𝟒𝟎. 𝐌𝐞𝐞𝐭 𝐚 𝐓𝐡𝐫𝐞𝐚𝐭

592 41 4
                                    

_

■■■

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

■■■

Di tengah perjalanan menuju pelabuhan Palermo, Anne yang merasa gugup menyamakan posisi duduknya, lalu merapikan jaket kulit berwarna hitam yang dipakainya.

Jika Darkan seperti biasanya nyaman menggunakan pakaian kemeja lengkap dengan jas berwarna hitam.

"Tarik napasmu dalam-dalam lalu hembuskan secara perlahan. Ulangi itu beberapa kali sampai kau merasa lebih baik." Darkan menyadari Anne duduk dengan gelisah, ia berucap sambil menoleh sejenak, lalu kembali menatap jalanan di depannya.

"Aku takut jika gagal lagi, sangat sulit untuk masuk ke area perkantoran di sana."

Darkan mengangguk. "Mudah jika tujuan untuk berlibur." ucapnya sambil tersenyum, mencoba menghibur.

"Aku harus segera menemukan Cindy." Di atas pahanya kedua tangan Anne mengepal kuat.

Darkan menepikan mobil, Anne menoleh dengan tatapan bingung. "Kenapa berhenti?"

Darkan tidak menjawab, ia mencondongkan sedikit tubuhnya, salah satu tangannya terulur, menarik sabuk pengaman di kursi Anne yang belum terpasang, lalu memasangkannya.

Anne menggenggam erat tangannya sendiri yang masih berada di atas pahanya. "Terima kasih."

"Anne, secepatnya saudaramu pasti ditemukan." Darkan menepuk tumpuan tangan Anne.

"Jika kau terus gugup seperti itu, pikiranmu akan terganggu. Ingat apa yang aku katakan sore hari tadi? Untuk berhasil mencapai tujuanmu, kendalikan pikiranmu dari hal-hal yang mengganggumu."

"Bolehkah aku menggenggam tanganmu sebentar?" Anne meminta dengan ragu, dan lantas menggigit bawah bibirnya.

Saat Darkan menepuk tangannya tadi, Anne merasa sedikit lebih tenang, tetapi ia yakin dia pasti akan menolak permintaannya.

Namun, tidak sesuai dugaannya Darkan mengangguk setuju, kedua sudut bibirnya pun tertarik, membentuk senyuman yang tulus.

Di atas pahanya, Anne dengan ragu membuka salah satu telapak tangannya, lalu dengan lembut Darkan menyambut tangan dinginnya, menjalin jari jemari mereka dengan erat.

"Tanganmu selalu hangat, apa kau sedang sakit?"

"Tanganmu selalu dingin, apa kau selalu merasa gugup?" Darkan balik bertanya.

"I-ini normal."

"Begitu pun dengan tanganku."

Anne tersenyum, Darkan pun membalas senyumnya. Biarlah seperti ini dalam beberapa saat, meskipun keduanya sedang menyembunyikan ketegangan dan kecanggungan yang terjadi, tetapi mereka menikmati setiap waktu yang diluangkan bersama.

(²) 𝐙𝐈𝐎𝐍𝐍𝐄 || 𝐓𝐨 𝐁𝐞 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫 Where stories live. Discover now