𝟑𝟒. 𝐍𝐢𝐠𝐡𝐭𝐦𝐚𝐫𝐞

680 48 9
                                    

"Ibu... aku takut... tolong jangan mendekat...."

"Kemarilah anakku tersayang... anakku yang pintar...."

"Ibu... aku mohon... jangan mendekat, maaf aku takut Ibu... aku takut...."

"Kenapa kamu takut Ibu? Apa Ibu pernah melukaimu? Tidak, kan?..."

"Ibu sadarlah... buang pisau itu, pisau itu bisa saja menyakiti kita."

"AAAA!!! Ibu ini sakit... kenapa Ibu melemparkannya..."

"Darkan... Darkan... Darkan. Kau baik-baik saja?? Darkan, Darkan, bangunlah..."

Pria yang mengingat peristiwa buruk di masa kecilnya dalam tidurnya itu terbangun dengan napas memburu, yang dia temukan pertama kali saat membuka matanya adalah Anne, wanita itu sedang menyesuaikan posisi berdirinya dengannya yang telah duduk di sofa.

"Kau bermimpi buruk lagi?" Anne bertanya dengan dahi berkerut, ia ingat Darkan pernah tidur dalam keadaan gelisah seperti tadi.

"Tunggu sebentar, aku akan membawakan minum untukmu." Anne melangkah ke arah dapur, dan memberikan air minum yang dibawanya pada Darkan, pria itu duduk di sofa dengan pandangan kosong, tetapi napasnya tampak masih memburu dengan keringat di dahinya bercucuran.

Anne duduk di samping Darkan, lalu mengambil tisu yang berada di atas meja, berniat menyeka keringat di dahi pria itu, yang bahkan sampai melewati alisnya.

Namun, dengan gerakan cepat Darkan menahan tangannya, menatapnya dengan kedua alis menukik, membuat Anne menelan ludahnya, merasa takut dan gugup atas tatapan tajam yang dilayangkan Darkan.

"Aku hanya ingin menyeka keringat di dahimu."

"Aku tidak suka disentuh tanpa izin." Darkan perlahan melepaskan tangan Anne.

Anne tertohok, lalu bangkit dari duduknya dan tertawa, menertawakan perkataan Darkan barusan. "Dan apa kau pikir aku suka ada orang yang tiba-tiba menciumku tanpa menanyakan persetujuannya padaku terlebih dahulu??" tanyanya bersungut-sungut sambil berkacak pinggang.

Darkan mengalihkan pandangannya, ternyata Anne masih mengingat kejadian di pantai pada saat itu. "Aku sedikit mabuk saat itu."

Anne terkekeh. "Dan sayangnya aku saat itu terlalu gugup, harusnya aku menendang kaki dan memukul wajahmu dengan keras." balasnya tak mau kalah.

"Tetapi saat itu kau juga langsung menamparku."

Tanpa bangkit dari duduknya, Darkan terus menyahuti perkataan Anne dengan tenang, tetapi ia sering kali berusaha menghindari tatap mata dengannya

Anne ingin berteriak, kedua tangannya mengepal kuat, dan giginya menggeretak, menahan emosinya yang hampir meledak-ledak.

Namun, melihat itu justru membuat Darkan diam-diam menyembunyikan senyumnya, ia berpikir Anne menggemaskan ketika kesal seperti ini.

Darkan beranjak dari tempat duduknya. "Aku minta maaf, sepertinya aku tadi... keterlaluan."

"Dan aku minta maaf dengan tindakan di luar kendaliku dulu saat di pantai, meskipun aku juga kesal karena itu first kiss bagiku, dan sepertinya aku akan selalu mengenang first kiss-ku yang buruk itu."

Anne lagi-lagi tertohok, ia bersiap akan membalas perkataan Darkan dengan penuh emosi. "Pembohong, tidak mungkin first kiss-mu itu aku, kau pasti memiliki banyak wanita. Kau malah menyalahkannya padaku??"

Darkan yang malas menjelaskan ia hanya mengendikkan bahunya, lalu ia menatap ke arah jendela, di mana tirai tidak ditutup, hari di luar sana masih terlihat gelap, lalu ia menatap jam tangannya, menunjukkan pukul tiga pagi.

(²) 𝐙𝐈𝐎𝐍𝐍𝐄 || 𝐓𝐨 𝐁𝐞 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫 Where stories live. Discover now