perawat Ellisa tersenyum. "Terima kasih untuk apa? Dan cukup panggil aku Ellisa saja."

"Karena telah merawatku dengan baik."

"Hey, aku kan seorang perawat, itu tugasku." Perawat Ellisa tertawa kecil, begitu pun dengan Anne.

Perlahan tawanya memudar, Anne memutuskan akan bertanya banyak hal yang ingin ia ketahui sejak sadarkan diri, tetapi perawat Ellisa ataupun dokter Joya selalu saja mengalihkan pembicaraan.

"Apa ayahku benar baik-baik saja? Selama ini kita sudah berusaha meneleponnya, tetapi dia tidak menjawab teleponku."

Perawat Ellisa menelan ludahnya, haruskah ia memberitahu tentang ayah wanita itu sekarang?

"Anne, janji dulu padaku kalau kau harus bertahan untuk hidup bahagia, berbahagialah demi dirimu sendiri."

"Maksudmu?..." Anne khawatir, ia menebak-nebak maksud perkataan perawat Ellisa.

"Ayahmu telah meninggal."

Anne menggeleng tak percaya, tatapannya mulai kosong dan berkaca-kaca, hatinya terasa sangat sakit, seakan ada yang mengoyaknya di sana.

"Anne... Ayahmu tiada karena memperjuangkan keadilan, kau jangan sedih..." Perawat Ellisa berusaha menenangkan.

Jangan sedih? Siapa yang tidak sedih jika seorang ayah meninggalkan untuk selamanya, apalagi tidak tahu apa saja yang dilaluinya di akhir-akhir kehidupannya.

Anne terisak, terbayang sang ayah berjuang sendirian, tanpa bantuan siapa pun.

"Ini gara-gara aku! Aku membenci diriku! Kenapa aku mengalami koma??! Dan di mana penembak itu!!" Anne menjerit dan memukul-mukul kepalanya, tidak peduli dengan jarum infus yang masih terpasang di tangannya.

Perawat Ellisa menggeleng keras dan berhasil menghentikan Anne yang terus memukul kepalanya sendiri, ia mengerti kesehatan mentalnya sedang terguncang. Sejak sadarkan diri, bukan satu atau dua kali ia mendengar Anne menyalahkan dirinya sendiri.

(²) 𝐙𝐈𝐎𝐍𝐍𝐄 || 𝐓𝐨 𝐁𝐞 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫 Where stories live. Discover now